Ilmu Pengetahuan dan Islam. Sekalipun
peradaban Barat Modern telah menghasilkan ilmu yang bermanfaat, namun, tidak
dapat dibafikan bahwa peradaban tersebut telah menghasilkanilmu yang merusak,
khususnya kehidupan spiritual menusia.
Epistemologi
Barat bersumber kepada akal dan panca-indera. Konseksuensinya, berbagai arilan
pemikiran sekuler seperti rasinalisme, empirisme, skeprimisme, relativisme,
empirisme, sketisisme, relativisme, ateisme, agnotisme, humanism, sekularisme, eksitensialisme,
mewarnai peradaban barat modern, dan kontemporer. Westernisasi (pembaratan)
ilmu telah menceraikan hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan, sekaligus
telah melenyapkan wahyu sebagai sumber ilmu.
Dalam pandangan
Syed Muhammad Naqiub al-attas, westerenisasi ilmu adalah hasil dari dari
kebingungan dan skeptisisme. Westernisasi ilmu telah mengankan keraguan dan
dugaan ke tahap metodologi epistemology yang sah dalam keilmuan, menolak wahyu
dan kepercayaan agama dalam ruang lingkup keilmuan dan menjadikan spekulasi
filosofis yang berkaitan dengan kehidupan yang memusatkan manusia sebagai
makhluk rasional sebagai basis keilmuan. Akibatnya, ilmu pengetahuan dan nilai-nilaietika moral, yang diatur oleh rasio
manusia, terus menerus berubah.
Syed Muhammad
Naquib Al-Attas menyimpulkan ilmu pengetahuan modern yang dibangun diatas vivi
intelektual dan psikologis budaya dan peradaban Barat dijiwai oleh 5 faktor:
1.
Akan diandalkan untuk membimbing kehdupan
manusia
2.
Bersikap dualistic terhadap ralitas dan kebenaran
3.
Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan
pandangan hidup secular
4.
Membela doktrin humanism
5.
Menjadikan drama dan tragedy sebagai
unsure-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan.
ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN KONTEMPORER
Ilmu Pengetahuan
modern yang saat ini dihasilkan oleh peradaban Barat tidak serta merta harus
diterapkan di dunia Muslim. Sebabnya, ilmu bukan nilai (value free), tetapi
syarat nilai (value laden). Ilmu bias dijadikan alat yang sangat luas dan tajam
bagi penyebarluaskan cara dan pandangan hidup suatu kebudayaan.
Syeh
Muhammad Naquin At-Attas menyadari terdapatnya persamaan antara islam
dengan filsafat dan sain modern menyangkut
sumber dan metode ilmu, pengetahuan secara nalar dan empiris, kombinasi
realism, idealism dan pragmatism sebagai fondasi kognitif bagi filsapat sains,
proses dam filsapat sains. Tapi bagaimanapun, ia menegaskan terdapat juga
sejumlah perbedaan mendasar dalam pandangan hidup (divergent worldview)
mengenai realitas akhir. Baginya, dalam islam, wahyu merupakan sumber ilmu
tentang realitas dan kebenaran akhir berkenaan dengan makhluk ciptaan dan
pencipta (Islam and Seculrisme, Hal 134).
Wahyu merupakan dasar
kepada kerangka metafisis untuk mengupas filsapat sains sebagai sebuah system
yang menggmbarkan realitas dan kebenaran dari sudut pandang rasionalisme dan empirisme. Tanpa
wahyu, ilmu pengetahuan ini hanya
berkaitan bersambung