Ibnu Taimiyah, Dai dan Mujahid Besar



Ibnu Taimiyah, Dai dan Mujahid Besar


Demi Allah, tidaklah benci kepada Ibnu Taimiyah melainkah orang yang bodoh atau pengikut hawa nafsu. Qodhinya para qadhi Abdul Bar As-Subky

NAMA DAN NASAB

Beliau adalah imam, Qudwah, `Alim, Zahid dan Da`i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah daan penghidup sunah Rasul shalallahu`alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy.Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu`ul Awal tahun 661H.

Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.

Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta`ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.

PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU
Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur`an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.

Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.

Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu`jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu`alaihi wa sallam.

Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.

Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha` dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.

PUJIAN ULAMA Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.

Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam serta lebih ittiba` dibandingkan beliau.

Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.

Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-`Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma`ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta`dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya .. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya .. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.

Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.

DA`I, MUJAHID, PEMBASMI BID`AH DAN PEMUSNAH MUSUH Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da`i yang tabah, liat, wara`, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.

Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: …tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari… Akhirnya dengan izin Allah Ta`ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.

Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.

KEHIDUPAN PENJARA Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal`ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.

Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:

Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!

Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku

Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku

dan tiada pernah tinggalkan aku.

Aku, terpenjaraku adalah khalwat

Kematianku adalah mati syahid

Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.

Beliau pernah berkata dalam penjara:

Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.

Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid`ah.

Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari`at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.

Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid`ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.

Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.

WAFATNYA

Beliau wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-`Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.

Beliau berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur`an. Dikisahkan, dalam tiah harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur`an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.

Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.

Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara`, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.

Seorang saksi mata pernah berkata: Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.

Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da`i, mujahidd, pembasmi bid`ah dan pemusnah musuh. Wallahu a`lam.

Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma`rifah–Dimasyq. hal. Depan

Ibnu Taimiyah
Bidang : Pemikir Islam | Hits : 16
 
Ibnu Taimiyah adalah ahli fiqh Mazhab Hambali. Pengaruh pemikirannya sangat besar terhadap gerakan Wahabi, dan kelompok-kelompok agama yang ekstrem yang ada di duni Islam saat ini.

Beliau adalah contoh hidup untuk menjelaskan pengaruh negara dan masyarakat. Ketika terjadi bencana yang ditimbulkan oleh Moghul, beliau sedang berada di Damaskus. Beliau berbicara kepada manusia mengenai pentingnya perjuangan. Ucapan beliau meninggalkan kesan dalam jiwa para pemimpin dan sultan. Setelah tentera Moghul disingkirkan dari Damaskus, di bawah pimpinan Qazan, Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya mengunjungi kedai-kedai yang menjual arak dan memmecahkan semua botol-botol arak. Beliau menyerang dengan pena dan lidahnya, semua kelompok Islam, seperti Khawarij, Syi?ah, Murji?ah, Qadariyah, dan sebagainya.

Sudah menjadi fitrah alam, tindakan kekerasan terhadap musuh-musuhnya mendapat reaksi yang keras juga. Ada yang menuduh beliau seorang yang berdosa. Ada juga yang meminta sultan mengenakan hukuman kepada beliau. Beberapa tahun lamanya beliau menghabiskan masa di dalam penjara di Damaskus dan Mesir. Beliau menghabiskan masanya di salah sebuah penjara di Damaskus hingga meninggal dunia.

Ibnu Taimiyah meninggalkan karya penulisan yang sangat banyak kepada kita. Beliau membetulkan para sufi dan juga para fuqaha?. Beliau ingin kepada satu pandangan yang baru. Menurut beliau adalah tdak berdosa seseorang itu mengeluarkan pendapat yang berbeza dengan pendapat para ulama. Beliau juga memerangi orang-orang yang mengamalkan bid?ah dan syirik.

Beliau menentang keras mereka yang menentangnya daan sangat ketat dalam melaksanakan al-amr bil ma?ruf wa al-nahyu ?an munkar. Beliau memikul sendiri tanggungjawab dan tgas mengawasi manusia, besar ataupun kecil, agar mereka selalu menjaga adab sopan Islam dan perilaku mereka.

Menurut beliau, umat Islam merupakan umat yang utama. Tiada umat yang lain yang telah ditetapkan Allah malalui al-Quran dan Al-Hadith, bagi mewujudkan apa yang Allah kehendaki di muka bumi ini. Semua anggota umat itu perlu bersatu untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kejahatan.

Bagi memastikan tujuan itu tercapai, haruslah didirikan sebuah daulah atau kerajaan yang memeimpin Negara Islam tersebut yang menegakkan keadilan dan memastikan manusi melaksanakan kewajipan agama mereka, hidup bermasyarakat dengan baik, serta menjaga agar penguasa tidak melakukan penipuan dan korupsi.

Sunday, March 19, 2006 - IBNU TAIMIYYAH DALAM PANDANGAN PARA IMAM AHLU SUNNAH

Ibnu Taimiyyah yang lahir pada tahun 661 Hijrah dalam keluarga
Hambali di kota Haran. Ibnu Taimiyyah tumbuh di dalam lingkungan
keluarga ini, dan belajar kepada ayahnya, yang telah memperuntukkan
kursi untuknya di Damaskus setelah kepindahannya ke sana. Ibnu
Taimiyyah juga belajar kepada orang lain dalam bidang ilmu hadis,
ilmu rijal al-hadis, ilmu bahasa, tafsir, fikih dan ushul. Setelah
ayahnya meninggal dunia, Ibnu Taimiyyah memimpin majlis pelajaran
yang ditinggalkan ayahnya.

Dia memanfaatkan mimbar yang ada untuk berbicara mengenai sifat-sifat
Allah SWT, dengan menyebutkan argumentasi-argumentasi yang memperkuat
keyakinan orang-orang yang berpegang kepada paham tajsim. Ini tampak
jelas sekali ketika dia menjawab pertanyaan2 yang dilontarkan oleh
penduduk Hamah kepadanya tentang ayat2 sifat. Seperti firman2 Allah
SWT yang berbunyi, "Tuhan Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas
'`Arsy", seperti firman Allah SWT yang berbunyi, "Kemudian Dia menuju
ke langit", dan seperti sabda Rasulullah saw yang berbunyi,
"Sesungguhnya hati anak Adam berada di antara dua jari Tuhan Yarig
Maha Pemurah". Ibnu Taimiyyah menjawab pertanyaan2 mereka melalui
risalah yang panjang, yang kemudian dinamakan dengan "keyakinan
Hamawiyyah".

Di dalam risalahnya itu tersingkap keyakinannya tentang faham tajsim
(menjasmanian Allah SWT) dan tasybih(menyerupakan Allah SWT dengan
Makhluk), namun dengan tidak secara terang2, melainkan dengan
menggunakan kata2 yang samar, yamg kalau sekiranya kata2 itu
dihilangkan niscaya akan tampak jelas kenyataan yang sesungguhnya.
Risalahnya ini telah menimbulkan kegegeran di kalangan para ulama.
Para ulama mengecamnya, dan Ibnu Taimiyyah pun meminta perlindungan
kepada penguasa Damaskus yang telah membantunya. Ibnu Katsir
menuturkan peristiwa ini, "Telah terjadi malapetaka besar bagi Syeikh
Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah di kota Damaskus. Sekelompok para fukaha
bangkit menentangnya, dan hendak menghadirkannya ke majlis hakim
Jalaluddin al-Hanafi, namun dia tidak hadir. Maka dia pun dipanggil
ke pusat kota untuk ditanyai mengenai keyakinan yang pernah
ditanyakan penduduk Hamah kepadanya, yang dinamakan dengan "keyakinan
Hamawiyyah".

Amir Saifuddin Ja'an berpihak kepada Ibnu Taimiyyah, dan
dia mengirim surat untuk meminta orang2 yang telah menentang Ibnu
Taimiyyah. Melihat itu, sebagian besar dari mereka pun bersembunyi.
Sultan Saifuddin Ja'an memukuli sekelompok orang yang memprotes
akidah yang diajarkan oleh Ibnu Taimiyyah, sehingga sebagian yang
lainnya pun menjadi diam." [Al-Bidayah wa an-Nihayah, jld 14, hal 4-
5].

Para ulama bersikap diam terhadap keyakinan yang menyimpang,
dikarenakan kekuatan penguasa mendukung keyakinan yang menyimpang
itu. Dengan begitu, Ibnu Taimiiyah mendapat kesempatan untuk
berbicara sesukanya.

Seorang saksi mata, yang merupakan seorang pengembara terkenal yang
bernama Ibnu Bathuthah, telah menukilkan kepada kita tentang
keyakinan Ibnu Taimiyyah mengenai Allah SWT. Dia mengatakan bahwa
secara kebetulan dia pernah menghadiri pelajaran Ibnu Taimiyyah
di mesjid Umawi. Ibnu Bathuthah berkata, "Ketika itu saya sedang
berada di kota Damskus. Maka pada hari Jumat saya pergi untuk
menghadiri pelajarannya. Di sana, saya menemukan dia tengah berbicara
di hadapan manusia di atas mimbar mesjid jami'. Salah satu dari
pembicaraannya ialah, 'Sesungguhnya Allah SWT turun ke langit dunia
sebagaimana turunnya saya ini', sambil dia memperagakan turun satu
tingkat anak tangga dari atas mimbar.

Seorang Fakih Maliki, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Zahra
memprotesnya dan mengecam apa yang dikatakannya. Melihat itu, para
hadirin berdiri menyerang Fakih Maliki tersebut. Mereka memukulinya
dengan tangan dan sendal, sehingga sorbannya jatuh, dan kemudian
tampak di atas kepalanya terdapat kain tipis dari sutera. Melihat
itu, mereka pun mengecam pakaian yang dipakainya, dan kemudian
membawanya ke rumah 'lzzuddin bin Muslim, seorang qadi Hanbali. Lalu
qadi itu memerintahkan supaya Fakih Maliki itu dipenjara dan
dipukul." [Rihlah Ibnu Bathuthah, hal 95]

Perkataan Ibnu Taimiiyah ini direkam oleh Ibnu Hajar al-'Asqalani di
dalam kitabnya ad-Durar al-Kaminah, jilid 1, hal 154. Dari
perkataannya ini tampak sekali kefanatikannya yang sangat terhadap
orang-orang yang mengakui sifat2 Allah SWT ini, hingga sampai batas
dia menyerupakan dirinya dengan Allah SWT. Sungguh ini merupakan
kekufuran yang sesungguhnya.

Dia menyembunyikan keyakinan2 ini dengan label keyakinan salaf. Dia
membuat kebohongan atas salaf dan berlindung kepada mereka, dengan
tujuan untuk menyembunyikan kejelekan2 keyakinannya.

Syahrestani membantah pengakuan Ibnu Taimiyyah yang mengatakan bahwa
mazhabnya adalah mazhab salaf di dalam kitabnya al-Milal wa an-Nihal,
"Sekelompok orang2 terkemudian bersikap berlebihan atas apa yang
telah dikatakan oleh kalangan salaf. Mereka mengatakan, 'Ayat2 ini
mau tidak mau harus diterapkan pada makna zhahirnya', sehingga
mereka pun jatuh ke dalam paham tasybih semata. Yang demikian itu
jelas bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh kalangan salaf.
Paham tasybih hanya ada pada orang-orang Yahudi, namun tidak pada
seluruh mereka," [Al-Milal wa an-Nihal, hal 84]

Ibnu Taimiyyah telah menipu masyarakat umum dengan generalisasi yang
dia lakukan. Sebagai contoh, dia mengatakan, "Adapun yang saya
katakan dan tulis sekarang, meskipun saya belum pernah me-
nuliskannya pada jawaban2 saya yang telah lalu, namun saya sudah
sering mengatakan di majlis2, 'Sesungguhnya berkenaan dengan seluruh
ayat sifat yang terdapat di dalam Al-Qur'an, tidak terdapat
perselisihan di kalangan para sahabat di dalam pentakwilannya. Saya
telah membaca berbagai tafsir yang ternukil dari para sahabat,
begitu juga hadis2 yang mereka riwayatkan, dan saya juga telah
menelaah banyak sekali kitab2 baik yang besar maupun yang kecil,
yang jumlahnya lebih dari seratus kitab tafsir, namun saya belum
menemukan seorang pun dari para sahabat, hingga saat ini, yang
mentakwil ayat2 sifat atau hadis2 sifat dengan sesuatu yang
bertentangan dengan pengertiannya yang sudah dikenal." [Tafsir Surah
an-Nur, Ibnu Taimiyyah, hal 178 - 179]

Dengan cara inilah masyarakat umum membenarkan perkataannya. Namun,
dengan sedikit saja kita merujuk kepada kitab-kitab tafsir ma 'tsurah
niscaya akan tampak bagi kita kebohongan Ibnu Taimiyyah. Apakah itu
di dalam ketidak-merujukkannya kepada kitab-kitab tafsir, atau di
dalam pengklaimannya akan tidak adanya takwil dari para sahabat
berkenaan dengan ayat2 sifat. Saya kemukakan beberapa contoh berikut
ini: Jika kita merujuk ke dalam kitab tafsir ath-Thabari, yang oleh
Ibnu Taimiyyah digambarkan sebagai berikut, "Di dalamnya tidak
terdapat bid'ah, dan tidak meriwayatkan dari orang-orang yang menjadi
tertuduh." [Al-Muqaddimah fi Ushul at-Tafsir, hal 51]

Ketika kita merujuk kepada ayat kursi, yang oleh Ibnu Taimiyyah
dianggap termasuk salah satu ayat sifat yang terbesar, sebagaimana
yang dia katakan di dalam kitab al-Fatawa al-Kabirah, jilid 6, hal
322, Thabari mengemukakan dua riwayat yang bersanad kepada Ibnu
Abbas, berkenaan dengan penafsiran firman Allah SWT yang
berbunyi, "Kursi Allah meliputi langit dan bumi. " Thabari
berkata, "Para ahli takwil berselisih pendapat tentang arti
kursi. Sebagian mereka berpendapat bahwa yang dimaksud adalah ilmu
Allah. Orang yang berpendapat demikian bersandar kepada Ibnu Abbas
yang mengatakan, 'Kursi-Nya adalah ilmu-Nya.' Adapun riwayat lainnya
yang juga bersandar kepada Ibnu Abbas mengatakan, 'Kursi-Nya adalah
ilmu-Nya. Bukankah kita melihat di dalam firman-Nya, 'Dan Allah
tidak merasa berat memelihara keduanya. '"[Tafsir ath-Thabari, jld
3, hal 7]

Perhatikanlah, betapa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah tidak lain
kebohongan yang nyata. Dia mengatakan, "Kalangan salaf tidak berbeda
pendapat sedikit pun di dalam masalah sifat", padahal Thabari
mengatakan, "Para ahli takwil berbeda pendapat". Ibnu Taimiyyah juga
mengatakan, "Saya tidak menemukan hingga saat sekarang ini seorang
sahabat yang mentakwil sedikit saja ayat-ayat sifat", disertai dengan
pengakuannya bahwa dia telah merujuk seratus kitab tafsir, padahal
Thabari menyebutkan dua riwayat yang berasal dari Ibnu Abbas.
Berikut ini contoh yang kedua, yang masih berasal dari kitab tafsir
Thabari. Pada saat menafsirkan firman Allah SWT yang berbunyi, "Dan
Allah Mahatinggi dan Mahabesar", Thabari berkata, "Para pengkaji
berbeda pendapat tentang makna firman Allah SWT yang berbunyi, 'Dan
Allah Mahatinggi dan Mahabesar.'

Sebagian mereka berpendapat, 'Artinya ialah, 'Dan Dia Mahatinggi
dari padanan dan bandingan.' Mereka menolak bahwa maknanya
ialah 'Dia Mahatinggi dari segi tempat.' Mereka mengatakan, Tidaklah
boleh Dia tidak ada di suatu tempat. Maknanya bukanlah Dia tinggi
dari segi tempat. Karena yang demikian berarti menyifati Allah SWT
ada di sebuah tempat dan tidak ada di tempat yang lain.'"[Tafsir ath-
Thabari, jld 3, hal 9] Demikianlah pendapat kalangan salaf.
Sedangkan Ibnu Taimiyyah telah memilih jalan yang lain bagi dirinya,
namun kemudian dia tidak menemukan orang yang mendukung jalannya,
maka dia pun menisbahkan jalannya kepada salaf. Padahal kita melihat
kalangan salaf tidak mempercayai keyakinan tempat bagi Allah SWT,
sementara Ibnu Taimiyyah mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-
hadis Nabi untuk membuktikan keyakinan tempat bagi Allah SWT, di
dalam risalah yang ditujukannya bagi penduduk kota Hamah.

Bahkan, tatkala dia sampai kepada firman Allah SWT yang
berbunyi, "Sesungguhnya Allah SWT bersemayam di atas '`Arsy", dia
mengatakan, "Sesung-guhnya Dia berada di atas langit." Yang dia
maksud adalah tempat. [Al-'Aqidah al-Hamawiyyah al-Kubra, yang
merupakan kumpulan surat-surat Ibnu Taimiyyah, hal 329 - 332].

Adapun di dalam kitab tafsir Ibnu 'Athiyyah, yang oleh Ibnu Taimiyyah
dianggap sebagai kitab tafsir yang paling dapat dipercaya, disebutkan
beberapa riwayat Ibnu Abbas yang telah disebutkan oleh Thabari di
dalam kitab tafsirnya. Kemudian, Ibnu 'Athiyyah memberi-kan komentar
tentang beberapa riwayat yang disebutkan oleh Thabari, yang dijadikan
pegangan oleh Ibnu Taimiyyah, "Ini adalah perkataan-perkataan bodoh
dari kalangan orang-orang yang mempercayai tajsim. Wajib hukumnya
untuk tidak menceritakannya." [Faidh al-Qadir, asy-Syaukani]
Berikut ini adalah bukti lainnya berkenaan dengan penafsiran firman
Allah SWT yang berbunyi, "Segala sesuatu pasti binasa kecuali
wajah-Nya" (QS. al-Qashash: 88), dan juga firman Allah SWT yang
ber-bunyi, "Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu, yang mempunyai kebesaran
dan kemuliaan" (QS. ar-Rahman: 27), di mana dengan perantaraan kedua
ayat ini Ibnu Taimiyyah menetapkan wajah Allah SWT dalam arti yang
sesungguhnya.

Thabari berkata, "Mereka berselisih tentang makna firman-
Nya, 'kecuali wajah-Nya."' Sebagian dari mereka berpendapat bahwa
yang dimaksud ialah, segala sesuatu pasti binasa kecuali Dia.
Sementara sebaaian lain berkata bahwa maknanya ialah, kecuali yang
dikehendaki wajah-Nya, dan mereka mengutip sebuah syair untuk
mendukung takwil mereka, "Saya memohon ampun kepada Allah dari dosa
yang saya tidak mampu menghitungnya Tuhan, yang kepada-Nya lah wajah
dan amal dihadapkan." [Tafsir ath-Thabari, jld 2, hal 82].

Al-Baghawai berkata, "Yang dimaksud dengan 'kecuali wajah-Nya' ialah
'kecuali Dia'. Ada juga yang mengatakan, 'kecuali kekuasaan-Nya'."
Abul 'lyalah berkata, "Yang dimaksud ialah 'kecuali yang dikehandaki
wajah-Nya'. [Tafsir al-Baghawi]

Di dalam kitab ad-Durr al-Mantsur, dari Ibnu Abbas yang berkata,
"Artinya ialah 'kecuali yang dikehendaki wajah-Nya'."Dari Mujahid
yang berkata, "Yang dimaksud ialah 'kecuali yang dikehendaki
wajahnya.'" Dari Sufyan yang berkata, "Yang dimaksud ialah 'kecuali
yang dikehendaki wajah-Nya, dari amal perbuatan yang saleh'."
Inilah pendapat kalangan salaf yang sesungguhnya. Lantas, atas dasar
apa Ibnu Taimiyyah mengatakan tentang keyakinannya, "Ini adalah
keyakinan kalangan salaf "????.

Jangan Anda katakan kepadanya kecuali firman Allah SWT yang berbunyi,
"Mengapa Anda mencampur-adukkan yang hak dengan yang batil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal Anda mengetahui?" (QS. Ali 'lmran:
71) "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan2 (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati (pula) oleh orang-orang yang melaknati. " (QS.
al-Baqarah: 159).

Oleh karena itu, para ulama semasanya tidak tinggal diam atas
perkataan2nya. Mereka memberi fatwa tentangnya dan memerintahkan
manusia untuk menjauhinya. Hingga akhirnya Ibnu Taimiyyah dipenjara,
dilarang menulis di dalam penjara, dan kemudian meninggal dunia di
dalam penjara di kota Damaskus, dikarenakan keyakinan2 sesatnya dan
pikiran2 ganjilnya. Banyak dari kalangan para ulama dan huffadz yang
telah menulis kitab untuk membantah keyakinan-keyakinannya.

Adz-Dzahabi telah menulis surat kepadanya, yang berisi kecaman
terhadapnya atas keyakinan2 yang dibawanya. Surat adz-Dzahabi
tersebutcukup panjang, dan kita cukup mengutip beberapa penggalan
sajadarinya. 'Allamah al-Amini telah menukil surat adz-Dzahabi ini
secara lengkap di dalam kitab al-Ghadir, jilid 7, hal 528, yang dia
nukil dari kitab Takmilah as-Saif ash-Shaqil, karya al-Kautsari,
halaman 190.

Salah satu penggalan dari surat adz-Dzahabi tersebut ialah,
"Betapa meruginya orang yang mengikutimu. Karena mereka dihadapkan
kepada kekufuran. Terlebih lagi jika mereka orang yang sedikit
ilmunya dan tipis agamanya, serta mengikuti hawa nafsunya. Mereka
mendatangkan manfaat bagimu dan membelamu dengan tangan dan lidah
mereka. Padahal, sesungguhnya mereka itu adalah musuhmu dengan
keadaan dan hati mereka. Tidaklah mayoritas orang yang mengikutimu
melainkan orang yang kurang akalnya, pendusta yang bodoh, orang
asing yang kuat makarnya, atau orang jahat yang tidak memiliki
pemahaman. Jika kamu tidak percaya apa yang aku katakan, silahkan
periksa dan timbang mereka..."

Di dalam kitab ad-Durar al-Kaminah, karya Ibnu Hajar al-'Asqalani,
jilid 1, halaman 141 disebutkan, "Dari sana sini orang menolaknya.
Tidaklah kebohongan dan pikiran-pikiran ganjil yang diciptakan oleh
tangannya yang berlumuran dosa itu berasal dari Al-Qur'an, sunah,
ijmak dan qiyas. Dan di kota Damaskus diumumkan, 'Barangsiapa yang
berpegang kepada akidah Ibnu Taimiyyah, darah dan hartanya halal.'"
Al-Hafidz Abdul Kafi as-Subki telah berkata tentangnya. Dia juga
telah menulis sebuah kitab yang membantah keyakinan-keyakinan Ibnu
Taimiyyah, yang diberinya judul Syifa al-Asqamfi Ziyarah Khair al-
Anam 'alaihi ash-Shalah wa as-Salam.

Al-Hafidz Abdul Kafi as-Subki telah berkata di dalam pengantar
kitabnya, yang berjudul ad-Durrah al-Mudhi'ahfi ar-Radd 'ala Ibnu
Taimiyyah, "Manakala Ibnu Taimiyyah membuat sesuatu yang baru
(bid'ah) di dalam bidang dasar2 keyakinan (ushul al-'aqa'id), dan
merusak pilar2 Islam, setelah sebelumnya dia bersembunyi dengan
slogan mengikuti Al-Qur'an dan sunah, menampakkan diri sebagai
penyeru kepada kebenaran, dan petunjuk kepada jalan surga, maka dia
telah keluar dari mengikuti Al-Qur'an dan sunah kepada membuat
bid'ah, menyimpang dari jamaah kaum Muslimin dengan meyalahi ijmak,
dan mengatakan sesuatu yang menuntut timbulya keyakinan tajsim dan
tarkib pada Zat Yang Mahasuci, dan keyakinan yang mengatakan bahwa
butuhnya Allah SWT kepada bagian-Nya bukanlah sesuatu yang
mustahil." [Al-Milal wa an-Nihal, jld 4, hal 42, Syahrestani]
Berpuluh-puluh ulama telah mengecam dan memprotesnya. Namun kita
tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengemukakan dan meneliti
perkataan-perkataan mereka satu persatu. Pada kesempatan ini kita
cukup mengemukakan apa yang telah dikatakan oleh Syihabuddin Ibnu
Hajar al-Haitsami.

Syihabuddin Ibnu Hajar al-Haitsami berkata di dalam biografi Ibnu
Taimiyyah, "Ibnu Tamiyyah adalah seorang hamba yang telah
dipermalukan oleh Allah, telah disesatkan-Nya, telah dibutakan-Nya,
telah dibisukan-Nya dan telah dihinakan-Nya. Oleh karena itu, para
imam secara terang-terangan menjelaskan kejelekan-kejelakan
keadaannya, dan mendustakan perkataan-perkataannya. Barangsiapa yang
ingin mengetahui hal itu, dia harus menelaah Imam al-Mujtahid, yang
disepakati keimamahan dan derajat kemujtahidannya, yaitu Abul Hasan
as-Subki, dan juga putranya, Syeikh al-Imam al-'Izz bin Jamaah, yang
merupakan ahli jamannya.

Ibnu Taimiyyah tidak hanya mengecam generasi salaf ter-akhir dari
kalangan sufi, melainkan juga mengecam orang seperti Umar bin
Khattab ra dan Ali bin Abi Thalib ra. Alhasil, perkataan Ibnu
Taimiyyah tidak dapat dijadikan ukuran, melainkan harus dicampak-kan
dengan penuh kehinaan. Abul Hasan as-Subki berkata, 'lbnu Tamiyyah
adalah pembuat bid'ah, sesat, menyesatkan, dan berlebih-lebihan.
Semoga Allah memperlakukannya dengan keadilan-Nya, dan melindungi
kita dari jalan, keyakinan dan perbuatan seperti jalan, keyakinan
dan perbuatannya. Amin!" [Al-Milal wa an-Nihal, jld 4, hal 42]

Ibnu taimiyyah juga berkeyakinan bahwa orang tua rasulullah saw
berada di neraka, dan rasulullah saw dilarang untuk memintakan
ampunan kepada mereka [Ikhthaza us Sirathul Mustaqim oleh Ibnu
Taimiyyah hal. 401]. Padahal Al-Quran menyebutkan bahwa sulbi-sulbi
tempat bersemayamnya nur [nur rasulullah saw] itu adalah sulbi-sulbi
orang-orang suci. Ini berarti bahwa orangtua dan nenek moyang
Rasulullah sampai ke Nabi Adam as. Istilah al-Quran, al-Sajidîn,
orang-orang patuh. Allah berfir-man:Dan bertawakallah kepada Tuhan
Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Yang melihatmu saat engkau
bangun dan perpindahanmu dari sulbi ke sulbi orang-orang patuh (QS.
26:217-219).  Al Allamah Jalaluddin Suyuti dan Qadhi Ibn `Arabi 
menulis : Barang siapa mengatakan kedua orang tua rasulullah saw
kafir maka terlaknat dan tempatnya di neraka. ["Manifa fi abbaya
Shareefa" oleh Allamah al Hafidh Jalaluddin Suyuti, "Risala Turzul
Imama" oleh Qadhi Ibn Arabi]

Ibnu Taimiyyah juga memfitnah rasulullah saw dengan mengatakan: "
Pendapat yang mengatakan bahwa rasulullah saw terjaga dari dosa
besar tapi tidak terjaga dari dosa kecil , adalah bukan hanya
pendapat mayoritas ulama islam dan seluruh madzhab, melainkan
pendapat semua kalangan ahli tafsir, ahli hadist, dan para
fuqaha.Tidak ada riwayat dari para sahabat, tabi'in , para imam
salaf yang tidak setuju dengan pendapat ini. [majmu' al fatawa oleh
Ibnu Taimiyyah vol 4 hal. 319 - 320] Padahal Nabi Muhammad saw
adalah manu-sia suci. Tidak pernah berbuat kesalahan, apalagi dosa.
Namun demikian, ia tetap manusia biasa seperti manusia lainnya,
dalam arti bahwa secara biologis tidak ada perbedaan antara Nabi saw
dengan yang lain. Allah berfirman dalam QS. 33:33: Sesungguhnya yang
dikehendaki Allah ialah menjauhkan kamu wahai Ahlul Bait dari segala
kotoran dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. Nabi Muhammad selalu
dibimbing Allah Swt. Ucapannya, perbuatannya, tutur katanya dan
sebagainya semuanya di bawah pengarahan dan bimbingan Allah Swt.
Sesungguhnya dia (Muhammad) tidak bertu-tur kata atas dasar hawa
nafsu, melainkan se-muanya semata-mata adalah wahyu yang di-wahyukan
kepadanya (QS. 53:3-4). 

Nabi Muhammad saw adalah panutan yang sempurna, uswatun hasanah.
Allah berfirman: "Sesungguhnya dalam diri Rasulullah terda-pat
teladan yang baik buat kamu." (QS.33:21). Karena itu, maka "Apa pun
yang di-bawanya harus kamu terima dan apa pun yang dilarang-nya
harus kamu jauhi." (QS. 59:7)

Ibnu Taimiyyah juga mengatakan bahwa Iblis dapat menipu manusia
dengan berpenampilan menyerupai rasulullah saw, " para malaikat
tidak dapat menolong manusia, tapi setan bisa dengan berwujud
seperti manusia, kadang2 dia bisa berwujud seperti nabi Ibrahim ,
nabi Isa, nabi Muhammad, nabi Khidir….." [al wasilah oleh Ibnu
Taimiyyah]

Ibnu Taimiyyah juga melarang ummat menziaraihi makam rasulullah saw,
"barang siapa yang berangkat dan berniat menziarahi makam rasulullah
saw maka telah melakukan bid'ah". Seorang Tokoh ulama Al-Badr bin
Jama`ah, Qadi al-Qudat di Mesir setelah umat Islam  menulis kepadanya
tentang pendapat Ibn Taimiyyah mengenai ziarah kubur rasulullah saw,
Qadi al-Qudat tersebut menjawab:
" Ziarah Nabi adalah sunnah yang dituntut. Ulama bersepakat dalam hal
ini dan sesiapa yang berpendapat bahawa ziarah itu adalah haram, maka
para ulama wajib mengutuknya dan menegahnya daripada mengeluarkan
pendapat tersebut. Sekiranya dia enggan, maka hendaklah dipenjarakan
dan diperendah-rendahkan kedudukannya sehingga umat manusia tidak
mengikutinya lagi."

Bukan Qadi al-Syafi`iyyah di Mesir saja yang mengeluarkan fatwa ini,
bahkan Qadi al-Malikiyyah dan al-Hanbaliyyah turut bersama mendakwa
kefasikan Ibn Taimiyyah dan menghukumnya sebagai sesat dan
menyeleweng[lihat Taqi Al din Al Hasani, Daf Al Syufhah].

Al-Dhahabi, salah seorang ulama abad ke-8H/14M, tokoh sezaman dengan
Ibn Taimiyyah telah menulis sebuah risalah kepadanya, untuk
mencegahnya daripada mengeluarkan pendapat tersebut ... dan beliau
menyamakannya dengan al-Hajjaj bin Yusuf al-Thaqafi dari segi
kesesatan dan kejahatan.

Berikut ini nama2 Qadhi yang memberikan fatwa untuk menentang Ibnu
Taimiyyah :

Qadi Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Jama'ah ash-Shafi'I
Qadi Muhammad Ibn al-Hariri al-`Ansari al-Hanafi
Qadi Muhammad Ibn Abi Bakr al-Maliki
Qadi Ahmad Ibn `Umar al-Maqdisi al-Hanbali.

Selain itu juga puluhan para ulama2 besar Ahlusunnah wal jamaah yang
menentang sekaligus memperingatkan ummat akan bahaya kesesatan Ibnu
Taimiyyah, diantaranya :

Taqiyy-ud-Din as-Subki
Taj ud-Din as-Subki
Faqih Muhammad Ibn `Umar Ibn Makki
Hafiz Salah-ud-Din al-`Ala'i
Qadi and Mufassir Badr-ud-Din Ibn Jama'ah
Syaikh Ahmad Ibn Yahya al-Kilabi al-Halabi
Hafiz Ibn Daqiq al-`Id
Qadi Kamal-ud-Din az-Zamalkani
Qadi Safi-ud-Din al-Hindi
Ibn Hajar al-Haitami
Ibnu Hajar al-'Asqalani
Faqih and Muhaddith `Ali Ibn Muhammad al-Baji Asy-Syafi'I
Ahli Sejarah al-Fakhr Ibn al-Mu`allim al-Qurashi
Hafiz Dhahabi
Mufassir Abu Hayyan al-`Andalusi
Hafiz `Alaa al-Din Al-Bukhari
Najm al-Din Sulaiman Ibn `Abd al-Qawi al-Tufi
Abd al-Ghani an-Nubulusi
Faqih dan seorang pengembara Ibn Batuthah
Syaikh Muhammad Zahid al-Kauthari
Syaikh Abu Hamid Ibn Marzuq
Syaikh Thahir Muhammad Sulaiman al-Maliki
Syaikh Sa'id Ramadhan al-Buti

Kita cukupkan sampai di sini pembahasan tentang Ibnu Taimiyyah. Orang
ini amat mahir di dalam mencampur-adukkan antara kebenaran dengan
kebatilan. Oleh karena itu, sebagian kaum Muslimin berbaik sangka
kepadanya dan menggelarinya dengan sebutan Syeikh Islam, sehingga
dengan demikian namanya menjadi masyhur dan ajarannya menjadi
tersebar, padahal itu semua tidak lain hanyalah kebatilan semata

Pengunjung