Kali ini saya akan berbagi konsep khutbah tikah, mudah2 Bermanfaat :
KETURUNAN YANG THAYYIB
Alhamdulillah
merupakan pujian yang paling pantas terucap dari lisan serta terwujud dalam
amal perbuatan, karena dengan qudrah dan iradah-Nya kita semua dapat berkumpul
di tempat ini dalam keadaan sehat wal afiat, serta didasari oleh keyakinan yang
kuat bahwa tidak ada satu pun kejadian yang dialami oleh manusia dalam
kehidupan ini kecuali telah ditetapkan taqdirnya oleh Allah. Di antara takdir
itu tidak lama lagi akan terjadi serta dialami oleh dua insan yang bersanding
di hadapan kita bersama. Karena itu kita berharap semoga takdir yang dialami
oleh kedua mempelai ini merupakan taqdir Allah yang terbaik.
Calon
pengantin yang dimulyakan Allah
( يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمِ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri,
yaitu Adam. dan dari Adam Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu
Q.s. An-Nisa:1
Ayat ini menunjukkan bahwa pernikahan harus
menjadi sarana untuk melahirkan keturunan sebagai amanat, titipan Allah yang
harus dijaga, dipelihara, didik agar menjadi penerus dan pelanjut perjuangan
agama Islam di masa mendatang. Oleh karena itu, dalam urusan rumah tangga dan
keluarga perlu ketaqwaan. Dengan ketakwaaan ini, keluarga akan bersatu dalam
melaksanakan ajaran Islam, serta menjadi kenikmatan yang amat besar. Ketakwaan
ini akan menjadi pembeda dan pembatas di antara keluarga, jangankan nanti di
akhirat di duniapun akan terlihat mana suami-istri yang dekat tapi jauh.
Artinya bisa jadi dekat secara pisik tapi jauh secara akidah dan ajaran. Mana
suami-istri yang jauh tapi dekat. Bisa jadi jauh secara pisik, tapi dekat
secara keyakinan dan ajaran. Demikian pula dengan anak-anak kalian. Karena itu
kaum mukmin oleh Allah disebut ikhwatun, padahal belum tentu satu nasab, satu
turunan. Walaupun tidak satu nasab, tidak satu turunan, tidak seibu sebapak
tapi orang mukmin dengan mukmin lainnya dinyatakan sebagai saudara, karena
al-jami’u ikhwatun fid din, mereka saudara seiman, sequran dan sesunnah.
Calon pengantin yang dimulyakan Allah
Kalian berdua tentu berharap memiliki
keturunan yang sholeh. Demikian pula harapan semua orang tua muslim. Namun
tidak sedikit orang tua yang tidak mengerti arti sebuah kesolehan anak,
sehingga kurang memperhatikan hal-hal yang menyebabkan kesolehan anak itu.
Padahal tidak ada akibat tanpa sebab. Artinya terwujudnya kesolehan anak itu
tidak bisa sim salabim ada adabra, tidak bisa dadakan tetapi melalui proses
didikan.
Agar
kalian punya keturunan sholeh serta mampu menempatkan makna kesolehan anak
menurut Islam, mari kita sama-sama perhatikan doa yang diucapkan Nabi Zakaria,
ketika beliau dan istrinya sudah berusia lanjut, bahkan istrinya sudah mandul,
sehingga dalam pandangan manusia keduanya tidak mungkin memiliki keturanan.
رَبِّ هَبْ
لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
"Ya Tuhanku,
berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar doa.". Q.s. Ali Imran:38
Dari
doa ini tampak jelas terlihat begitu besarnya harapan Nabi Zakaria untuk mendapat keturunan, tapi yang
diharapkan itu bukan sekedar keturunan melainkan keturunan yang bersifat
thayyib. Kalau demikian, apa yang dimaksud keturunan thayyib dalam doa Nabi
Zakaria itu?
Dalam
bahasa Arab, kata thayyib kerapkali dijadikan sifat bagi sesuatu. Karena itu
dilihat dari arti bahasa kata thayyib
disebut kalimat musytarakah, yaitu satu kata dengan multi makna tergantung
kalimat yang disifatinya. Apabila menjadi sifat makanan berarti makanan itu
halal zatnya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan bila menjadi sifat bagi
manusia berarti manusia yang melepaskan diri dari kebodohan, kefasikan, serta
amal perbuatan yang tercela, kemudian menggunakan hiasan ilmu, iman, dan amal
sholeh. Al-Mufradat:332
Dari keterangan
tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud anak sholeh itu
adalah anak yang berilmu, iman, dan beramal shaleh. Ketiga sifat ini tidak
boleh dipisahkan, karena tidak akan menjadi amal sholeh kalau dasarnya bukan
keimanan. Dan tidak mungkin memiliki iman yang kuat kalau tidak berilmu.
Turunan seperti inilah yang diharapkan oleh Nabi Zakaria. Karena anak seperti
itulah yang akan mendoakan kedua orang tuanya. Menjadi penerus serta pelanjut
keabadian amal sholeh orang tuanya di masa yang akan datang. Doa anak seperti
ini akan meningkatkan derajat orang tua di surga, sebagaimana disabdakan oleh
Nabi dalam hadis riwayat Ahmad.
Sehubungan
dengan itu bila kalian berharap ingin memiliki keturunan yang sholeh, maka
kalianlah yang terlebih dahulu harus menjadi orang tua yang sholeh. Bagaimana
caranya?
(1)
Harus rajin ngaji dan menuntut
ilmu agama, agar mengerti agama, bukan sekedar tahu. Mengerti agama merupakan
kunci kebaikan dalam rumah tangga. Rasul bersabda
إذا أراد الله بأهل بيت خيرا فقههم في الدين
Apabila Allah
menghendaki kebaikan pada suatu keluarga, Ia akan pahamkan mereka terhadap
urusan agama. H.r. al-Baihaqi
Al-Fiqhu fid Din itu bukan sekedar tahu terhadap agama, tetapi
mengerti. Karena itu bila kalian mengerti agama maka kondisi rumah tangga
kalian akan selalu harmonis dan menjadi panutan orang lain. Ketika mendapatkan
rizki ia bersyukur. Ketika kurang ia bersabar.
(2)
Harus menyiapkan waktu untuk ibadah,
bagaimanapun sibuknya kalian. Rehat sejenak dari kesibukan, dari kepentingan
dunia untuk ibadah solat. Saur Allah dina hadis Qudsi
يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ
لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلَّا تَفْعَلْ
مَلَأْتُ يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ – رواه الترمذي –
Wahai
Manusia, sempatkanlah, siapkanlah waktu untuk beribadah kepadaku, maka akan Aku
penuhi hatimu dengan kekayaan dan aku tutup keperluanmu
Dari hadis ini kita mendapatkan ilmu bahwa orang yang kaya dalam
pandangan Allah itu bukanlah orang yang banyak hartanya, tapi kaya hatinya
sehingga mampu menyempatkn diri beribadah kepada Allah, bagaimana pun sibuknya
dia dalam kehidupan dunia.
Barangkali itu yang
dapat saya sampaikan, semoga ada manfaatnya bagi kalian ketika menjalani
kehidupan rumah tangga. Mudah-mudahan Allah swt. Memberi berkah kepada kalian
dalam keadaan susah dan senang serta menyatukan kalian di dalam kebaikan sesuai kehendak Allah.
Barakallahu
laka wabaraka alaika wajama’a baina kuma fi khairin (
(arab)
Dari Anas, ia berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘Siapa yang meninggal
dunia dan meninggalkan keturunan yang thayyib, maka Allah pasti akan memberikan
(pahala) kepadanya seperti pahala amal anak-anak mereka dan Ia (Allah) tidak
akan mengurangi sedikit pun dari pahala mereka. Tafsir Al-Qurthubi, IV:72
Syarah Mufradat
Thayyib adalah sifat
Thayyib adalah satu kalimat bahasa Arab yang sering dijadikan sifat bagi
sesuatu. Thayyib memiliki makna yang berbeda seiring dengan berbedanya
kalimat yang disifatinya, yaitu, satu saat thayyib tersebut sifat bagi
makanan, seperti: (arab) (makanan yang thayyib), atau seperti
firman-Nya:
(arab)
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi thayyib dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu. Q.s.
Al-Baqarah:168
(arab)
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik
dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya. Q.s.
Al-Maidah:88
Pada saat yang lain, thayyib
dijadikan sifat bagi manusia, seperti: (arab) (manusia yang thayyib),
atau seperti firman-Nya:
(arab)
(Orang yang bertakwa, yaitu) orang-orang
yang diwafatkan dalam keadaan thayib oleh malaikat dengan mengatakan (kepada
mereka); salaamun-‘alaikum (selamat sejahtera bagimu), masuklah kamu ke dalam
surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan. Q.s. An-Nahl:32
makna thayyib
Jika kita perhatikan terjemah ayat Alquran
atau hadis dari buku-buku yang berbahasa Indonesia , maka kalimat thayyib
itu sering diterjemah dengan Yang Baik. tidak ada bedanya, baik thayyib
sebagai sifat dari makanan atau sifat dari manusia, semuanya diterjemah dengan
Yang Baik. padahal sebenarnya terjemah tersebut kurang tepat. Hal ini terjadi
barangkali karena dalam bahasa Indonesia sulit dicari padanan kata yang tepat
untuk terjemah kalimat tersebut.
Imam Al-Maraghi menyatakan:
(arab)
thayyib ialah kalimat yang ringkas (akan
tetapi) mengandung makna yang banyak (luas). Tafsir Al-Maraghi, XIV:75
Al-‘Allamah Ar-Raghib Al-Asbahani
menjelaskan dengan panjang lebar, yaitu:
(arab)
Dan
asal makna thayyib adalah apa yang dirasakan lezat oleh daya perasa (panca
indera) dan apa yang dirasakan lezat oleh jiwa.
(arab)
Dan
makanan yang thayyib menurut syara ialah: apa yang diambil dari arah yang
dibolehkan, dengan ukuran yang dibolehkan, dan dari tempat yang dibolehkan.
(arab)
Dan thayyib dari manusia adalah orang yang
melepaskan najis (kotoran) kebodohan, kefasikan, dan amal-amal yang jelek.
Kemudian ia mengenakan perhiasan ilmu, iman, dan amal-amal yang baik. Mufradat
Alfazhil Quran:332
syarah hadis
Sebagaimana telah diterangkan di atas,
bahwa kalimat thayyib itu apabila dijadikan sifat bagi manusia, maka
maknanya adalah orang yang melepaskan najis (kotoran) kebodohan, kefasikan, dan
amal-amal yang jelek. Kemudian ia mengenakan perhiasan ilmu, iman, dan
amal-amal yang baik melepaskan najis (kotoran) kebodohan, kefasikan, dan
amal-amal yang jelek.
Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan
(arab) pada hadis di atas adalah keturunan yang kriterianya seperti di atas,
yaitu keturunan yang punya ilmu, iman, dan amal yang baik (shaleh). Ketiga hal
tersebut tidak bisa dipisahkan, karena tidak mungkin disebut amal shaleh, jika
tidak memiliki iman, dan tidak mungkin memiliki iman yang kuat jika tidak
memiliki ilmu.
Keturunan seperti itulah yang akan
senantiasa memberikan kebaikan kepada kedua orang tuanya yang telah meninggal
dunia, karena (sebagaimana hadis di atas) mereka akan mendapatkan pahala yang
sama dari amal shaleh yang dilakukan keturunannya itu. dan itu pulalah yang
dimaksud dengan keturunan yang shaleh yang ada pada hadis Rasulullah saw.:
(arab)
Apabila manusia mati, maka terputuslah
amalnya melainkan tiga perkara; (yaitu) shodaqoh jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya. H.r. At-Tirmidzi, III:88 no:1381
Di
samping itu, istighfarnya anak tersebut bagi semua kedua orang tuanya akan
dapat mengangkat kedudukan orang tuanya di surga. Rasulullah saw. bersabda:
(arab)
Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat
hamba yang shaleh di surga. Kemudian beliau bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana
aku bisa memiliki (derajat) itu? Ia berfirman; Dengan istighfar (memohon ampun)
anakmu bagimu. Musnad Ahmad, II:509 no:10618, Al-Bidayah wan Nihayah, X:572