HADIS MUTAWATIR
(Klasifikasi hadis ditinjau dari Segi Jalur Periwayatan)
Oleh: Ibnu Muchtar
(Klasifikasi hadis ditinjau dari Segi Jalur Periwayatan)
Oleh: Ibnu Muchtar
Nabi saw.
telah mengajarkan hadisnya kepada para sahabat dengan berbagai metode/cara, dan
beliau berusaha mendorong mereka untuk menyebarkannya. Setelah beliau wafat,
tugas mengajarkan hadis dilanjutkan oleh para sahabat. Aktivitas para sahabat
ini mengakibatkan hadis Nabi ikut menyebar bersamaan dengan meluasnya
masyarakat muslim. Semakin jauh
penyebaran hadis, maka jumlah orang-orang yang berkecimpung di dalam penyebran
itu semakin meningkat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan sebuah
hadis yang pada mulanya hanya dikenal di daerah tertentu kemudian menjadi
terkenal secara meluas di berbagai daerah yang berbeda. Kadang-kadang sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat, ternyata dinukilkan oleh sepuluh
orang pada generasi berikutnya. Kemudian dari sepuluh orang ini melahirkan dua
puluh atau tiga puluh orang dari daerah yang berbeda. Metode-metode penyebaran hadis
yang dipergunakan oleh para sahabat dan generasi berikutnya ini kemudian
melahirkan sistem isnad/sanad.
Fakta
sejarah tersebut menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada pengklasifikasian hadis.
Sedangkan terjadinya pengklasifikasian hadis itu didasarkan pada kondisi
perkembangan isnad (jalur periwayatan). Karena kondisi perkembangan isnad, maka
pemberitaan hadis “diliputi” oleh dua keadaan; Pertama, disebut qath’iyyul
wurud, yaitu dapat dipastikan datangnya dari Rasulullah. Kedua, disebut zhaniyyul
wurud, yaitu tidak dapat dipastikan datangnya dari Rasulullah. Untuk menentukan kepastiannya perlu dilakukan
penelitian.
Dilihat dari
kondisi perkembangan sanad atau jalur periwayatan itulah para ulama membagi hadis
menjadi dua macam, yaitu mutawatir dan ahad
Kriteria
Mutawatir
Hadis mutawatir adalah
مَا رَوَاهُ عَدُدٌ كَثِيْرٌ بِلاَ
حَصْرٍ عَدَدٍ مُعَيَّنٍ تُحِيْلُ الْعَادَةُ تَوَاتُؤَهُمْ وَتَوَافُقَهُمْ عَلَى
الْكَذِبِ
“hadis yang
diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak terbatas jumlahnya, dan secara adat
mustahil mereka bersepakat dan berunding bersama untuk berdusta atau memalsukan
riwayat tersebut.”
Dari definisi tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
suatu hadis dapat dikategorikan mutawatir apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Penyampai
dan penerima hadis itu pada tiap jenjang generasi banyak jumlahnya. Sebagian
ulama menetapkan syarat minimal 10 orang dan maksimal tidak terbatas.
2. Dengan jumlah
sebanyak itu mustahil mereka bersepakat untuk berdusta, karena tiap generasi
itu berasal dan tersebar di berbagai propinsi dan negara yang berbeda.
3. Shighatul
Ada (metode/cara
penyampaian) antara satu dengan yang lainnya harus jelas, misalnya menggunakan
kalimat sami'na (kami mendengar) atau haddatsana (telah menceritakan kepada
kami
4. Isi berita
dari sumber awal (generasi sahabat) sampai sumber akhir (generasi pencatat
hadis) tidak berubah.
Pembagian
Hadis Mutawatir
Dilihat dari aspek redaksionalnya, hadis mutawatir ada dua macam
Pertama,
disebut Mutawatir lafzhi
Yaitu hadis
yang mutawatir dari segi lafazh dan ma’nanya, sebagai contoh
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Siapa
yang berdusta atas namaku, bersiapsiaplah mengambil tempatnya di neraka.”
Hadis ini diterima
dan disampaikan oleh 70 orang lebih sahabat Rasul, antara lain:
1.
Abu Hurairah riwayat Bukhari
2.
Al-Mughirah riwayat Muslim
3.
Jabir riwayat Ad-darimi
4.
Zubair riwayat Abu Daud
5.
Anas riwayat Ibnu Majah
6.
Ibnu Mas’ud riwayat Tirnidzi
7.
Usman riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi
8.
Abu Said riwayat Abu Hanifah
9.
Nabith bin Syureh riwayat Thabrani
10.
Zaid bin Arqam riwayat Hakim
Dari 70
orang tersebut diterima oleh para perawi pada generasi berikutnya dengan jumlah
sebanyak itu pula. Demikian seterusnya hingga sampai pada jenjang generasi para
pencatat hadis.
Kedua, Mutawatir ma’nawi
Yaitu hadis
mutawatir dari segi ma’nanya saja, tidak dengan lafazhnya. Contohnya hadis
tentang turunnya Nabi Isa pada akhir zaman.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ
حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ
الْجِزْيَةَ وَيُفِيْضَ الْمَالَ حَتَّى يَقْبَلَهُ أَحَدٌ وَحَتَّى تَكُوْنَ
السَّجَّدَةُ خَيْرًا لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
‘Demi diriku yang ada pada kekuasaannya,
hampir dekat waktunya Ibnu Maryam (Isa) akan turun kepadamu sebagai hakim yang
adil, kemudian ia akan menghancurkan salib, membasmi babi, menghilangkan upeti,
membagikan harta sehingga tidak seorangpun yang menerimanya, dan sujud (ibadah)
lebih baik bagi dirinya daripada dunia dan segala isinya.” (Tafsir Ibnu Katsir I:578).
Hadis ini diterima
dan disampaikan oleh 22 orang sahabat Rasul, antara lain: Abu Hurairah, Ibnu
Mas’ud, Usman bin Abi Ash, Abu Umamah, Nawas bin Sam’an, Abdullah bin ‘Amr, Mujmi bin Jariyyah, Abu Syaibah, Huzaifah bin Ubaid. Dari 22
orang tersebut diterima oleh para perawi pada generasi berikutnya dengan jumlah
sebanyak itu pula. Demikian seterusnya hingga sampai pada jenjang generasi para
pencatat hadis.
Menurut
penelitian hadis mutawatir lafzhi lebih sedikit jumlahnya bila dibandikan dengan
jumlah hadis mutawatir maknawi.
Kitab-kitab
tentang hadis Mutawatir
Begitu pentingnya keberadaan hadis mutawatir,
maka para ulama telah menghimpun hadis itu pada kitab tersendiri, antara lain
1. Al-Azhar
al-Mutanatsirah fil Akhbaril Mutawatirah,
2. Qathful Azhar,
Keduanya karya
Jalaludin Abdurrahman bin Kamal al-Din Abu Bakar, atau yang
lebih populer dengan sebutan al-Suyuthi (wafat 911 H/1505 M).
3. Nazhmul Mutanatsir minal Hadits
al-Mutawatir karya Muhamad bin Ja'far al-Kitani
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukan
di muka, maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa hadis mutawatir
termasuk hadis yang qat’i (pasti) sumbernya, yang berarti secara ilmiah
merupakan sumber dalil yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Semua Khabar tentang
akidah, ibadah, dan mu'amalah dapat dimasukkan kategori mutawatir,
apabila memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan diawal pembahasan.
Dengan demikian hadis mutawatir merupakan
hadis yang wajib kita amalkan, karena mengandung keyakinan yang hampir
sederajat dengan Alquran dari segi periwayatannya.
Syarah
الحمد لله الذي هدانا لهذا وماكنا لنهتدي
لولا أن هدانا الله أشهد...
Pendengar setia
RRI yang dimulyakan Allah
Alhamdulillah
atas izin Allah kita dapat dipertemukan kembali untuk melanjutkan kajian ilmu
hadis bagian ke-4. Pada pertemuan sebelumnya hari Sabtu 21 April 2007 telah
kita kaji tentang kriteria atau definisi hadis qudsi. Adapun materi kajian pada
hari ini adalah tentang hadis Mutawatir. Namun sebelum menjelaskan apa yang
dimaksud hadis mutawatir itu, kami perlu menyampaikan terlebih dahulu latar
belakang mengapa ada istilah hadis Mutawatir?
Pendengar
setia RRI yang dimulyakan Allah
Nabi saw. telah mengajarkan
hadisnya kepada para sahabat dengan berbagai metode/cara, dan beliau berusaha
mendorong mereka untuk menyebarkannya. Setelah beliau wafat, tugas mengajarkan
hadis dilanjutkan oleh para sahabat. Aktivitas para sahabat ini mengakibatkan
hadis Nabi ikut menyebar bersamaan dengan meluasnya masyarakat muslim.
Semakin jauh penyebaran hadis, maka
jumlah orang-orang yang berkecimpung di dalam penyebaran itu semakin meningkat
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan sebuah hadis yang pada mulanya
hanya dikenal di daerah tertentu kemudian menjadi terkenal secara meluas di
berbagai daerah yang berbeda. Kadang-kadang sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang sahabat, ternyata diterima dan disampaikan oleh sepuluh orang pada
generasi berikutnya. Kemudian dari sepuluh orang ini melahirkan dua puluh atau
tiga puluh orang dari daerah yang berbeda. Metode-metode penyebaran hadis yang
dipergunakan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya itu kemudian melahirkan
sistem isnad/sanad.
Fakta sejarah tersebut
menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada pengklasifikasian atau diversifikasi hadis,
yakni pembagian hadis menjadi beraneka ragam. Adapun terjadinya
pengklasifikasian hadis tersebut salah satu di antaranya karena didasarkan pada
kondisi perkembangan isnad atau jalur periwayatan tadi. Karena kondisi
perkembangan isnad tersebut, maka pemberitaan hadis “diliputi” oleh dua
keadaan; Pertama, disebut qath’iyyul wurud, yaitu dapat dipastikan
datangnya dari Rasulullah. Kedua,
disebut zhaniyyul wurud, yaitu tidak dapat dipastikan datangnya dari
Rasulullah. Untuk menentukan
kepastiannya perlu dilakukan penelitian. Dilihat dari kondisi perkembangan
sanad itulah para ulama membagi hadis menjadi dua macam, yaitu mutawatir dan
ahad
Apakah yang dimaksud dengan hadis
mutawatir?
Kata mutawatir berasal dari kata
tawatara. Secara bahasa artinya beruntun atau berturut-turut. Kata dasar ini
telah digunakan oleh Allah dalam Alquran surat al-Mukminun, ayat 44.
ثُمَّ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا تَتْرَى
Kemudian Kami utus (kepada
umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut
Sedangkan secara istilah Hadis mutawatir adalah
مَا رَوَاهُ عَدُدٌ كَثِيْرٌ بِلاَ
حَصْرٍ عَدَدٍ مُعَيَّنٍ تُحِيْلُ الْعَادَةُ تَوَاتُؤَهُمْ وَتَوَافُقَهُمْ عَلَى
الْكَذِبِ
“hadis yang
diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak terbatas jumlahnya, sehingga dengan
jumlah sebanyak itu secara adat mustahil mereka bersepakat dan berunding
bersama untuk berdusta atau memalsukan riwayat tersebut.”
Dari definisi tersebut kita dapat
mengambil suatu kesimpulan bahwa suatu hadis dapat dikategorikan atau
dikelompokan kepada mutawatir apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Penyampai dan penerima hadis itu banyak
jumlahnya pada tiap jenjang generasi. Sebagian ulama menetapkan syarat minimal
10 orang.
2.
Dengan jumlah sebanyak itu tidak ada
kesempatan bagi mereka bersekongkol untuk berdusta atas nama Rasul atau
memalsukan hadis itu, karena tiap generasi itu berasal dan tersebar di berbagai
propinsi dan negara yang berbeda. Di samping itu mereka tidak saling kenal satu
dengan lainnya.
3.
Shighatul Ada (metode/cara penyampaian) antara
satu dengan yang lainnya harus jelas, misalnya menggunakan kalimat sami'na
(kami mendengar) atau haddatsana (telah menceritakan kepada kami)
4.
Isi berita dari sumber awal (generasi
sahabat) sampai sumber akhir (generasi pencatat hadis) tidak berubah.
Pembagian Hadis Mutawatir
Dilihat dari
aspek redaksional/kalimatnya, hadis mutawatir dibagi atas dua macam;
Pertama, disebut Mutawatir lafzhi
Yaitu hadis yang mutawatir dari segi redaksi dan ma’nanya, sebagai
contoh hadis
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Siapa yang berdusta atas namaku,
bersiap-siaplah mengambil tempatnya di neraka.”
Hadis ini diterima dan disampaikan oleh lebih dari 70 orang
sahabat Rasul, antara lain:
1.
Abu Hurairah riwayat
Bukhari
2.
Al-Mughirah riwayat
Muslim
3.
Jabir riwayat Ad-darimi
4.
Zubair riwayat Abu Daud
5.
Anas riwayat Ibnu Majah
6.
Ibnu Mas’ud riwayat Tirnidzi
7.
Usman riwayat Abu Daud dan at-Tirmidzi
8.
Abu Said riwayat Abu Hanifah
9.
Nabith bin Syureh riwayat
Thabrani
10.
Zaid bin Arqam riwayat Hakim
Dari 70 orang tersebut diterima oleh orang-orang pada generasi
berikutnya dengan jumlah sebanyak itu pula, bahkan hingga 200 orang. Demikian
seterusnya hingga sampai pada jenjang generasi para pencatat hadis.
Dilihat dari kesamaan redaksi sejak diterima oleh generasi sahabat
hingga dicatat oleh generasi terakhir, maka hadis ini disebut mutawatir lafzhi.
Kedua,
Mutawatir ma’nawi
Yaitu hadis mutawatir dari segi ma’nanya saja, tidak dengan redaksinya.
Contohnya hadis tentang turunnya Nabi Isa pada akhir zaman.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ
حَكَمًا عَدْلاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ
الْجِزْيَةَ وَيُفِيْضَ الْمَالَ حَتَّى يَقْبَلَهُ أَحَدٌ وَحَتَّى تَكُوْنَ
السَّجَّدَةُ خَيْرًا لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
‘Demi diriku yang ada pada kekuasaannya,
hampir dekat waktunya Ibnu Maryam (Isa) akan turun kepadamu sebagai hakim yang
adil, kemudian ia akan menghancurkan salib, membasmi babi, menghilangkan upeti,
membagikan harta sehingga tidak seorangpun yang menerimanya, dan sujud (ibadah)
lebih baik bagi dirinya daripada dunia dan segala isinya.”
Hadis ini diterima dan disampaikan oleh 22 orang sahabat Rasul,
antara lain: Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, Usman bin Abi Ash, Abu Umamah, Nawas
bin Sam’an, Abdullah bin ‘Amr, Mujmi bin
Jariyyah, Abu Syaibah, Huzaifah bin
Ubaid. Dari 22 orang tersebut diterima oleh para perawi pada generasi
berikutnya dengan jumlah sebanyak itu pula. Demikian seterusnya hingga sampai
pada jenjang generasi para pencatat hadis.
Mengapa hadis ini tidak
dapat disebut mutawatir lafzhi? karena redaksi hadis yang disampaikan oleh
ke-22 sahabat itu tidak sama, terutama yang disampaikan oleh Abu Huraerah. Misalnya
dalam riwayat Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, III:1272; Muslim, Shahih
Muslim, I:136; Abu Nu’em al-Asbahani, al-Musnad al-Mustakhraj ‘ala
Shahih Muslim, I:220; Ibnu Hiban, Shahih Ibnu Hiban, juz XV:213;
Ibnu Mandah, al-Iman, I:515; H.r. Ad-Dailami, al-Firdaus bi Ma’tsuril
Khithab, III:294 dengan redaksi
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ
أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
Sedangkan dalam riwayat al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, II:875, No. 2476; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:1363; Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, VII:494; at-Thabrani, al-Mu’jamul Ausath, II:89; al-Baihaqi, Syu’abul Iman, I:512-513 dengan redaksi
لَا
تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ
مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ
وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Meskipun berbeda-beda kalimatnya tapi hadis-hadis itu mengandung
pengertian yang sama, yakni akan datangnya Nabi Isa pada akhir zaman. Dilihat
dari perbedaan redaksi itulah maka hadis ini disebut mutawatir lafzhi.
Menurut penelitian kami hadis mutawatir lafzhi lebih sedikit
jumlahnya bila dibandikan dengan jumlah hadis mutawatir maknawi.
Kitab-kitab tentang hadis Mutawatir
Begitu
pentingnya keberadaan hadis mutawatir, maka para ulama telah berupaya mengumpulkan
dan menulis hadis itu pada kitab tersendiri, antara lain
1. Al-Azhar al-Mutanatsirah fil
Akhbaril Mutawatirah,
2.
Qathful Azhar,
Keduanya karya Jalaludin
Abdurrahman bin Kamal al-Din Abu Bakar, atau yang lebih populer dengan sebutan
al-Suyuthi (wafat 911 H/1505 M).
3.
Nazhmul Mutanatsir minal Hadits al-Mutawatir karya Muhamad bin Ja'far al-Kitani
Berdasarkan penjelasan yang telah
disebutkan tadi, maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa hadis
mutawatir, baik lafzhi maupun maknawi, termasuk hadis yang qat’iyyul wurud
(pasti datangnya), yakni betul-betul bersumber dari Nabi. Karena itu, secara ilmiah pada hadis
mutawatir tidak diperlukan lagi penelitian tentang kualitas para rawi atau
sifat-sifat orang yang meriwayatkannya.
Dengan demikian hadis mutawatir
merupakan hadis yang wajib kita amalkan, baik berkaitan dengan akidah, ibadah,
maupun mu'amalah karena statusnya hampir sederajat dengan Alquran dilihat dari
segi periwayatannya.
Demikian
pembahasan ringkas tentang hadis mutawatir yang dapat disampaikan pada pertemuan
ini. Adapun pengertian hadis Ahad insya Allah akan kita kaji pada sabtu yang
akan datang. Aqulu qauli hadza…