Karena Dia Manusia Biasa
Fit QIA
10 Juli 2011 pukul 14:59
Email ini dipetik daripada seorang sahabat, dan saya forwardkan untuk manfaat kepada diri saya dan semua.
Semoga
bermanfaat baik untuk yang melamar ataupun yang dilamar, ataupun bagi
yang sudah berumah tangga. Renungan buat yang sedang mencari pasangan
hidup ataupun yang sedang mengemudi bahtera rumah tangga. Mengapa?
Kerana Dia Manusia Biasa.
Setiap kali ada sahabat yang
ingin menikah, saya selalu mengajukan pertanyaan yang sama. Kenapa kamu
memilih dia sebagai suami/isterimu? Jawappannya ada bermacam-macam.
Bermula dengan jawapan kerana Allah hinggalah jawapan duniawi. Tapi ada
satu jawapan yang sangat menyentuh di hati saya. Hingga saat ini saya
masih ingat setiap butir percakapannya. Jawapan dari salah seorang teman
yang baru saja menikah. Proses menuju pernikahannya sungguh ajaib.
Mereka hanya berkenalan 2 bulan. Kemudian membuat keputusan menikah.
Persiapan pernikahan mereka hanya dilakukan dalam waktu sebulan saja.
Kalau dia seorang akhwat, saya tidak hairan. Proses pernikahan seperti
ini selalu dilakukan. Dia bukanlah akhwat, sebagaimana saya. Satu hal
yang pasti,dia jenis wanita yang sangat berhati-hati dalam memilih
suami. Trauma dikhianati lelaki membuat dirinya sukar untuk membuka
hati. Ketika dia memberitahu akan menikah, saya tidak menganggapnya
serius. Mereka berdua baru kenal sebulan. Tapi saya berdoa, semoga
ucapannya menjadi kenyataan. Saya tidak ingin melihatnya menangis lagi.
Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan tarikh pernikahannya.
Serta meminta saya untuk memohon cuti, agar dapat menemaninya semasa
majlis pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya.
Saya
ingin tahu! Mengapa dia begitu mudah menerima lelaki itu. Ada apakah
gerangan? Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia boleh memutuskan
untuk bernikah secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk ketika
itu(benar-benar sibuk). Saya tidak dapat membantunya mempersiapkan
keperluan pernikahan. Beberapa kali dia menelefon saya untuk meminta
pendapat tentang beberapa perkara. Beberapa kali saya telefon dia untuk
menanyakan perkembangan persiapan pernikahannya. Kami tenggelam dalam
kesibukan masing-masing. Saya mengambil cuti 2 hari sebelum
pernikahannya. Selama cuti itu saya memutuskan untuk menginap di
rumahnya. Pukul 11 malam sehari sebelum pernikahannya, baru kami dapat
berbual -hanya-berdua. Hiruk-pikuk persiapan akad nikah esok pagi,
sungguh membelenggu kami. Pada awalnya kami ingin berbual tentang banyak
hal. Akhirnya, dapat juga kami berbual berdua. Ada banyak hal yang
ingin saya tanyakan. Dia juga ingin bercerita banyak perkara kepada
saya. Beberapa kali Mamanya mengetuk pintu, meminta kami tidur.
"Aku tak boleh tidur." Dia memandang saya dengan wajah bersahaja.
Saya faham keadaanya ketika ini.
"Matikan saja lampunya, biar disangka kita dah tidur."
"Ya.. ya." Dia mematikan lampu neon bilik dan menggantinya dengan lampu yang samar.
Kami
meneruskan perbualan secara berbisik-bisik. Suatu hal yang sudah lama
sekali tidak kami lakukan. Kami berbual banyak perkara, tentang masa
lalu dan impian-impian kami. Wajah keriangannya nampak jelas dalam
kesamaran. Memunculkan aura cinta yang menerangi bilik ketika itu.
Hingga akhirnya terlontar juga sebuah pertanyaan yang selama ini saya
pendamkan. "Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu bangkit
dari baringnya sambil meraih telefon bimbitnya dibawah bantalku.
Perlahan dia membuka laci meja hiasnya. Dengan bantuan lampu LCD
handphone dia mengais lembaran kertas didalamnya. Perlahan dia menutup
laci kembali lalu menyerahkan sekeping sampul kepada saya. Saya menerima
handphone dari tangannya. Sampul putih panjang dengan cop surat
syarikat tempat calon suaminya bekerja. Apa ini?. Saya melihatnya tanpa
mengerti.
Eeh..., dia malah ketawa geli hati.
"Buka aja."
Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas putih bersaiz A4, saya melihat warnanya putih. "Teruknya dia ni."
Saya menggeleng-gelengka n kepala sambil menahan senyum.
Sementara
dia cuma ketawa melihat ekspresi saya. Saya mula membacanya. Saya
membaca satu kalimat diatas, dibarisan paling atas. Dan sampai saat
inipun saya masih hafal dengan kata-katanya. Begini isi surat
itu........
************ ********* *******
Kepada
...... Calon isteri saya, calon ibu anak-anak saya, calon menantu Ibu
saya dan calon kakak buat adik-adik saya Assalamu'alaikum Wr Wb. Mohon
maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini hingga
akhir. Baru kemudian silakan dibuang atau dibakar, tapi saya mohon,
bacalah dulu sampai selesai. Saya, yang bernama_____menginginkan
anda______ untuk menjadi isteri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya
manusia biasa. Buat masa ini saya mempunyai pekerjaan. Tetapi saya
tidak tahu apakah kemudiannya saya akan tetap bekerja. Tapi yang pasti
saya akan berusaha mendapatkan rezeki untuk mencukupi keperluan isteri
dan anak-anakku kelak. Saya memang masih menyewa rumah. Dan saya tidak
tahu apakah kemudiannya akan terus menyewa selamannya. Yang pasti, saya
akan tetap berusaha agar isteri dan anak-anak saya tidak kepanasan dan
tidak kehujanan. Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak
kelemahan dan beberapa kelebihan. Saya menginginkan anda untuk
mendampingi saya. Untuk menutupi kelemahan saya dan mengendalikan
kelebihan saya. Saya hanya manusia biasa. Cinta saya juga biasa saja.
Oleh kerana itu Saya menginginkan anda supaya membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa. Saya tidak tahu apakah kita
nanti dapat bersama-sama sampai mati. Kerana saya tidak tahu suratan
jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat tenaga menjadi suami
dan ayah yang baik. Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak
tahu kenapa saya memilih anda. Saya sudah sholat istikharah
berkali-kali, dan saya semakin mantap memilih anda. Yang saya tahu, Saya
memilih anda kerana Allah. Dan yang pasti, saya menikah untuk
menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah. Saya tidak berani
menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin menjadi lebih
baik dari sekarang ini. Saya memohon anda sholat istiqarah dulu sebelum
memberi jawapan pada saya. Saya beri masa minima 1 minggu, maksima 1
bulan. Semoga Allah redha dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin
Wassalamu'alaikum Wr Wb
************ ********* *********
Saya
memandang surat itu lama. Berkali-kali saya membacanya. Baru kali ini
saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah. Sederhana, jujur dan
realistik. Tanpa janji-janji yang melambung dan kata yang
berbunga-bunga. Surat cinta biasa. Saya menatap sahabat disamping saya.
Dia menatap saya dengan senyum tertahan.
"Kenapa kamu memilih dia.....?"
"Kerana dia manusia biasa......." Dia menjawab mantap.
"Dia
sedar bahawa dia manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur
hidupnya. Yang aku tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak
menjanjikan apa-apa. Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada
kami kemudian hari. Entah kenapa, justeru itu memberikan kesenangan
tersendiri buat aku.."
"Maksudnya?"
"Dunia
ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu esok masih ada dan
menjadi milik kita. Betul tak? Paling tidak.... Aku tau bahawa dia tidak
akan frust kalau suatu masa nanti kami jadi miskin. "
Ssttt....."Saya menutup mulutnya.
Khuatir
kalu ada yang tau kami belum tidur. Terdiam kami memasang telinga.
Sunyi. Suara jengkering terdengar nyaring diluar tembok. Kami saling
berpandangan lalu gelak sambil menutup mulut masing-masing.
"Udah tidur. Esok kamu mengantuk, aku pula yang dimarahi Mama."
Kami kembali berbaring. Tapi mata ini tidak boleh pejam. Percakapan kami tadi masih terngiang terus ditelinga saya.
"Gik.....?" "Tidur.....Dah malam." Saya menjawab tanpa menoleh padanya.
Saya
ingin dia tidur, agar dia kelihatan cantik jelita esok pagi. Rasa
mengantuk saya telah hilang, rasanya tidak akan tidur semalaman ini.
Satu lagi pelajaran dari pernikahan saya peroleh hari itu. Ketika
manusia sedar dengan kemanusiaannya.
Sedar bahawa ada hal
lain yang mengatur segala kehidupannya. Begitu juga dengan sebuah
pernikahan. Suratan jodoh sudah terpahat sejak roh ditiupkan dalam
rahim. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana dan berapa lama
pernikahannya kelak. Lalu menjadikan proses menuju pernikahan bukanlah
sebagai beban tetapi sebuah 'proses usaha'. Betapa indah bila proses
menuju pernikahan mengabaikan harta, takhta dan 'nama'. Status diri yang
selama ini melekat dan dibanggakan (aku anak orang ini/itu),
ditanggalkan. Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah dijadikan
pertimbangan yang utama. Pernikahan hanya dilandasi kerana Allah semata.
Diniatkan untuk ibadah. Menyerahkan segalanya pada Allah yang membuat
senarionya. Maka semua menjadi indah. Hanya Allah yang mampu
menggerakkan hati setiap hamba-NYA. Hanya Allah yang mampu memudahkan
segala urusan. Hanya Allah yang mampu menyegerakan sebuah pernikahan.
Kita hanya boleh memohon keredhaan Allah. MemintaNYA mengurniakan
barakah dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah jua yang akan menjaga
ketenangan dan kemantapan untuk menikah. Jadi, bagaimana dengan cinta?
Ibu saya pernah berkata, Cinta itu proses. Proses dari ada, menjadi
hadir,lalu tumbuh, kemudian merawatnya. Agar cinta itu dapat bersemi
dengan indah menaungi dua insan dalam pernikahan yang suci. Cinta tumbuh
kerana suami/isteri (belahan jiwa). Cinta paling halal dan suci. Cinta
dua manusia biasa, yang berusaha menggabungkannya agar menjadi cinta
yang luar biasa. Amin.