Kali ini saya akan berbagi artikel, atau bisa dijadikan sebagai bahan hutbah atau Pengetahuan agar lebih cakrawala.. semga bermanfaat.
MEMANFAATKAN KELEMAHAN MANUSIA UNTUK BERKURBAN
Alhamdulillah
merupakan pujian yang paling pantas kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena
dengan takdir-Nya kita dapat menjalankan sekaligus merasakan nikmatnya iedul
adha dalam suasana yang tentram dan aman, walaupun sempat dibayangi keraguan
ketika kita mengetahui adanya perbedaan hari dalam pelaksanaan iedul adha tahun
ini, antara Indonesia dengan Arab Saudi. Namun atas
dasar keilmuan terhadap sunah Nabi dan standar hisab kita tetap berpegang teguh
terhadap hasil hisab yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni beridul adha pada
hari Kamis 20 Desember 2007.
Perlu
diketahui bahwa sebelum memasuki tahun 1428 H, Dewan Hisab PP Persis telah
menetapkan bahwa iedul adha 10 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada hari Kamis, bertepatan dengan 20 Desember 2007 dan Shaum Arafah 9 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada hari Rabu 19 Desember 2007. Hal
itu ditetapkan dengan pertimbangan bahwa pada hari Ahad 9
Desember 2007
bertepatan dengan 29 Dzulqa’dah 1428 H.
saat matahari terbenam Hilal bulan Dzulhijjah
tidak mungkin terlihat diseluruh Indonesia. Dengan demikian usia bulan
Dzulqa’dah 1428 H
digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada hari Selasa, bertepatan dengan 11 Desember 2007. Shaum Arafah 9 Dzulhijjah 1428 H jatuh pada hari Rabu 19 Desember 2007, dan Idul Adha 10 Dzulhijjah
1428 H jatuh pada hari Kamis 20 Desember 2007. Kesimpulan
yang sama di tetapkan pula oleh Pemerintah setelah mendapat laporan dari Tim
Hisab dan Rukyat Kantor Wilayah Departemen Agama di 29 lokasi di Indonesia,
dari Jayapura hingga Banda Aceh yang menyatakan tidak melihat hilal. Oleh
karena itu, pelaksanaan Iedul Adha hari ini, Kamis 20 Desember 2007 ini kita yakini sebagai takdir Allah
yang terbaik.
Peristiwa
tersebut semakin mempertebal keyakinan kita bahwa apa pun yang terjadi dalam kehidupan manusia, hal itu
merupakan takdir Allah yang terbaik. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya bila
pada hari ini kita bertakbir, bertasbih, mengagungkan asma Allah.
ألله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله هو
الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
‘Aidin wal
‘aidat rahimakumullah
Setiap
manusia mempunyai kelemahan. Namun justru kelemahan inilah yang menyebabkan
manusia berkembang dan berbahagia. Karena di balik kelemahan itu terdapat
kemajuan, moderenisasi dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan teknologi,
sehingga terjadi perubahan dipelbagai sektor kehidupan.
Sejak
zaman Nabi Adam hingga sekarang ini, manusia senantiasa berusaha untuk
menghilangkan kelemahan dirinya juga kelemahan orang lain, agar mendapatkan
kehidupan yang lebih nikmat dan terhormat. Namun karena sadar terhadap
kelemahannya itu, manusia bisa berubah menjadi “makluk buas” yang berbahaya
bagi sesamanya. Menjadikan orang lain sebagai korban hawa nafsunya.
Islam mengajarkan
umatnya agar senantiasa memperhatikan kelemahan dirinya juga kelemahan orang
lain. Suatu saat ketika Rasulullah saw. hendak menyembelih kambing, para
sahabat sibuk mencari dan memperhatikan kelemahan kawannya. Seorang sahabat
menghadap Rasul seraya berkata “ya Rasulallah alayya dzabhuha-wahai Rasulullah
biarlah saya yang menyembelihnya”. Melihat hal ini, sahabat yang lain tidak
tinggal diam, lalu ia berkata, “alayya salhuha-biarlah saya yang mengulitinya”.
Demikian pula sahabat yang lain berkata, “alayya thabkhuha-biarlah saya yang
memasaknya”. Memperhatikan sikap para sahabatnya ini, Rasulullah memandang
masih ada satu kelemahan yang harus ditutupi, karena itu beliau segera
menutupinya dengan mengatakan, “alayya jam’ul hathabi-biarlah saya yang mencari
kayu bakarnya”.
Peristiwa
ini menjadi ibrah bagi kita, bahwa sudah sepantasnya bila kaum muslimin
memperhatikan kelemahan sesamanya. Setelah dipelajari, barulah ia
menyingsingkan lengan baju untuk menutupi kelemahan itu menurut kemampuan
masing-masing, baik dengan harta, tenaga, maupun pikiran. Dengan diketahuinya
kelemahan orang lain, maka terbukalah lapangan yang luas untuk beramal salih,
bertaqarrub kepada Allah dengan penuh ketakwaan.
Apabila jiwa qurbani
seperti ini tertanam pada setiap manusia, maka tidak perlu ada si miskin
menangis, si faqir meringis, orang yang merasa terasingkan hidup di daerah
terpencil, dan merasa kesepian hidup di kota
metropolitan.
Apabila
jiwa qurbani seperti ini tetap segar dan mendarah daging pada diri tiap
pemimpin, maka tidak akan ada pegawai negeri yang merasa kekurangan gaji, ibu
rumah tangga berkeluh kesah, pemuda yang bejat moral dan kehilangan pegangan
hidup serta masa depannya, sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram.
Namun sebaliknya,
apabila jiwa qurbani tidak ada pada diri manusia, maka kelemahan orang lain
bukan dijadikan modal untuk beramal salih melainkan dijadikan kesempatan dalam
kesempitan, dijadikan korban hawa nafsunya, sehingga kehidupan penuh dengan
kemunkaran.
Aidin
wal ‘aidat rahimakumullah
Ketika Rasulullah saw.
mendapatkan tugas amar ma’ruf nahi munkar, kaum jahiliah merasa tertutup ruang
geraknya untuk memanfaatkan kelemahan orang lain, menguras keuntungan. Maka diutuslah Utbah bin
Rabi’ah membawa misi untuk membujuk Rasul agar berhenti berdakwah, dengan
memberikan ganti rugi apabila Rasul merasa rugi dengan berhentinya tugas itu.
Mereka berani melakukan
hal demikian, karena beranggapan bahwa bagaimana pun kuatnya seekor banteng
tetap saja ada kelemahan, akan tunduk pada tuannya apabila dicocoki lubang
hidungnya. Demikian pula halnya dengan Rasulullah. Maka Utbah membawa misi
untuk menundukkan kelemahan Rasul, sehingga Rasul menuruti kehendak kaum
jahiliah.
Datanglah Utbah ke
hadapan Rasul, kemudian ia meminta agar beliau menutup kegiatan dakwahnya,
mengakhiri perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran, dicari-cari titik
kelemahan beliau seraya menawarkan ganti rugi,
“Inkunta innama bihadzal
amri malan, jama’naka min amwalina hatta takuna aktsarana malan
Jika dengan kegiatanmu itu sesungguhnya engkau
mengharapkan harta, maka akan kami kumpulkan seluruh harta kami untukmu
sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami.”
Utbah berani menawarkan
harta kepada rasul, karena ia memandang bahwa manusia lemah ketika berhadapan
dengan harta. Karena kelemahan terhadap harta itu, manusia menjadi lupa akan
kewajiban dan hakikat perjuangannya.
Di samping itu Utbah pun
berusaha menawarkan yang lainnya, “wainkunta turidu tasyrifan, sawwadnaka
‘alaina
dan sekiranya engkau ingin mendapatkan kedudukan,
akan kami angkat menjadi pemimpin kami.”
“wain kunta turidu
mulkan, mallaknaka ‘alaina
dan jika engkau menghendaki jadi raja, kami angkat
engkau menjadi raja.”
Utbah berani menawarkan
pangkat dan tahta sebab manusia lemah pula ketika menghadapi tahta. Demi tahta
rela menyembunyikan kebenaran.
Demikian
pula manusia lemah pada saat menghadapi wanita. Karena lemahnya menghadapi
wanita, maka manusia diperas dan diumpan dengan aneka ragam penampilan wanita.
Tapi Rasul telah menjaga
dirinya dengan perisai keimanan dan ketakwaan yang luar biasa, sehingga beliau
tidak lemah lagi ketika berhadapan dengan harta, tahta, maupun wanita. Beliau
menolak tawaran ganti-rugi dari Utbah dan tetap amar ma’ruf nahi munkar.
Aidin wal ‘aidat rahimakumullah
Hari ini kita akan
menyaksikan kembali hewan kurban bergelimpangan. Darahnya mengalir memerahi
bumi yang fana ini. Setelah menunaikan baktinya, mereka melepaskan nyawanya
dengan memberi banyak manfaat kepada manusia.
Sebelum disembelih,
mereka penarik bajak di sawah atau gerobak dijalan. Sesudah disembelih,
dagingnya jadi makanan manusia, kulitnya jadi pelindung kaki manusia, tulangnya
jadi kancing baju manusia, segalanya bermanfaat. Mereka banyak berqurban dan
membantu manusia.
Kini rabalah diri kita,
qurban apakah yang sudah dibaktikan kepada Allah. Qurban apakah yang sudah
diberikan kepada sesama hamba Allah.
Mudah-mudahan dengan Idul Adha ini kita dapat mengembalikan semangat dan
jiwa qurbani sehingga mendarah daging pada diri kita masing-masing.
الله يأخذ بأيدينا إلى ما في خير للإسلام والمسلمين
أقول قولى هذا وأستغفر الله لي
Penulis : M Amien