Mencari Pemimpin yang Anti Dusta
Bila sebuah kepemimpinan dituntun oleh tradisi
dusta, kehancuran pemimpin dan mereka yang dipimpinnya hanya soal waktu
Di
antara sekian banyak sifat terpuji yang dimiliki para Nabi dan Rasul, empat di
antaranya yang wajib ada, yaitu shiddiq
(benar), amanah (dipercaya), tatan yang konsisten dengan kata-kata dan
keyakinannya.
Kepemimpinan
para Nabi dan Rasul merupakan kepemimpinan yang sangat anti pada sifat-sifat
munafiq yang penuh dusta, pengingkaran janji-janji, serta pengkhianatan amanah.
Sudah pasti harus demikian adanya. Karena ajaran utama yang mereka bawa adalah
kebenaran wahyu Allah yang mutlak disampaikan secara lurus dan benar. Lawan
yang akan dihadapi kebenaran wahyu ini adalah pengingkaran dan pengkhianatan.
Seperti yang diperingatkan Allah subhaanahu
wa ta'ala:
“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang
yang banyak berdusta lagi banyak berdosa. Dia mendengar ayat-ayat Allah
dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak
mendengarnya. Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan
apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat
itu dijadikan permainan (olok-olokan). Merekalah yang memperoleh azab yang
menghinakan.” (al-Jaatsiyah: 7-9)
Nabi Muhammad
salallaahu `alaihi wa sallam adalah
satu di antara dua puluh lima Rasul yang paling efektif dalam mengembangkan
missi dakwahnya. Dalam waktu yang relatif singkat jazirah Arab diislamkan, yang
kemudian oleh penerusnya pengaruh Islam itu diperluas hingga mencapai daratan
Eropa. Jazirah Arab yang sebelumnya berpenduduk jahilihiyah, berkat sentuhan
tangan Rasulullah akhirnya menjadi pusat peradaban dunia.
Dalam
mengembangkan missinya, Rasulullah tidak berbekal kekuatan dana. Pengikut
Rasulullah pada mulanya sebagian besar adalah kaum papa. Sebagian di antara
mereka adalah para budak, buruh kasar, dan hanya sedikit di antaranya yang
menjadi pengusaha.
Dari
jumlah pengusaha yang sedikit itu, salah satu di antaranya adalah istrinya
sendiri, yaitu Khadijah. Namun demikian, apalah artinya kekayaan Khadijah bila
dibandingkan dengan perjuangan missi yang diemban Rasulullah.
Perjuangan
Rasulullah juga tidak mengandalkan kekuatan senjata. Allah baru memberi izin
berperang kepada Rasulullah setelah bertubi-tubi menghadapi serangan dari
musuh-musuhnya. Bila dibandingkan dengan kekuatan militer yang dimiliki oleh
musuh-musuh Islam, sungguh tidak ada bandingnya. Baik dari segi jumlah pasukan,
apalagi perlengkapan dan perbekalan perangnya. Missi Rasulullah berkembang
tidak didukung dengan modal kekuasaan, karena Rasulullah sendiri tidak sedang
dalam keadaan berkuasa. Bahkan sebaliknya, para penguasa pada saat itu
menggunakan kekuasaannya untuk mematahkan perjuangan Islam.
Pada
mulanya kaum muslimin adalah pihak yang lemah dan tertindas. Rasulullah sendiri
pernah diboikot, diusir dari tanah kelahirannya, dikejar-kejar, bahkan nyaris
dibunuh. Demikian juga para pengikutnya. Meskipun demikian, perjuangan Islam
tetap bertahan, bahkan terus berkembang.
Bak
bola salju, missi Islam terus berkembang dari hari ke hari tanpa bisa ditahan
oleh kekuatan manapun. Rahasianya terletak pada kekuatan akhlaqul karimah.
Seperti dimaklumi bahwa muatan ajaran Islam itu sendiri penuh dengan
nilai-nilai akhlaqul karimah, dan dibawakan oleh orang yang sangat terpuji
dengan cara-cara yang amat santun. Di sinilah letak pesona Islam itu
sebenarnya.
Ketika
kaum kuffar menolak ajaran Rasulullah, hati kecil mereka sebenarnya
memberontak, bukankah selama ini Muhammad tidak pernah berbohong? Bukankahdia
selalu benar ucapan dan perbuatannya?
Demikian
juga ketika mereka memusuhi Muhammad, hati kecil mereka sebenarnya
bertanya-tanya, untuk apa kami bermusuhan dengan orang yang tidak pernah
memusuhi kami? Untuk apa kami menyakiti orang yang tidak pernah dan tidak akan
pernah menyakiti kami?
Bagaimanapun
juga Akhlaq Rasulullah telah membuka ruang sekecil apapun dalam hati seseorang
untuk menerima Islam. Orang yang paling keras dalam permusuhannya sekalipun,
pada dasarnya mempunyai perasaan yang sama. Rasa kemanusiaannya selalu
bertanya-tanya, apa alasannya memusuhi orang yang sangat baik akhlaqnya,
seperti Muhammad?
Islam
yang diajarkan Rasulullah persis sama dengan yang diajarkan para Ulama sekarang
ini. Bedanya, dulu yang membawakan adalah sosok pribadi agung yang bernama
Muhammad, sedang saat ini Islam dibawakan dan disajikan oleh orang-orang kerdil
seperti kita. Barangnya sama, tapi pembawanya yang berbeda. Tentu saja hasilnya
akan berbeda pula.
Dengan
akhlaqul karimah itu, Rasulullah tidak saja berhasil memikat hati orang-orang
yang sedang dida'wahinya, tapi efektif juga dalam menundukkan hati kaum
muslimin. Kepemimpinan yang dibangun Rasulullah benar-benar kepemimpinan hati,
dimana unsur kecintaan, kesetiaan, dan kasih sayang menjadi perekatnya. Belum
pernah ada seorang pemimpin yang lebih dicintai dan ditaati perintahnya
sebagaimana Rasulullah.
Dalam
suatu peristiwa baiat, Sa'ad bin Mu'adz berjanji kepada Rasululah:
“Kami telah beriman dan percaya kepadamu.
Kami telah bersaksi, apa yang engkau bawa adalah kebenaran semata. Kami telah
meberikan janji dan kepercayaan kami kepadamu dengan penuh ketaatan. Maka
teruskanlah, wahai Rasululah apa yang engkau kehendaki, sunguh kami akan selalu
bersamamu.”
“Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran,
andaikata engkau membawa kami ke sebuah samudera, lalu menceburkan diri di
sana, tentu kami akan menceburkan diri bersamamu. Tidak seorangpun di antara
kami yang tersisa. Kami tidak akan enggan bila engkau menghadapkan kami dengan
musuh kami walau besok hari. Sungguh kami akan bersabar dalam peperangan dan
bersikap ksatria dalam dalam pertempuran. Semoga Allah memperlihatkan kepadamu
apa yang dapat menenangkan hatimu. Teruskanlah langkah ini berkat rahmat
Allah.”
Begitulah
bunyi bai'at Aqabah yang dilakukan oleh para sahabat Anshar di hadapan
Rasulullah. Bai'at atau janji setia itu dibuktikan dalam setiap momentum kritis
dan sangat mendebarkan. Mereka pertaruhkan jiwa mereka demi membela keselamatan
Rasulullah. Mereka membela kebenaran Islam sampai titik darah penghabisan.
Kenapa
mereka begitu cinta, setia, dan taat kepada Rasulullah? Jawabannya sederhana
saja. Karena Rasulullah memang layak dipercaya. Karena Rasulullah tidak pernah
berdusta, sekalipun juga. Karena beliau jujur, lurus, dan benar, baik sikap dan
perbuatannya. Apa yang ditampakkan sama dengan apa yang tersembunyi di dalam
hatinya. Antara ucapan dan sikapnya selalu sama dan berkecocokan.
Bagi
seorang pemimpin, kredibilitas itu sangat penting, bahkan lebih penting dari
segalanya. Jika seorang pemimpin sudah tidak mendapatkan kepercayaan dari yang
dipimpinnya, maka yang terjadi adalah anarkisme Semua orang berbuat
sendiri-sendiri, sesuai dengan kemauannya sendiri. Adanya kepemimpinan seperti
ini sama dengan tidak adanya.
Keberhasilan
kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa jauh mereka mendapatkan
dukungan dan kepercayaan dari masyarakatnya. Jika masyarakat sudah tidak
mendukung dan tidak menaruh kepercayaan kepadanya, maka jatuhlah
kepemimpinannya. Lambat atau cepat, mereka akan tergusur dari singgasana
kepemimpinannya.
Nabi
Muhammad Saw memperingatkan setiap pribadi Muslim untuk teguh memegang
kata-kata yang benar. Sifat seperti ini sangat berpengaruh langsung pada
keselematan hidup mereka. Seperti yang pernah disampaikannya:
“Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya
kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama
seseorang benar dan selalu memilih kebenaran dia tercatat di sisi Allah sebagai
orang yang benar (jujur). Berhati-hatilah terhadap dusta. Sesungguhnya dusta
membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seorang
dusta dan selalu memilih dusta dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang
pendusta (pembohong).” (HR al-Bukhari)
Untuk
tingkat pribadi saja sedemikian besar pengaruh sifat jujur pada keselamatan
hidupnya. Apalagi untuk tingkat sebuah kepemimpinan. Kejujurannya akan
menyelamatkan masyarakat, kaum, dan bangsa yang dipimpinnya. Sedangkan
kebiasaan seorang pemimpin yang mentradisikan dusta akan membawa semua orang di
bawah kepemimpinannya kepada kehidupan yang morat-marit.
Pemimpin
yang suka berdusta, berbohong, plin-plan, tidak konsisten, suka mengobral janji
dan tidak menepatinya, menyebarkan fitnah, dan memutarbalikkan fakta pasti akan
jatuh dengan sendirinya. Ketika ia berdusta, sesungguhnya ia telah mendorong
kursi kepemimpinannya. Ia telah menjatuhkan dirinya sendiri, karena ulah dan
perbuatannya sendiri.
Kalau
pemimpin seperti di atas ini hanya jatuh sendirian tidaklah akan terlalu
merisaukan. Celakanya, bila kepemimpinan sudah menjadi sebuah lembaga dusta dan
kemunafikan, maka kehidupan kaum yang bernaung di bawahnya akan terbawa pada
ketidakpastian yang berujung pada kekacauan dan kesengsaraan.
Ridwan Syam
Ridwan Syam