MACAM- MACAM MAYIT DAN PENGURUSANNYA
1. Mati Syahid
jenazah yang mati syahid disini ialah jenazah yang
mati syahid di tangan orang-orang kafir dalam peperangan dalam membela agama
Islam. Secara umum , yang dikategorikan mati syahid cukup banyak, hal ini dapat
kita buktikan dalam riwayat sebagai berikut :
Dari Abu Hurairah,” Sesungguhnys Nabi saw bersabda,”
Apa yang kalian anggap termasuk mati syahid ? mereka menjawab ,” Wahai
Rasulullah orang yang terbunuh fisabilillah, maka dia syahid. Beliau bersabda,”Jika demikian Syuhada umatku
tentulah sedikit. Mereka bertanya,”Siapa lagi mereka itu wahai Rasulullah,
Beliau menjawab, “Siapa yang terbunuh Fisabilillah dia itu Syahid, siapa yang
mati Fisabillah dia Syahid, siapa yang mati tertusuk dia Syahid, siapa yang
mati karena kolera dia Syahid, dan siapa yang mari tenggelam dia Syahid.” -HR.
Muslim -
Dan masih terdapat riwayat- riwayat lain sebagai
berikut:
Dari Jabir bin ‘Atik ,” Sesungguhnya Nabi saw
beersabda “ Yang termasuh Syahid itu tujuh selain yang terbunuh Fisabilillah:
yang mati tertusuk dia Syahid, Yang mati tenggelam dia Syahid, Yang mati
mempunyai penyakit ginjal dan
kolera dia Syahid, Yang mati terbakar
dia Syahid, Yang mati tertimpa dia Syahid, dan Perempuan yang mati ketika
melahirkan dia Syahid.” - HR. Ahmad, Abu Daud, an-Nasai -
Dari Sa’id bin Zaid, “ Sesungguhnya Nabi saw
bersabda” Barangsiapa yang terbunuh membela hartanya, maka dia Syahid, Siapa
yang terbunuh membela agamanya dia
Syahid, Siapa terbunuh membela keluarganya dia Syahid.” - Ahmad, at-Tirmidzi. -
Berdasarkan keterangan-keterangan ini, dapat
disimpulkan bahwa yang meninggal dikategorikan sebagai mati Syahid secara umum ada tiga
belas:
1. Yang mati terbunuh Fisabilillah
2. Yang mati Fisabilillah
3. Yang mati tertusuk
4. Yang mati karena penyakit ginjal
5 Yang mati
karena kolera
6. Yang mati karena tenggelam
7. Yang mati karena terbakar
8. Yang mati karena tertimpa
9. Yang mati
ketika melahirkan
10. Yang mati membela harta
11. Yang mati membela diri
12. Yang mati membela agama
13. Yang mati membela keluarga.
Dan perlu diperhatikan, kata-kata “Ina Syuhada Umati”
menunjukan bahwa ketentuan yang mati Syahid ini tidak berlaku bagi non muslim.
II. Pengurusan Jenazah Syuhada.
Setelah diketahui bahwa macam-macam yang mati Syahid
itu ada tiga belas, maka dalam kepengurusannya dapat kita bagi menjadi dua cara
:
A. Yang mati Syahid tidak dimandikan dan tidak
dishalati. Adapun keterangnya
Dari Jabir, ia berkata,” Sesungguhnya Nabi saw
bersabda,”Tentang orang yang terbunuh di
perang uhud, “Janganlah mereka dimandikan, karena setiap luka atau setiap darah akan menyerbakan ( baunya ) kasturi
pada hari kiamat. Dan janganlah mereka dishalati.” - HR. Ahmad -
Dan dalam riwayat lain diterangkan ;
Dari Anas, “ Sesungguhnya Syuhada uhud, mereka tidak
dimandikan dan mereka dikubur bersama darah-darah mereka, serta mereka tidak
disahalati.” -HR. Ahmad, Abu Daudat-Tirmidzi -
Dari Jabir, “...Dan beliau memerintahkan agar mereka
(Syuhada uhud ) dikuburkan beserta darah-darah, dan supaya mereka tidak
dimandikan dan tidak dishalati.” -an-Nasai, Ibnu Majah, at-Tirmidzi -
Dari Ibnu Abas, ia berkata,”Rasulullah saw
memerintahkan bagi orang yang terbunuh di perangan uhud (Mati syahid ), supaya
alat-alat perangnya ditanggalkan dari mereka dan supaya dikubur beserta darah
dan baju-baju mereka.” -Abu Daud, Ibnu Majah -
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas bahwa yang
mati syahid di medan
perang dalam membela agama Allah, tidak boleh dishalati, tidak boleh
dimandikan. Bahkan dikuburnyapun harus beserta darah dan baju-bajunya. Dan ketentuan ini mencakup jenazah yang mati
ddalam keadaan junub.
Dari Mahmud bin Lubaib,”Sesungguhnya Nabi saw
bersabda,”Sesungguhnya sahabat kamu
pastilah Malaikat yang memandukannya, yaitu Handholah. Maka mereka
menanyakan kepada kuarganya,”Apa yang menyebabkannya? lalu sahabatnya ditanya, lantas dia
menjawab,”Ia keluar ketika ia mendengar suara untuk perang dalam keadaan junub.
Maka Malaikat telah memandikannya.” - HR. al-Hakim, at-Thabrani, al-Baihaqi,
dan Ibnu Ishak. -
Pertanyaan
Bukankah ada hadis yang menerangkan bahwa Nabi shalat
atas jenazah uhud, setelah delapan tahun dikuburkaan. Adapun riwayatnya
sebagaiberikut ?
Dari Uqbah bin Amir, “Sesungguhnya nabi saw keluar
pada satu har, maka ia shalat atas ahli uhud dengan cara shalatnya atas
jenazah. Kemudian beliau beranjak kemimbar lalu bersabda,”sesungguhnya aku
paling dahulubagi kalian dan aku adalah saksi bagi kalian. Sesungguhnya aku
demi Allah sedang melihat kolamku sekarang, dan sesungguhnya aku diberi
kunci-kunci gudang-gudang bumi, atau kunci-kunci bumi. Sesungguhnya aku demi
Allah tidak khawatir atas kalian akan menyekutukan (musyrik) setelahku, akan
tetapi yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah mempunyai sifat saling
egois dan ambisius tentang kunci-kunci bumi itu.” - HR. Bukhari. Fathul Bari,
III: 268 -
Jawaban
Hadis ini menerangkan Nabi melakukan shalat itu
setelah sekian lama (mereka) dikuburkan, bukan sebelum dikuburkan. Dengan
demikian, hadis ini semakin menguatkan bahwa jenazah yang mati syahid tidak
dishalati. Dan yang mati syahid selain yang diterangkan di atas, tidak ada
keterangan tidak dimandikan dan tidak dishalati, karena itu secara umum
berlakulah hukum dimandikan dan dishalati.
B. Yang Mati Syahid Dimandikan Dan Dishalati
Telah diterangkan di atas, bahwa yang mati syahid
tidak dimandikan dan tidak dishalati itu yang mati syahid dalam membela Agama
Allah. Hal ini menunjukan bahwa yang mati setelah selesai perang, apalagi telah
kembali kepada rumahnya, dikategorikan kepada bagian yang kedua., sama dengan
yang mati syahid yang dua belas, yaitu selain yang terbunuh “Fisabilillah.”
Pertanyaan.
Bukankah ada hadis yang menerangkan bahwa Nabi
menshalati jenazah syuhada perang uhud?
Jawaban
Keterangan seperti itu ada dalam hadisnya sebagaimana
berikut ini:
Dari Abu Malik al-Gifari,”Sesungguhnya Nabi saw dhalat atas orang yang terbunuh pada
perang uhud sepuluh orang jenazah, sepuluh orang jenazah. Pada setiap setiap
sepuluh itu terdapat Hamza, sehingga beliau shalat tujuh puluh kali shalat.”
-HR. Abu Daud -
Hadis ini diterima dari tiga sahabat dan diriwayatkan
oleh tujuh mukhariz :
1. Dari Ibnu Abas diriwayatkan oleh Ibnu Majah,
al-Hakim, at-Thabrani, sanad-sanad ini dhaif, karena melalui seorang rawi
bernama Yazid bin Abi Ziad.
Imam ad-Daruqutni mengatakan,” dia itu dhaif, sering
salah.” Pada kesempatan lain beliau mengatakan, “dia itu buruk hapalan” -
Tahdzibul Kamal XXXII : 141.
2. Dari Abu Malik al-Gifari, diriwyatkan oleh Abu
Daud, al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah, ad-Daruqutni, dan Ibnu Sa’ad. Teryata hadis
ini dhaif, karena Abu Malik al-Gifariini seorang tabi’i. Dan nama aslinya,
Ghazwan al-Gifari, jadi ia menceritakan apa yang ia tidak tidak lihat. - Marosil Abu Daud, I : 306. Ad-Daruqutni,
II: 78. Al-Baihaqi, VII: 12. Ibnu Sa’ad, III : 16. Ibnu Abi Syaibah, ...-
3. Dari sahabat Ibnu Mas’ud, riwayat Ahmad. Sanad ini
pun dhaif, karena dalam sanadnya terdapat
seorang rawi yang bernama
As-Syaibi, dia tidak mendengar dari Ibnu Mas’ud. jadi hadis inipun mursal. - Tahdzibul
Kamal, XIV :40. Imam Ahmad (al-Fathurrabani, II: 190, No, 4414 -
Pertayaan
Apa yang harus
dilakukan ketika mayit itu tidak mungkin dimandikan. Apakahkarena terbakar,
tidak ada air, ataupun yang lainnya ?
Jawaban
Apabila memang
sudah tidak dapat dimandikan disebabkan hal-hal di atas, maka hilanglah
hukum memandikan mayit dan tidak dapat diganti dengan tayamum, sebab tayamum
itu hanya berlaku bagi orang yang masih hidup, dalam keadaan sakit, safar dan
tiddak mendapatkan air.
Pertanyaan
Bukankah ada hadis yang menyatakan bila tida ada air,
mayit itu boleh ditayamumi, dan hadisnya sebagai berikut;
Dari Mahkul ia berkata, “Rasulullah saw bersabda,”
Apabila mati seorang perempuan sedangkan yag hadir laki-laki dan tidak ada
perempuan atau sebaliknya, maka kedua mayit itu ditayamumkan dan keduanya
dikubur sekedudukan dengan orang yang tidak
mendapatkan air.” - HR. Al-Baihaqi dan Abu Daud.dalam Al-Marosil I: 298 -
Jawaban
Hadis tersebut dhaif, karena “Mursal, bahkan Maudhu.”
Rawi Mahkul menyatakan sabda Nabi, seolah-olah mendengar langsung, padahal ia
seorang Tabi’in. Dan hadis ini dikatakan Maudhu sebab dalam sanadnya terdapat
seorang rawi bernama Muhamad bin Ali bin Sahl, dia itu Zindik (Atheis) dan ia
mati dibunuh oleh Khalifah Mansur.