KRITERIA HADIS QUDSI DAN PENJELASANNYA


HADIS QUDSI DAN PENJELASAN 

Oleh: Ibnu Muchtar

Hadis merupakan wahyu maknawi (secara makna) yang disampaikan kepada Nabi saw. melalui salah satu cara penurunan wahyu. Meskipun kandungan maknanya bersumber dari Allah, tetapi redaksi atau kalimat-kalimatnya disusun oleh Nabi saw. Dilihat dari segi redaksi inilah hadis terbagi kepada dua macam, yaitu hadis nabawi dan hadis qudsi.
Pengertian Hadis Qudsi
Kata qudsi ( قدسي ) dihubungkan kepada kata quds ( قدس ) yang berarti suci. Secara bahasa hadis qudsi adalah hadis yang disandarkan atau dihubungkan kepada Dzat Yang Maha Suci, yaitu Allah swt. Sedangkan secara istilah hadis qudsi adalah “setiap ucapan yang disandarkan kepada Allah oleh Rasulullah saw.”
Dari pengertian ini timbul pertanyaan mengapa ada hadis yang disandarkan kepada Allah? Bukankah hadis itu disandarkan kepada Rasul? Bukankah sabda Allah itu disebut Alquran bukan hadis? Berdasarkan definisi atau pengertian hadis qudsi tersebut, maka kita dapat memahami bahwa kata hadis dihubungkan kepada Allah karena Nabi yang menegaskan bahwa itu kalam Allah, hanya saja mempergunakan lafal yang disusun oleh Nabi saw. Oleh karena itu, hadis qudsi disebut juga hadis ilahi atau hadis rabbani. Adapun kata hadis disifati kata quds (suci) untuk menunjukan penghormatan/pengagungan.
Perbedaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi
Sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas bahwa hadis qudsi dan hadis nabawi merupakan wahyu maknawi, yaitu maknanya dari Allah sedangkan lafalnya dari Nabi sendiri. Meskipun demikian terdapat perbedaan di antara keduanya.
1. Pada hadis qudsi terdapat penisbahan kepada Allah secara tegas dari Rasulullah dengan kata-kata “Allah ta’ala berfirman”. Sedangkan pada hadis nabawi tidak ada.
2. Kandungan hadis qudsi menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan akidah dan sedikit sekali menerangkan tentang hukum. Sedangkan kandungan hadis nabawi lebih luas dari itu.
3. Hadis qudsi berbicara tentang kalam Allah, sedangkan hadis nabawi berbicara tentang peri kehidupan Rasul (perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat).
Bentuk periwayatan hadis qudsi
Hadis qudsi diriwayatkan melalui dua bentuk:
A.      (قال رسول الله فيما يرويه عن ربه)
Rasul bersabda tentang hadis yang diriwayatkannya dari Tuhannya
Contohnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللَّهِ مَلْأَى لَا تَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw. tentang hadis yang ia riwayatkan dari tuhannya : “Tangan Allah itu penuh, tidak akan dikurangi oleh nafaqah, baik pada waktu malam maupun siang…” H.R. Al Bukhari, Fathul Bari VIII:449 No. hadis 4684

B.      (قال رسول الله قال الله أو يقول الله تعال)
Rasul bersabda, "Allah berfirman"
contohnya :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, ”Allah ta’ala berfirman,’Aku sesuai sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia mengingatku. Jika ia mengingatku dalam dirinya Aku mengingatnya dalam diriKu. Dan apabila ia menyebutKu pada satu kumpulan orang  Aku menyebutnya pada satu kumpulan orang  yang lebih baik darinya…” H.R. Al Bukhari, Fathul Bari XIII:473 No. hadis 7405  dan Muslim, Shahih Muslim II:492 No. hadis 2675.
Dari kedua bentuk periwayatan di atas, maka bentuk kedualah yang paling banyak dipergunakan.
Status dan jumlah Hadis Qudsi
 Dilihat dari segi maqbul (diterima) dan mardud (ditolak) hadis qudsi ini sama dengan hadis nabawi, ada yang shahih, hasan, dhaif, bahkan maudhu. Untuk menentukan derajatnya perlu diteliti keadaan sanad, para rawi, dan matannya. Apabila sanad dan matannya shahih, maka hadis qudsi itu maqbul. Dan apabila dhaif maka hadis itu mardud. Contoh hadis qudsi yang dhaif :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ أَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
Dari  Nabi saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Aku bersama hambaKu apabila ia ingat kepadaKu, dan kedua bibirnya bergerak karena (menyebut) Aku.” -H.R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah IV:242 No. 3792 dan Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban II:92 No. 812-
Hadis qudsi ini dhaif, karena pada sanad Ibnu Hiban terdapat seorang rawi bernama Ayyub bin Suwaid. Kata Ibnu Ma’in, “Ia mencuri beberapa hadis”,  Abu Hatim berkata, “Ia buruk hapalan, sering salah.” (Lihat, Tahdzibul Kamal III:476).
Sedangkan pada sanad Ibnu Majah terdapat rawi yang bernama Muhammad bin mus'ab. Al Khatib berkata, “Ia banyak salah dalam meriwayatkan hadis dari hapalannya.” Abdurrahman bin Yusuf berkata, “Munkarul Hadits.” Tahdzibul Kamal XXVI:463
Adapun dari segi jumlah hadis qudsi tidak banyak bila dibandingkan dengan hadis nabawi. Menurut penelitian lembaga Alquran dan hadis sub dari Dewan tertinggi Agama Islam Mesir, jumlah hadis qudsi mencapai 400 buah, yang dihimpun dari kutubus Sittah (7 kitab induk hadis; Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasai, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad). Sedangkan menurut penelitian Syekh Muhammad Al Madani jumlahnya mencapai 863 buah. Jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil penelitian para ulama sebelumnya yaitu mencapai  200 lebih.
Kitab-kitab tentang hadis qudsi
Begitu pentingnya keberadaan hadis qudsi disamping hadis Nabawi, maka para ulama telah menghimpun hadis itu pada kitab tersendiri, antara lain
1. Al Maqashidus Sunniyyah fil Ahaditsil Ilahiyyah, karya Abul Qasim Ali bin Bulban al-Maqdisi (W.648 H/1250 M). Diterbitkan oleh Dar el-Turats Madinah al-Munawwarah pada tahun 1403 H/1983 M, dengan tahqiq (editing) oleh Muhyiddin al-Khathrawi.
2. Al-Ittihafatus Sunniyyah fil Ahaditsil Qudsiyyah, karya Syekh Muhammad al-Madani (W. 1200 H/1785 M). Jumlah hadis qudsi yang berhasil dihimpun sebanyak 863 buah. Jumlah ini diseleksi dari kitab Jam’ul Jawami’, al-Jami’ush Shagir, dan ad-Durrul Mantsur fit Tafsiri bil Ma’tsur, semuanya karya as-Suyuthi. Kemudian dari kitab Kunuzul Haqiq karya al-Manawi, dan dari kitab-kitab lainnya.
3. Al-Ittihafatus Sunniyyah fil  Ahaditsil Qudsiyyah, karya Abdurrauf Ibnu Ali al-Munawi . Beliau menghimpun 272 hadis.
4. Al-Ahaditsul Qudsiyyah, disusun oleh lembaga Alquran dan hadis sub dari Dewan tertinggi Agama Islam Mesir. Hadis qudsi yang berhasil dikumpulkan mencapai 400 buah, yang diseleksi dari kutubus Sittah, yakni Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasai, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad. Kitab ini telah dicetak berulang kali oleh Dewan tersebut.



Syarah
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى...
Pendengar setia RRI yang dimulyakan Allah
Alhamdulillah atas izin Allah kita dapat dipertemukan kembali untuk melanjutkan kajian ilmu hadis bagian ke-3. Pada pertemuan sebelumnya hari Sabtu 14 April 2007 telah kita kaji tentang kriteria atau pengertian hadis nabawi. Sedangkan materi kajian pada hari ini adalah tentang hadis qudsi. Namun sebelum menjelaskan apa yang dimaksud hadis qudsi itu, kami perlu menyampaikan terlebih dahulu latar belakang mengapa ada istilah hadis qudsi?
Istilah hadis qudsi mulai dipergunakan oleh para ulama mutaakhirin, yakni setelah abad ke-4 hijriah/abad ke-10 masehi. Istilah ini dimunculkan setelah mereka mengetahui adanya firman Allah yang tidak termasuk Alquran, yaitu dalam beberapa hadisnya Nabi secara tegas menyebut kata-kata “qaalallahu ta'ala" (Allah ta’ala berfirman)”. Untuk membedakan antara firman Allah di dalam Alquran dengan firman Allah di dalam hadis Nabi tersebut, maka para ulama menyebut firman Allah di luar Alquran itu dengan istilah hadis qudsi.
Pendengar setia RRI yang dimulyakan Allah
Kata qudsi ( قدسي ) dihubungkan kepada kata quds ( قدس ) yang berarti suci. Dengan demikian, secara bahasa hadis qudsi adalah hadis yang disandarkan atau dihubungkan kepada Dzat Yang Maha Suci, yaitu Allah swt. Sedangkan secara istilah hadis qudsi adalah “suatu hadis yang berisi firman Allah yang disampaikan kepada Nabi, kemudian Nabi menerangkannya dengan menggunakan susunan katanya sendiri dan menyandarkannya kepada Allah.”
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut, maka kita dapat memahami bahwa hadis qudsi itu maknanya dari Allah sedangkan susunan katanya dari Rasulullah. Karena itu hadis qudsi disebut juga hadis ilahi atau hadis rabbani. Adapun penyebutan quds (yang artinya suci) semata-mata untuk menunjukan pengagungan.
Dari definisi tersebut kita pun dapat mengetahui perbedaan antara hadis qudsi dan hadis nabawi/Nabi sebagai berikut:
1.        Pada hadis qudsi terdapat keterangan yang tegas dari Nabi dengan kata-kata “Allah ta’ala berfirman”. Sedangkan pada hadis nabawi tidak ada keterangan itu.
2.        Kandungan hadis qudsi menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan akidah dan sedikit sekali menerangkan tentang hukum. Sedangkan kandungan hadis nabawi lebih luas dari itu.
3.        Hadis qudsi berbicara tentang kalam Allah, sedangkan hadis nabawi berbicara tentang peri kehidupan Rasul, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat-sifat beliau.
Di samping itu, hadis qudsi juga berbeda dengan Alquran. Perbedaannya antara lain; (1) susunan kata dan makna Alquran berasal dari Allah, sedangkan hadis qudsi hanya maknanya yang berasal dari Allah; (2) Alquran mengandung mukjizat, sedangkan hadis qudsi tidak mengandung mukjizat; (3) membaca Alquran termasuk amal ibadah, sedangkan membaca hadis qudsi tidak termasuk ibadah; (4) periwayatan Alquran tidak boleh hanya maknanya saja, sedangkan hadis qudsi boleh diriwayatkan hanya dengan maknanya. Inilah beberapa faktor yang membedakan hadis qudsi dengan Alquran.
Pendengar setia RRI yang dimulyakan Allah (Bentuk periwayatan)
Perlu diketahui bahwa dalam meriwayatkan hadis qudsi itu Nabi seringkali menggunakan dua bentuk ungkapan
a.    (قال رسول الله فيما يرويه عن ربه)
Yang artinya "Rasul bersabda tentang hadis yang diriwayatkannya dari Tuhannya", sebagai contoh bentuk ini adalah hadis sebagai berikut
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ وَقَالَ يَدُ اللَّهِ مَلْأَى لَا تَغِيضُهَا نَفَقَةٌ سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah saw. tentang hadis yang ia riwayatkan dari tuhannya: “Berinfaklah, berinfaklah sebagai tanggung jawabmu. Dan Allah berfirman: Tangan Allah itu penuh, tidak akan dikurangi oleh nafaqah, baik pada waktu malam maupun siang…” H.R. Al Bukhari, Fathul Bari VIII:449 No. hadis 4684
b.     (قال رسول الله قال الله أو يقول الله تعال)
Yang artinya: "Rasul bersabda, 'Allah berfirman', sebagai contoh bentuk ini adalah hadis sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, ”Allah ta’ala berfirman,’Aku sesuai sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia mengingatku. Jika ia mengingatku dalam dirinya Aku mengingatnya dalam diriKu. Dan apabila ia menyebutKu pada satu kumpulan orang  Aku menyebutnya pada satu kumpulan orang  yang lebih baik darinya…” H.R. Al Bukhari, Fathul Bari XIII:473 No. hadis 7405  dan Muslim, Shahih Muslim II:492 No. hadis 2675.
Dari kedua bentuk periwayatan di atas, yakni qala rasulullah fima yarwihi 'an rabbihi dan qaala Rasulullah qaallahu ta'ala, maka bentuk kedualah yang paling banyak dipergunakan.
Pendengar setia RRI yang dimulyakan Allah (Status dan jumlah Hadis Qudsi)
 Dilihat dari segi maqbul (diterima) dan mardud (ditolak)nya hadis qudsi ini sama dengan hadis nabawi, ada yang shahih, hasan, dhaif (lemah), bahkan maudhu (palsu). Untuk menentukan derajatnya perlu diteliti keadaan sanad, para rawi, dan matannya. Apabila sanad dan matannya shahih, maka hadis qudsi itu maqbul (diterima), artinya dapat dipastikan bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Dan apabila dhaif (lemah) maka hadis itu mardud (ditolak), artinya dapat dipastikan tidak bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Sebagai contoh hadis qudsi yang dhaif :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ أَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
Dari  Nabi saw. beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Aku bersama hambaKu apabila ia ingat kepadaKu, dan kedua bibirnya bergerak karena (menyebut) Aku.” -H.R. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah IV:242 No. 3792 dan Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban II:92 No. 812-
Hadis qudsi ini dhaif, karena pada sanad Ibnu Hiban terdapat seorang rawi bernama Ayyub bin Suwaid. Kata Ibnu Ma’in, “Ia mencuri beberapa hadis”,  Abu Hatim berkata, “Ia buruk hapalan, sering salah.” (Lihat, Tahdzibul Kamal III:476).
Sedangkan pada sanad Ibnu Majah terdapat rawi yang bernama Muhammad bin mus'ab. Al Khatib berkata, “Ia banyak salah dalam meriwayatkan hadis dari hapalannya.” Abdurrahman bin Yusuf berkata, “Munkarul Hadits.” Tahdzibul Kamal XXVI:463
Jadi yang daif itu bukan Allah dan Rasulnya, tetapi orang yang meriwayatkan dan menyandarkan hadis itu kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pendengar setia RRI yang dimulyakan Allah
Dilihat dari segi jumlah hadis qudsi tidak banyak bila dibandingkan dengan hadis nabawi. Menurut penelitian lembaga Alquran dan hadis sub dari Dewan tertinggi Agama Islam Mesir, jumlah hadis qudsi mencapai 400 buah, yang dihimpun dari kutubus Sittah (7 kitab sumber pokok hadis, yakni Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Daud, Sunan an-Nasai, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad). Sedangkan menurut penelitian Syekh Muhammad Al Madani jumlahnya mencapai 863 buah. Jumlah ini lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil penelitian para ulama sebelumnya yaitu mencapai  200 lebih. Sedangkan menurut penelitian kami, hadis qudsi yang dimuat di dalam shahih al-Bukhari sebanyak 59 hadis. Sedangkan dalam Shahih Muslim sekitar 57 hadis.
Kitab-kitab tentang hadis qudsi
Begitu pentingnya keberadaan hadis qudsi disamping hadis Nabawi, maka para ulama telah berupaya mengumpulkan dan menghimpunnya pada kitab tersendiri, antara lain
1.         Al Maqashidus Sunniyyah fil Ahaditsil Ilahiyyah, karya Abul Qasim Ali bin Bulban al-Maqdisi (W.648 H/1250 M). Diterbitkan oleh Dar el-Turats Madinah al-Munawwarah pada tahun 1403 H/1983 M, dengan tahqiq (editing) oleh Muhyiddin al-Khathrawi.
2.         Al-Ittihafatus Sunniyyah fil Ahaditsil Qudsiyyah, karya Syekh Muhammad al-Madani (W. 1200 H/1785 M). Jumlah hadis qudsi yang berhasil dihimpun sebanyak 863 buah. Jumlah ini diseleksi dari kitab Jam’ul Jawami’, al-Jami’ush Shagir, dan ad-Durrul Mantsur fit Tafsiri bil Ma’tsur, semuanya karya as-Suyuthi. Kemudian dari kitab Kunuzul Haqiq karya al-Manawi, dan dari kitab-kitab lainnya.
3.         Al-Ittihafatus Sunniyyah fil  Ahaditsil Qudsiyyah, karya Abdurrauf Ibnu Ali al-Munawi . Beliau menghimpun 272 hadis.
4. Al-Ahaditsul Qudsiyyah, disusun oleh lembaga Alquran dan hadis sub dari Dewan tertinggi Agama Islam Mesir. Hadis qudsi yang berhasil dikumpulkan mencapai 400 buah, yang diseleksi dari 7 kitab sumber pokok hadis yang telah disebutkan tadi Kitab ini telah dicetak berulang kali oleh Dewan tersebut.
Demikian pembahasan ringkas tentang kriteria hadis Qudsi yang dapat disampaikan pada pertemuan ini, insya Allah pada sabtu yang akan datang kita kaji tentang: apa yang dimaksud dengan hadis Mutawatir? Aqulu qauli hadza…

1.         Al Maqashidus Sunniyyah fil Ahaditsil Ilahiyyah, karya Abul Qasim Ali bin Bulban al-Maqdisi (W.648 H/1250 M). Diterbitkan oleh Dar el-Turats Madinah al-Munawwarah pada tahun 1403 H/1983 M, dengan tahqiq (editing) oleh Muhyiddin al-Khathrawi.
2.         Al-Ittihafatus Sunniyyah fil Ahaditsil Qudsiyyah, karya Syekh Muhammad al-Madani (W. 1200 H/1785 M). Jumlah hadis qudsi yang berhasil dihimpun sebanyak 863 buah. Jumlah ini diseleksi dari kitab Jam’ul Jawami’, al-Jami’ush Shagir, dan ad-Durrul Mantsur fit Tafsiri bil Ma’tsur, semuanya karya as-Suyuthi. Kemudian dari kitab Kunuzul Haqiq karya al-Manawi, dan dari kitab-kitab lainnya.
3.         Al-Ittihafatus Sunniyyah fil  Ahaditsil Qudsiyyah, karya Abdurrauf Ibnu Ali al-Munawi . Beliau menghimpun 272 hadis.
4. Al-Ahaditsul Qudsiyyah, disusun oleh lembaga Alquran dan hadis sub dari Dewan tertinggi Agama Islam Mesir. Hadis qudsi yang berhasil dikumpulkan mencapai 400 buah, yang diseleksi dari 7 kitab sumber pokok hadis yang telah disebutkan tadi Kitab ini telah dicetak berulang kali oleh Dewan tersebut.

Demikian pembahasan ringkas tentang kriteria hadis Qudsi yang dapat disampaikan pada pertemuan ini, insya Allah pada sabtu yang akan datang kita kaji tentang: apa yang dimaksud dengan hadis Mutawatir? Aqulu qauli hadza…



Pengunjung