Contoh Pidato Tentang Hari Raya Qurban

 Contoh Pidato  - Sahabat warna admin akan sedikit berbagi tema mengenai contoh pidato untuk hari raya qurban atau idul adha- cukup penting bagi seorang khotib mempersiapkan tema yang tepat dalam hal tersebut, nah buat anda yang suka khutbah admin akan sajikan  contoh khutbah idul adhan, atau pidato hari raya qurban, guna memudahkan anda dalam memberikan konsep atau tema yang tepat untuk idul adha.

Contoh Pidato Hari Raya Qurban


IED PADA HARI JUM’AT
Oleh: Ibnu Muchtar

Jum’at 10 Dzulhijjah 1425 H/21 Januari 2005 M

Tidak ada pujian yang paling pantas kita nyatakan selain Al-hamdulillah, karena dengan rahmat dan karunia Allah swt. kita dapat merasakan nikmatnya iedul Adha 1425 H dalam suasana yang aman dan tentram. Hal ini tentunya berbeda dengan ikhwatu iman, saudara-saudara kita yang pada saat ini sedang tertimpa musibah, khususnya di Aceh dan Sumut. Mereka harus merayakan idul adha dengan perasaan duka dan masih diliputi suasana prihatin. Kita bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini dengan perasaan suka cita dan dalam suasana yang damai.Oleh sebab itu, sudah sepantasnya bila pada hari ini kita bertakbir, bertasbih, mengagungkan asma Allah.
ألله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله هو الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
     Memperhatikan perjalanan hidup kita sampai saat ini, sungguh banyak nasehat dan khutbah yang telah kita dengar, namun sebagian besar  isi nasehat dan khutbah itu telah hilang dari ingatan.
     Nasihat agama, khutbah id, dan khutbah Jumat hanya sampai pada telinga, tidak menembus kalbu, tidak menjadi amal, bila didengar tanpa perhatian, tanpa taffakkur dalam pikiran. Itulah sebabnya, mendengarkan sesuatu yang wajib didengarkan sama beratnya dengan membiarkan sesuatu yang haram didengarkan. Kedua-duanya memerlukan usaha yang sungguh-sungguh. Sebab, bila perhatian tercurahkan pada kemaksiatan, maka kemasiatanlah yang akan sering didengar dan tidak pernah lepas dari ingatan.
Aidin Wal Aidat Rahimakumullah
Kita meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi dalam kehidupan manusia kecuali dengan takdir Allah swt. Di antara takdir itu adalah sebagaimana yang telah kita ma’lumi beberapa bulan sebelumnya, bahwa pada tahun ini tidak terjadi perbedaan dalam penentuan iedul adha 1425 H, baik antar ormas Islam terbesar di Indonesia, maupun antar Indonesia dengan Saudi Arabia, yaitu hari Jumat 21 Januari 2005, karena disepakati bahwa 1 Dzulhijjah 1425 H jatuh pada hari Rabu 12 Januari 2005. Namun tanpa diduga sebelumnya tiba-tiba Saudi Arabia merubah kalender yang telah disusun satu tahun sebelumnya hanya karena ada orang yang mengaku melihat hilal/ awal bulan Dzulhijjah pada hari Selasa 11 Januari 2005, padahal berdasarkan perhitungan para ahli hilal pada waktu itu tidak mungkin dirukyat, mustahil dapat dilihat. Sayangnya keputusan Saudi Arabia ini diikuti oleh sebagian kalangan padahal mereka penduduk Indonesia, maka kebersamaan waktu pelaksanaan Iedul Adha 1425 di Indonesia sedikit terganggu. Karena kita penduduk Indonesia, maka kita tetap dengan perhitungan semula beridul adha hari Jumat 21 Januari 2005 M. Oleh karena itu, pelaksanaan Iedul Adha pada hari Jumat 21 Januari 2005 ini kita yakini sebagai takdir Allah yang terbaik.
Sehubungan dengan terjadinya pertemuan dua ied, yaitu Iedul fitri/iedul adha dan hari Jum’at,  maka ada  beberapa ketetapan syariat yang perlu kita perhatikan:
     Pertama, peristiwa Ied jatuh pada hari Jum’at tidak hanya dialami oleh kita, namun pernah terjadi pula pada zaman Rasulullah sebagaimana diterangkan oleh 4 orang sahabat Rasul, yaitu
(1)    Ibnu Umar dalam riwayat At-Thabrani, Ibnu Abu Syaibah, Abdur Razaq, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dan Ibnul Jarud.
(2)    Zaid bin Arqam dalam riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah, dan al-Hakim.
(3)    Abu Hurairah dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, dan al-Hakim.
(4)    Ibnu Abas dalam riwayat Ibnu Majah.
semuanya menjelaskan bahwa ied pada waktu itu adalah Iedul Fitri, yaitu 1 Syawwal 3 H/15 Maret 625 M. Dan ini satu-satunya iedul fitri yang jatuh pada hari Jumat selama Rasul hidup di Madinah 10 tahun.  Di dalam khutbah Ied waktu itu Rasulullah bersabda:
قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هذَا عِيْدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ
“Pada hari ini telah bersatu dua ied, maka siapa yang akan melaksanakan salat Jum’at maka datanglah, dan siapa yang akan meninggalkannya (tidak melaksanakannya), maka tinggalkanlah.” H.r. Ibnu Majah.
Dalam redaksi lainnya:
عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود–
siapa yang mau yang merasa cukup (tidak melaksanakan salat Jum’at), maka salat ied ini mencukupkan dari (salat) Jum’at, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan salat Jum’at.” H.r. Abu Daud
Sabda Rasul menjelaskan bahwa bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan: Boleh Tidak melaksanakan salat Jum’at dan Boleh pula melaksanakan solat Jum’at. Sehubungan dengan itu orang yang mendaifkan hadis ied pada hari Jumat perlu ketelitian dan kehati-hatian.
Kemudian peristiwa ied pada hari Jumat terjadi pula pada masa sahabat Rasul, yaitu masa kekhalifahan Umar, Usman bin Affan, dan Ali sebagaimana diterangkan oleh Abu Ubaid dalam riwayat Al-Bukhari, Abdur Razaq, dan Ibnu Hiban. Ied yang terjadi pada masa ini adalah Iedul Adha. Kemudian pada masa kekhalifahan Ibnuz Zubair terjadi pula iedul Fitri pada hari Jum’at, yaitu 1 Syawwal 94 H/29 Juni 713 M (Fathul Bari,  III:129).
Kedua, dibolehkannya laki-laki yang telah salat ied untuk tidak melaksanakan salat Jum’at jangan di artikan bahwa salat ied sebagai salat sunat telah mengalahkan salat Jum’at yang wajib, karena bagi laki-laki jika pada pagi harinya telah melaksanakan salat ied, ia dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Hal itu sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sahabat Ibnu Zubair
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ  - رواه أبو داود -
Atha berkata, “Hari Jum’at dan Iedul Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menjama’ keduanya, yaitu salat dua rakaat (salat ied) pada pagi hari, ia tidak melaksanakan salat apapun (tidak salat zhuhur) sampai ia salat Ashar”. H.r. Abu Daud

Berdasarkan hadis ini, laki-laki yang melaksanakan salat Ied dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Ibnu Zubair tidak salat Jum’at lagi dan tidak pula salat zuhur. Amaliah Ibnu Zubair tidak menyalahi ketentuan syara, tapi justru mengamalkan sabda Rasulullah yang dikekumakan pada khutbah ied-nya. Faman Sya-a ajza-ahu minal jumati.
Ketiga, Muncul berbagai pertanyaan di beberapa daerah, khususnya di Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Subang seputar kaifiyat/tata cara pelaksanaan salat ied sehubungan Ied jatuh pada hari Jumat. Karena ada sebagian fatwa yang menyatakan bahwa apabila Ied jatuh pada hari Jumat maka pelaksanaan salat Ied berubah, yaitu Salat Ied dilaksanakan setelah Khutbah seperti pada salat Jumat. Padahal apabila kita perhatikan keterangan-2 yang layak untuk dipercayai maka pelaksanaan salat ied tetap sebagaimana biasa, yaitu dilaksanakan sebelum khutbah Ied. Adapun keterangan Wahab bin Kaisan dalam riwayat an-Nasai yang menyatakan bahwa Ibnu Zuber khutbah dulu lalu salat (seperti pada salat Jumat) tidak dapat diterima karena pemberitaan itu bertentangan dengan keterangan Shahibul waqi’ (pelaku peristiwa), yaitu Atha bin Abu Rabbah bahwa Ibnu Zuber salat Ied dulu lalu Khutbah sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Dari keterangan-keterangan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan:
1.  Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied dipandang telah melaksanakan salat Jumat.
2.    Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied, pada siang harinya boleh tidak melaksanakan salat Jum’at dan tidak perlu diganti dengan salat zuhur, serta boleh pula untuk melaksanakan Jumat.
3.    Laki-laki yang tidak melaksanakan salat ied tidak diberikan pilihan kecuali tetap wajib melaksanakan salat Jumat.
4.    Bagi perempuan walaupun telah melaksanakan salat ied, tetap wajib melaksanakan salat zuhur
5. Kaifiyat pelaksanaan ied pada hari Jumat sebagaimana biasa, yaitu dimulai oleh salat kemudian khutbah, seperti yang kita laksanakan pada hari ini.

Mudah-mudahan iedul qurban yang telah kita laksanakan dapat mengembalikan semangat dan jiwa qurbani pada diri kita masing-masing, sehingga kehidupan kita sarat dengan fastabiqul khairat.

* Iedul Adha 1425 H. Al-Amin Pasir Impun Sukamiskin


Jum’at 10 Dzulhijjah 1422 H/22 Pebruari 2002
     Tidak ada pujian yang paling pantas kita nyatakan selain Al-hamdulillah, karena dengan rahmat dan karunia Allah swt. kita dapat merasakan nikmatnya iedul Adha dalam suasana yang tentram dan aman, disertai dengan satu keyakinan yang kuat bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi dalam kehidupan manusia kecuali dengan takdir Allah swt. Di antara takdir itu adalah sebagaimana yang telah kita ma’lumi jauh-jauh hari sebelumnya, bahwa pada mulanya kita akan melaksanakan Iedul Adha pada Sabtu 23 Pebruari 2002, hal ini berdasarkan ketetapan Almanak Persatuan Islam tahun 1422 H yang menyatakan tanggal 10 Dzulhijjah /Idul Adha jatuh pada hari Sabtu 23 Pebruari 2002, namun tanpa diduga sebelumnya ketetapan tersebut kemudian dimansukh/dibatalkan berdasarkan musyawarah PP Persatuan Islam hari Kamis 14 Pebruari 2002 menjadi hari Jumat 22 Pebruari 2002. Oleh karena itu, pelaksanaan Iedul Adha pada hari Jumat 22 Pebruari 2002 ini kita yakini sebagai takdir Allah yang terbaik.
Sehubungan dengan terjadinya pertemuan dua ied, yaitu Iedul Adha dan hari Jum’at,  maka ada  beberapa keterangan yang perlu kita perhatikan:
1. Muncul berbagai pertanyaan di beberapa daerah di Kabupaten Bandung seputar kaifiyat pelaksanaan salat ied sehubungan Ied jatuh pada hari Jumat. Karena ada sebagian fatwa yang menyatakan bahwa apabila Ied jatuh pada hari Jumat maka pelaksanaan salat Ied berubah, yaitu Salat Ied dilaksanakan setelah Khutbah seperti pada salat Jumat. Padahal apabila kita perhatikan keterangan-2 yang layak untuk dipercayai maka pelaksanaan salat ied tetap sebagaimana biasa, yaitu dilaksanakan sebelum khutbah Ied. Adapun keterangan yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu Zuber khutbah dulu lalu salat (seperti pada salat Jumat) tidak dapat diterima karena pemberitaan itu bertentangan dengan hadis yang lebih kuat bahwa Ibnu Zuber salat Ied dulu lalu Khutbah.
2. Peristiwa Ied jatuh pada hari Jum’at tidak hanya dialami oleh kita, namun pernah terjadi pula pada zaman Rasulullah, sebagaimana yang diterangkan oleh sahabat Ibnu Umar dalam riwayat At-Thabrani, yaitu Iedul Fitri jatuh pada hari Jumat. Kemudian pada masa kekhalifahan Usman bin Affan sebagaimana yang diterangkan oleh sahabat Abu Ubaid riwayat Al-Bukhari, Abdur Razaq, Ibnu Hiban, yaitu Iedul Adha pada hari Jum’at. Kemudian pada masa kekhilafahan Ibnuz Zubair yaitu kurang lebih tahun 94 H (Fathul Bari,  III:129) terjadi pula iedul Fitri pada hari Jum’at.
Di dalam khutbah Ied-nya Rasulullah bersabda:
مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ
“Siapa yang akan melaksanakan salat Jum’at maka datanglah, dan siapa yang akan meninggalkannya (tidak melaksanakannya), maka tinggalkanlah.” H.r. Ibnu Majah.
Dalam redaksi lainnya:
عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود–
siapa yang mau yang merasa cukup (tidak melaksanakan salat Jum’at), maka salat ied ini mencukupkan dari (salat) Jum’at, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan salat Jum’at.” H.r. Abu Daud
Hadis ini menjelaskan bahwa bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan:
1.          Boleh Tidak melaksanakan salat Jum’at.
2.          Boleh melaksanakan solat Jum’at.
3.  Dibolehkannya tidak melaksanakan salat Jum’at bagi laki-laki yang telah salat ied jangan di artikan bahwa salat ied sebagai salat sunat telah mengalahkan salat Jum’at yang wajib, karena bagi laki-laki jika pada pagi harinya telah melaksanakan salat ied, ia dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Hal itu sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sahabat Ibnu Zubair
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ  - رواه أبو داود

Atha berkata, “Hari Jum’at dan Iedul Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menjama’ keduanya, yaitu salat dua rakaat (salat ied) pada pagi hari, ia tidak melaksanakan salat apapun (tidak salat zhuhur) sampai ia salat Ashar”. H.r. Abu Daud
Berdasarkan hadis ini, laki-laki yang melaksanakan salat Ied telah melaksanakan salat Jum’at. Ibnu Zubair tidak salat Jum’at lagi dan tidak pula salat zuhur. Perilaku sahabat Ibnu Zubair tidak menyalahi ketentuan syara, tapi justru mengamalkan sabda Rasulullah yang telah dikemukakan.
Dari keterangan-keterangan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan:
1. Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied dipandang telah melaksanakan salat Jumat.
2. Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied, pada siang harinya boleh tidak melaksanakan salat Jum’at dan tidak perlu diganti dengan salat zuhur, serta boleh pula untuk melaksanakan Jumat.
3. Laki-laki yang tidak melaksanakan salat ied tidak diberikan pilihan kecuali tetap wajib melaksanakan salat Jumat.
4. Ibu-ibu tetap wajib melaksanakan salat zuhur, walaupun telah melaksanakan salat ied.







Jumat 1 Syawwal 1423 H/ 6 Desember 2002
     Tidak ada pujian yang paling pantas kita nyatakan selain Al-hamdulillah, karena dengan rahmat dan karunia Allah swt. kita dapat merasakan nikmatnya iedul fitri 1423 H dalam suasana yang tentram dan aman. Hal ini tentunya berbeda dengan ikhwan kita yang pada saat ini sedang tertimpa musibah, baik berupa bencana alam maupun dilanda peperangan. Mereka harus menjalankan saum Ramadhan dan idul fitri dengan perasaan duka dan diliputi suasana prihatin serta mencekam. Kita bersyukur kepada Allah atas kenikmatan yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga kita dapat hadir dan berkumpul di tempat ini dengan perasaan suka cita dan dalam suasana yang damai.Oleh sebab itu, sudah sepantasnya bila pada hari ini kita bertakbir, bertasbih, mengagungkan asma Allah.
ألله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله هو الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
     Memperhatikan perjalanan hidup kita sampai saat ini, sungguh banyak nasehat dan khutbah yang telah kita dengar, namun sebagian besar  isi nasehat dan khutbah itu telah hilang dari ingatan.
     Nasihat agama, khutbah id, dan khutbah Jumat hanya sampai pada telinga, tidak menembus kalbu, tidak menjadi amal, bila didengar tanpa perhatian, tanpa taffakkur dalam pikiran. Itulah sebabnya, mendengarkan sesuatu yang wajib didengarkan sama beratnya dengan membiarkan sesuatu yang haram didengarkan. Kedua-duanya memerlukan usaha yang sungguh-sungguh. Sebab, bila perhatian tercurahkan pada kemaksiatan, maka kemasiatanlah yang akan sering didengar dan tidak pernah lepas dari ingatan.
Aidin Wal Aidat Rahimakumullah
Kita meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi dalam kehidupan manusia kecuali dengan takdir Allah swt. Di antara takdir itu adalah sebagaimana yang telah kita perkirakan beberapa hari sebelumnya, bahwa pada tahun ini akan terjadi perbedaan dalam penentuan awal syawwal atau iedul fitri, yakni antara hari Kamis 5 Desember dan Jumat 6 Desember 2002. Ternyata kita ditakdirkan oleh Allah untuk beridul fitri pada hari Jumat. Oleh karena itu, pelaksanaan Idul fitri pada hari Jumat  6 Desember 2002 ini kita yakini sebagai takdir Allah yang terbaik.
Sehubungan dengan terjadinya pertemuan dua ied, yaitu Iedul fitri/iedul adha dan hari Jum’at,  maka ada  beberapa pengajaran yang perlu kita perhatikan:
1. Peristiwa Ied jatuh pada hari Jum’at tidak hanya dialami oleh kita, namun pernah terjadi pula pada zaman Rasulullah dan para sahabatnya.
a.  Ibnu Umar dalam riwayat At-Thabrani, Ibnu Abu Syaibah, Abdur Razaq, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dan Ibnul Jarud menjelaskan bahwa pada masa Nabi saw. pernah terjadi Iedul Fitri jatuh pada hari Jumat.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ   عِيْدَانِ  عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ الله  ص يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمْعَةٍ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُوْلُ اللهُ  صلى الله عليه وسلم  الْعِيْدَ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ …  - رواه الطبراني في الكبير و ابن أبي شيبة و عبد الرزاق و ابن خزيمة و والحاكم وابن الجارود -

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Dua ied berkumpul pada masa Rasulullah saw. yaitu Iedul fitri dan Jumat, maka beliau salat Ied mengimami mereka, kemudian beliau mengahadap mereka, lalu berkhutbah…” H.r. At-Thabrani, Ibnu Abu Syaibah, Abdur Razaq, Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, dan Ibnul Jarud
Di dalam khutbah Ied-nya Rasulullah bersabda:
قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هذَا عِيْدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ
“Pada hari ini telah bersatu dua ied, maka siapa yang akan melaksanakan salat Jum’at maka datanglah, dan siapa yang akan meninggalkannya (tidak melaksanakannya), maka tinggalkanlah.” H.r. Ibnu Majah.
Dalam redaksi lainnya:
عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود–
siapa yang mau yang merasa cukup (tidak melaksanakan salat Jum’at), maka salat ied ini mencukupkan dari (salat) Jum’at, dan sesungguhnya kami akan melaksanakan salat Jum’at.” H.r. Abu Daud
Dari khutbah Rasul tersebut kita mendapatkan penjelasan bahwa bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan: Boleh Tidak melaksanakan salat Jum’at; Boleh melaksanakan solat Jum’at.
b.  sahabat Abu Ubaid riwayat Al-Bukhari, Abdur Razaq, Ibnu Hiban, menerangkan bahwa pada masa kekhalifahan Umar, Usman bin Affan, dan Ali pernah terjadi Iedul Adha pada hari Jum’at.
c.  Kemudian pada masa kekhalifahan Ibnuz Zubair yaitu kurang lebih tahun 94 H (Fathul Bari,  III:129) terjadi pula iedul Fitri pada hari Jum’at.
                      2.        Dibolehkannya laki-laki yang telah salat ied untuk tidak melaksanakan salat Jum’at jangan di artikan bahwa salat ied sebagai salat sunat telah mengalahkan salat Jum’at yang wajib, karena bagi laki-laki jika pada pagi harinya telah melaksanakan salat ied, ia dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Hal itu sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sahabat Ibnu Zubair
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ  -      رواه أبو داود

Atha berkata, “Hari Jum’at dan Iedul Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menjama’ keduanya, yaitu salat dua rakaat (salat ied) pada pagi hari, ia tidak melaksanakan salat apapun (tidak salat zhuhur) sampai ia salat Ashar”. H.r. Abu Daud
Berdasarkan hadis ini, laki-laki yang melaksanakan salat Ied telah melaksanakan salat Jum’at. Ibnu Zubair tidak salat Jum’at lagi dan tidak pula salat zuhur. Perilaku sahabat Ibnu Zubair tidak menyalahi ketentuan syara, tapi justru mengamalkan sabda Rasulullah yang dikekumakan pada khutbah ied-nya.
3.        Muncul berbagai pertanyaan di beberapa daerah, khususnya di Kabupaten Bandung seputar kaifiyat/tata cara pelaksanaan salat ied sehubungan Ied jatuh pada hari Jumat. Karena ada sebagian fatwa yang menyatakan bahwa apabila Ied jatuh pada hari Jumat maka pelaksanaan salat Ied berubah, yaitu Salat Ied dilaksanakan setelah Khutbah seperti pada salat Jumat. Padahal apabila kita perhatikan keterangan-2 yang layak untuk dipercayai maka pelaksanaan salat ied tetap sebagaimana biasa, yaitu dilaksanakan sebelum khutbah Ied. Adapun keterangan yang menyatakan bahwa sahabat Ibnu Zuber khutbah dulu lalu salat (seperti pada salat Jumat) tidak dapat diterima karena pemberitaan itu bertentangan dengan hadis yang lebih kuat bahwa Ibnu Zuber salat Ied dulu lalu Khutbah sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Dari keterangan-keterangan tersebut kita dapat mengambil kesimpulan:
5.  Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied dipandang telah melaksanakan salat Jumat.
6.    Laki-laki yang telah melaksanakan salat ied, pada siang harinya boleh tidak melaksanakan salat Jum’at dan tidak perlu diganti dengan salat zuhur, serta boleh pula untuk melaksanakan Jumat.
7.    Laki-laki yang tidak melaksanakan salat ied tidak diberikan pilihan kecuali tetap wajib melaksanakan salat Jumat.
8.    Ibu-ibu walaupun telah melaksanakan salat ied, tetap wajib melaksanakan salat zuhur
Aidin wal Aidat Rahimakumullah
Keterangan-keterangan yang baru saja kita dengar sangat besar faidahnya bila kita dengar dengan penuh perhatian, dan sangat tinggi dorongannya kepada kita untuk bertafakkur, apakah pendengaran kita telah mendorong kepada kemaslahatan? Sejak kapan pendengaran kita telah mengubah perasaan, pola pikir, niat, dan tindakan kita masing-masing?
Mudah-mudahan saum Ramadhan yang telah kita laksanakan dapat menuntun pendengaran kita untuk mendengar sesuatu yang layak dijadikan pegangan, sehingga berbagai nasehat yang pernah kita dengar tetap melekat dalam ingatan dan terlihat dalam perbuatan.
تقبل الله منا ومنكم




DALIL-DALIL

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ – رواه أبو داود و أحمد و ابن ماجة و الدارمي و النسائي واللفظ لأبي داود و الدارمي -
وفي لفظ لأحمد :…شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا قَالَ نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ *
وفي لفظ للنسائي : …أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ قَالَ نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ *
وفي لفظ لإبن ماجة : …هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ *
Namun apabila Ied (Iedul Fitri atau Iedul Adha) jatuh pada hari Jum’at, maka bagi laki-laki yang wajib Jum’at jika pada pagi harinya telah melaksanakan salat ied, ia dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Hal itu sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sahabat Ibnu Zubair
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ  - رواه أبو داود

Atha berkata, “Hari Jum’at dan Iedul Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menjama’ keduanya, yaitu salat dua rakaat (salat ied) pada pagi hari, ia tidak melaksanakan salat apapun (tidak salat zhuhur) sampai ia salat Ashar”. H.r. Abu Daud
Berdasarkan hadis ini, orang yang melaksanakan salat Ied telah melaksanakan salat Jum’at. Perilaku sahabat Ibnu Zubair tidak menyalahi ketentuan syara, tapi justru mengamalkan syariat sesuai dengan tuntunan Nabi saw.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود–
Dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. sesungguhnya beliau bersabda, “Telah berkumpul pada hari ini dua ied, siapa yang merasa cukup dari Jum’at (tidak melaksanakan salat Jum’at), sesungguhnya kami akan melaksanakan salat Jum’at.” H.r. Abu Daud
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ  - رواه ابن ماجة –
1302 حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ حَدَّثَنَا مِنْدَلُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ ثُمَّ قَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ * - رواه ابن ماجة -
Berdasarkan hadis ini, karena dipandang telah melaksanakan salat Jum’at, maka bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan:
1. Boleh Tidak melaksanakan salat Jum’at
2. Boleh melaksanakan solat Jum’at (lagi)
Adapun bagi laki-laki yang tidak melaksanakan salat ied, baginya tidak ada pilihan lain kecuali tetap wajib melaksanakan salat Jum’at. Demikian pula bagi ibu-ibu yang telah melaksanakan ied dan orang sakit tetap wajib Zhuhur.
1574 أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنِي وَهْبُ بْنُ كَيْسَانَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَأَخَّرَ الْخُرُوجَ حَتَّى تَعَالَى النَّهَارُ ثُمَّ خَرَجَ فَخَطَبَ فَأَطَالَ الْخُطْبَةَ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى وَلَمْ يُصَلِّ لِلنَّاسِ يَوْمَئِذٍ الْجُمُعَةَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ * - النسائي –
905 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْبَجَلِيُّ حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ قَالَ صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا فَصَلَّيْنَا وُحْدَانًا وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ * - أبو داود –
906 حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ * - أبو داود –



DALIL-DALIL

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ – رواه أبو داود و أحمد و ابن ماجة و الدارمي و النسائي واللفظ لأبي داود و الدارمي -
وفي لفظ لأحمد :…شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا قَالَ نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُجَمِّعَ فَلْيُجَمِّعْ *
وفي لفظ للنسائي : …أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ قَالَ نَعَمْ صَلَّى الْعِيدَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ *
وفي لفظ لإبن ماجة : …هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ كَانَ يَصْنَعُ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ *
Namun apabila Ied (Iedul Fitri atau Iedul Adha) jatuh pada hari Jum’at, maka bagi laki-laki yang wajib Jum’at jika pada pagi harinya telah melaksanakan salat ied, ia dipandang telah melaksanakan salat Jum’at. Hal itu sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh sahabat Ibnu Zubair
قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ  - رواه أبو داود

Atha berkata, “Hari Jum’at dan Iedul Fitri telah berkumpul pada hari yang sama di zaman Ibnu Zubair. Ibnu Zubair berkata, ‘Dua ied berkumpul pada hari yang sama. Lalu ia menjama’ keduanya, yaitu salat dua rakaat (salat ied) pada pagi hari, ia tidak melaksanakan salat apapun (tidak salat zhuhur) sampai ia salat Ashar”. H.r. Abu Daud
Berdasarkan hadis ini, orang yang melaksanakan salat Ied telah melaksanakan salat Jum’at. Perilaku sahabat Ibnu Zubair tidak menyalahi ketentuan syara, tapi justru mengamalkan syariat sesuai dengan tuntunan Nabi saw.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ - رواه أبو داود–
Dari Abu Huraerah, dari Rasulullah saw. sesungguhnya beliau bersabda, “Telah berkumpul pada hari ini dua ied, siapa yang merasa cukup dari Jum’at (tidak melaksanakan salat Jum’at), sesungguhnya kami akan melaksanakan salat Jum’at.” H.r. Abu Daud
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ  - رواه ابن ماجة –
1302 حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ حَدَّثَنَا مِنْدَلُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ ثُمَّ قَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يَأْتِيَ الْجُمُعَةَ فَلْيَأْتِهَا وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتَخَلَّفَ فَلْيَتَخَلَّفْ * - رواه ابن ماجة -
Berdasarkan hadis ini, karena dipandang telah melaksanakan salat Jum’at, maka bagi laki-laki yang telah melaksanakan Ied diberikan dua pilihan:
3. Boleh Tidak melaksanakan salat Jum’at
4. Boleh melaksanakan solat Jum’at (lagi)
Adapun bagi laki-laki yang tidak melaksanakan salat ied, baginya tidak ada pilihan lain kecuali tetap wajib melaksanakan salat Jum’at. Demikian pula bagi ibu-ibu yang telah melaksanakan ied dan orang sakit tetap wajib Zhuhur.
1574 أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنِي وَهْبُ بْنُ كَيْسَانَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَأَخَّرَ الْخُرُوجَ حَتَّى تَعَالَى النَّهَارُ ثُمَّ خَرَجَ فَخَطَبَ فَأَطَالَ الْخُطْبَةَ ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى وَلَمْ يُصَلِّ لِلنَّاسِ يَوْمَئِذٍ الْجُمُعَةَ فَذُكِرَ ذَلِكَ لِابْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ * - النسائي –
905 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْبَجَلِيُّ حَدَّثَنَا أَسْبَاطٌ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ قَالَ صَلَّى بِنَا ابْنُ الزُّبَيْرِ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ أَوَّلَ النَّهَارِ ثُمَّ رُحْنَا إِلَى الْجُمُعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْنَا فَصَلَّيْنَا وُحْدَانًا وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِالطَّائِفِ فَلَمَّا قَدِمَ ذَكَرْنَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ * - أبو داود –
906 حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ خَلَفٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ قَالَ عَطَاءٌ اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ * - أبو داود –


Pengunjung