LAILATUL QADAR
Oleh: Ibnu Muchtar
Sebagaimana yang kita yakini bahwa bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah lailatul qadar, suatu malam yang dinilai oleh Alquran sebagai “malam yang lebih baik dari seribu bulan”. Ada apa dengan malam itu sehingga dinilai demikian tinggi oleh Alquran? Sebelum menelaah lebih jauh tentang masalah itu, ada baiknya apabila kita kaji terlebih dahulu kriteria dari malam tersebut.
Pengertian Lailatul qadar
Secara bahasa Lailatul Qadar berarti “Malam Yang Agung”, malam yang besar nilainya. Sedangkan secara istilah Lailatul Qadar adalah nama bagi dua malam:
Pertama: malam diturunkannya Alquran untuk pertama kali secara sekaligus dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul Izzah di langit dunia pada bulan Ramadhan, tanggalnya tidak ada yang tahu secara pasti. Lailatul Qadar inilah yang dimaksud oleh ayat
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada lailatul qadar. Q.S. Al-Qadr:1
Lailatul qadar dalam pengertian pertama hanya terjadi satu kali, tidak akan terjadi setiap bulan Ramadhan, karena Alquran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah Nabi Muhamad meninggal
Kedua: salah satu malam yang terjadi pada setiap bulan Ramadhan. Dalam konteks inilah Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan diri menyambut malam yang mulia itu. Memang Rasul tidak menerangkan secara pasti tanggal berapa, hanya ada anjuran agar lebih diperhatikan malam setelah tanggal 20 Ramadhan.
Allah sengaja tidak memberitahukan kepada Nabi secara pasti tanggal berapa lailtul qadar itu terjadi, dalam hal ini terkandung nilai tarbiyyah (pendidikan) yang amat mulia, yakni agar tiap malam kaum muslimin mengisi malamnya dengan ibadah dan du’a, terutama pada malam-malam ganjil setelah berlalu 20 Ramadhan. Hal itu tampak jelas dari sikap Rasululah saw. pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan, dengan mengajak keluarganya untuk bangun melaksanakan shalat yang lebih giat dari malam-malam sebelumnya.
Dengan demikian, keagungan lailatul qadar dan kebesaran nilainya tidak ada artinya bagi kaum muslimin bila pada malam itu tidur atau bangun tapi tidak melakukan amal ibadah, sebab pada malam itu Allah memberikan kesempatan bagi kaum muslimin untuk bangun melakukan ibadah.
Karena itu, keagungan lailatul qadar akan menemui orang-orang yang mempersiapkan diri dan menyucikan jiwa dalam menyambutnya. Hal itu tak ubahnya tamu agung yang berkunjung ke satu tempat, ia tidak akan datang menemui setiap orang di lokasi itu, walaupun setiap orang di tempat itu mendambakannya. Demikian juga halnya dengan lailatul qadar.
Apabila jiwa telah siap, kesadaran telah mulai bersemi, dan lailatul qadar datang menemuinya, maka malam kehadirannya menjadi saat menentukan bagi perjalanan sejarah hidupnya di masa-masa mendatang. Saat itu, bagi yang bersangkutan adalah titik tolak guna meraih kemuliaan dan kejayaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dan sejak saat itu malaikat akan turun guna menyertai dan membimbingnya menuju kebaikan sampai terbitnya fajar kehidupannya yang baru kelak di kemudian hari.
Inilah inti dari keagungan lailatul qadar yang akan terjadi setiap bulan Ramadhan. Mudah-mudahan Allah swt senantiasa mencurahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita, sehingga kita menjadi salah seorang yang layak ditemui oleh Tamu Agung Tersebut.
Kapan Lailatul Qadar 2 itu terjadi?
Di dalam hadis-hadis Nabi saw. Bersabda:
إِلْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ.
Maka carilah oleh kalian pada sepuluh (malam) terakhir”-H.R. Muslim dan Abu Daud-[1]
Maksudnya: cari dari tanggal 21 sampai 29/30 Ramadhan. Hadis ini belum memberikan ketentuan tanggalnya, bisa jadi 21, 22, 23, dan seterusnya
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ – البخاري –
Maksudnya: carilah pada tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29. Hadis ini agak mu’ayyan
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ – مسلم –
Maksudnya: kalau ramadhan 30 hari, carilah dari tanggal 24 hingga 30 = 7 hari. Kalau 29, cari dari 23 hingga 29 = 7 hari
Hadis ini tidak menetapkan bahwa lalilatul qadar hanya ada pada tanggal2 tersebut dan tidak memberi arti bahwa selain dari tanggal itu tidak ada lailatul qadar
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي تَاسِعَةٍ تَبْقَى فِي سَابِعَةٍ تَبْقَى فِي خَامِسَةٍ تَبْقَى – البخاري –
Keterangan: Yang ke-9 dari 10 akhir = 21, yang ke-7 dari 10 akhir = 23, yang ke-5 dari 10 akhir = 25. Maksudnya: Carilah pada tanggal 21, 23, 25. Ini tidak bertentangan dengan hadis umum, karena tidak membatasi hanya pada tanggal-tanggal tersebut saja yang harus dicari
حَدَّثَنَا يَزِيدُ بَنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَقَالَ تَحَرَّوْهَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ – أحمد –
Hadis ini tidak membatasi hanya pada tanggal 27 saja, justru termasuk salah satu afrad dari hadis umum.
Sikap Rasululah saw. dalam mencari dan mendapatkan lailah al-qadar pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan, lebih tampak lagi dengan ajakannya kepada keluarganya untuk bangun melaksanakan shalat yang lebih giat dari malam-malam sebelumnya.
Mengapa Nabi tidak Menjelaskan Secara detail?
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ (رضه) قَالَ : خَرَجَ نَبِـيُّ اللهِ (صلعم) فَقَالَ : خَرَجْتُ ِلأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ اْلمُسْـلِمِينَ فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ،وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ. - رواه البخاري -
Dari Ubadah bin Shamit ra, ia mengatakan, “Nabi Allah saw. keluar untuk memberi tahu kami tentang lailatul Qadar, namun dua orang dari muslimin bertengkar. Beliau bersabda,’Saya keluar untuk memberi tahu kalian tentang lailah al-qadar, tetapi si fulan dan si fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku, tetapi mudah-
mudahan jadi lebih baik bagi kamu. Maka carilah pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima".-H.R. al-Bukhari-[2]
Maka lailah al-qadar yang dimaksud tidak sempat dijelaskan dengan lebih terperinci oleh Rasulullah saw. sehinggga hal itu senantiasa dipertanyakan. Tetapi yang jelas mengenai fadhilah dan keutamaannya tergambar pada sikap beliau ketika menghadapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, yang padanya akan terdapat lailah al-qadar. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasululah saw. sendiri tidak diberi tahu apa dan kapan tepatnya terjadi lailah al-qadar.
Diangkatnya kembali lailah al-qadar dan tidak terjadinya penjelasan, sebabnya adalah perkelahian antara dua orang laki-laki di hadapan Rasululah saw. Maka hal ini menunjukkan bahwa lailah al-qadar tidak layak hadir di antara orang yang sedang berkelahi.
Al-Bukhari menetapkan di dalam kitab shahihnya,” Bab diangkatnya lailah al-qadar disebabkan pertengkaran manusia”
Maka dengan tidak adanya penjelasan, Rasulullah saw. berharap akan lebih baik untuk kita. Karena itu, marilah kita perhatikan lagi sabda Rasulullah saw. di bawah ini
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (رضه) أَنَّ رَسُولَ اللهِ (صلعم) : الصِّـيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِماً فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْـهَلْ فَإِنِ امْرُؤٌ قَـاتَلَهُ أَوْشَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَتَيْنِ. وَالَّذِي نَـفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ اْلمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّياَمُ لىِ وَأَناَ أَجْزِيْ بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا. -رواه البخارى -
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Saum itu adalah perisai. Bila seseorang sedang saum, maka jangan rafats (kotor dalam kata-kata) dan jangan yajhal (bersikap bodoh), bila ada seseorang yang mau berkelahi atau memarahinya, maka hendaklah ia katakan' Sesungguhnya ‘Saya sedang shaum’ dua kali. Dan demi yang diri Muhammad pada tangan kekuasaan-Nya, pastilah mulut yang saum itu lebih wangi menurut pandangan Allah daripada minyak misk (kasturi), karena ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena-Ku. Saum itu untuk-Ku dan Akulah yang memberi pahalanya, dan kebaikan itu (dipahalai) dengan sepuluh kali lipat. -H.R. alBukhari[3]
Tanda Alamiah Lailatul qadar
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي عَبْدَةُ عَنْ زِرٍّ قَالَ سَمِعْتُ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ يَقُولُا وَقِيلَ لَهُ إِنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُا مَنْ قَامَ السَّنَةَ أَصَابَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَقَالَ أُبَيٌّ وَاللَّهِ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ إِنَّهَا لَفِي رَمَضَانَ يَحْلِفُ مَا يَسْتَثْنِي وَ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا -رواه مسلم –
Tanda kehadiran Lailatul qadar adalah matahari pada pagi harinya terlihat putih tanpa sinar
حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ حَدَّثَنِي بَحِيرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْبَوَاقِي مَنْ قَامَهُنَّ ابْتِغَاءَ حِسْبَتِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَغْفِرُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ وَهِيَ لَيْلَةُ وِتْرٍ تِسْعٍ أَوْ سَبْعٍ أَوْ خَامِسَةٍ أَوْ ثَالِثَةٍ أَوْ آخِرِ لَيْلَةٍ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيهَا قَمَرًا سَاطِعًا سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ لَا بَرْدَ فِيهَا وَلَا حَرَّ وَلَا يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيهَا حَتَّى تُصْبِحَ وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَلَا يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ – رواه أحمد -
Tandanya adalah langit bersih, terang bagaikan bulan sedang purnama, tidak dingin, dan tidak pula panas
3 -
( باب تحري ليلة القدر في الوتر من العشر الأواخر )
أي هذا باب في بيان طلب ليلة القدر بالاجتهاد في الوتر من العشر الأواخر مثل الحادي والعشرين والثالث والعشرين والخامس والعشرين والسابع والعشرين والتسع والعشرين وأشار بهذه الترجمة إلى أن ليلة القدر منحصرة في العشر الأخير من رمضان لا في ليلة منه بعينها وروى مسلم والنسائي من حديث أبي هريرة رضي الله تعالى عنه أن رسول الله قال أريت ليلة القدر ثم أيقظني بعض أهلي فنسيتها فالتمسوها في العشر الغوابر وروى الطبراني في ( الكبير ) من رواية عاصم بن كليب عن أبيه أن خاله الفلتان بن عاصم أخبره أن رسول الله قال أما ليلة القدر فالتمسوها في العشر الأواخر وروى النسائي من حديث طويل لأبي ذر وفيه في السبع الأواخر وروى الترمذي من حديث أبي بكرة سمعت النبي يقول التمسوها في تسع يبقين أو خمس يبقين أو ثلاث تبقين أو آخر ليلة وقال حديث حسن صحيح ورواه النسائي أيضا والحاكم وقال صحيح الإسناد ولم يخرجاه وروى ابن أبي عاصم بسند صالح عن معاذ ابن جبل رضي الله تعالى عنه سئل رسول الله عن ليلة القدر فقال في العشر الأواخر في الخامسة أو السابعة وعن أبي الدرداء بسند فيه ضعف قال رسول الله التمسوها في العشر الأواخر من رمضان فإن الله تعالى يفرق فيها كل أمر حكيم وفيها أنزلت التوراة والزبور وصحف موسى والقرآن العظيم وفيها غرس الله الجنة وجبل طينة آدم عليه الصلاة والسلام
وقد ورد لليلة القدر علامات منها في ( صحيح مسلم ) عن أبي بن كعب أن الشمس تطلع في صبيحتها لا شعاع لها ومنها ما رواه البزار في ( مسنده ) من حديث جابر بن سمرة قال قال رسول الله التمسوا ليلة القدر في العشر الأواخر فإني قد رأيتها فنسيتها وهي ليلة مطر وريح أو قال قطر وريح وقال أبو عمر في ( الاستذكار ) هذا يدل على أنه أراد في ذلك العام ومنها ما رواه ابن حبان في ( صحيحه ) عن جابر بن عبد الله قال قال رسول الله إني كنت أريت ليلة القدر ثم نسيتها وهي في العشر الأواخر وهي طلقة بلجة لا جارة ولا باردة كأن فيها قمرا يفصح كواكبها لا يخرج شيطانها حتى يضيء فجرها ومنها ما رواه أحمد من حديث عبادة بن الصامت مرفوعا أنها صافية بلجة كأن فيها قمرا ساطعا ساكنة ضاحية لا حر فيها ولا برد ولا يحل لكوكب يرمي به فيها وأن من أمارتها أن الشمس في صبيحتها تخرج مستوية ليس لها شعاع مثل القمر ليلة البدر لا يحل للشيطان أن يخرج معها يومئذ ومنها ما رواه لبن أبي شيبة من حديث ابن مسعود إن الشمس تطلع كل يوم بين قرني شيطان إلا صبحية ليلة القدر ومنها ما رواه ابن خزيمة من حديث أبي هريرة مرفوعا أن الملائكة تلك الليلة أكثر في الأرض من عدد الحصى ومنها ما رواه ابن أبي حاتم من طريق مجاهد لا يرسل فيها شيطان ولا يحدث داء ومن طريق الضحاك يقبل الله التوبة فيها من كل تائب وتفتح فيها أبواب السماء وهي من غروب الشمس إلى طلوعها وذكر الطبري عن قوم أن الأشجار في تلك الليلة تسقط إلى الأرض ثم تعود إلى منابتها وأن كل شيء يسجد فيها وروى البيهقي في فضائل الأوقات من طريق الأوزاعي عن عبدة بن أبي لبابة أنه سمعه يقول إن المياه المالحة تعذب تلك الليلة وروى أبو عمر من طريق زهرة بن معبد نحوه
malam yang diperoleh oleh muslim yang pada siang harinya saum dan pada malam harinya shalat tarawih yang motivasinya hanya keimanan dan mengharap ridha Allah swt, sehingga akan mendapat pelipatgandaan dari semua kebaikannya.
Maka berdasarkan kedua keterangan ini lailah al-qadar yang harus dicari itu adanya pada setiap bulan Ramadan, lebih tepatnya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Bahkan di dalam hadits lain diterangkan :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ (صلعم) كَانَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ َشَدَّ مِئْزَرَهُ وأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ - متفق عليه -
Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah saw. apabila memasuki sepuluh terakhir Ramadan, beliau tidak tidur dan membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya. -Muttafaq Alaih-[4]
Sikap Rasululah saw. dalam mencari dan mendapatkan lailah al-qadar pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan, lebih tampak lagi dengan ajakannya kepada keluarganya untuk bangun melaksanakan shalat yang lebih giat dari malam-malam sebelumnya. Tentang apa dan bagaimana sifat lailah al-qadar yang senantiasa di cari ini, ada baiknya diperhatikan peristiwa berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ (رضه) قَالَ : خَرَجَ نَبِـيُّ اللهِ (صلعم) فَقَالَ : خَرَجْتُ ِلأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ اْلمُسْـلِمِينَ فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ،وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ. - رواه البخاري -
Dari Ubadah bin Shamit ra, ia mengatakan, “Nabi Allah saw. keluar untuk memberi tahu kami tentang lailatul Qadar, namun dua orang dari muslimin bertengkar. Beliau bersabda,’Saya keluar untuk memberi tahu kalian tentang lailah al-qadar, tetapi si fulan dan si fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku, tetapi mudah-
mudahan jadi lebih baik bagi kamu. Maka carilah pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima".-H.R. al-Bukhari-[5]
Maka lailah al-qadar yang dimaksud tidak sempat dijelaskan dengan lebih terperinci oleh Rasulullah saw. sehinggga hal itu senantiasa dipertanyakan. Tetapi yang jelas mengenai fadhilah dan keutamaannya tergambar pada sikap beliau ketika menghadapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, yang padanya akan terdapat lailah al-qadar. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasululah saw. sendiri tidak diberi tahu apa dan kapan tepatnya terjadi lailah al-qadar.
Diangkatnya kembali lailah al-qadar dan tidak terjadinya penjelasan, sebabnya adalah perkelahian antara dua orang laki-laki di hadapan Rasululah saw. Maka hal ini menunjukkan bahwa lailah al-qadar tidak layak hadir di antara orang yang sedang berkelahi.
Al-Bukhari menetapkan di dalam kitab shahihnya,” Bab diangkatnya lailah al-qadar disebabkan pertengkaran manusia”
Maka dengan tidak adanya penjelasan, Rasulullah saw. berharap akan lebih baik untuk kita. Karena itu, marilah kita perhatikan lagi sabda Rasulullah saw. di bawah ini
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (رضه) أَنَّ رَسُولَ اللهِ (صلعم) : الصِّـيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِماً فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْـهَلْ فَإِنِ امْرُؤٌ قَـاتَلَهُ أَوْشَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَتَيْنِ. وَالَّذِي نَـفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ اْلمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّياَمُ لىِ وَأَناَ أَجْزِيْ بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا. -رواه البخارى -
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Saum itu adalah perisai. Bila seseorang sedang saum, maka jangan rafats (kotor dalam kata-kata) dan jangan yajhal (bersikap bodoh), bila ada seseorang yang mau berkelahi atau memarahinya, maka hendaklah ia katakan' Sesungguhnya ‘Saya sedang shaum’ dua kali. Dan demi yang diri Muhammad pada tangan kekuasaan-Nya, pastilah mulut yang saum itu lebih wangi menurut pandangan Allah daripada minyak misk (kasturi), karena ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena-Ku. Saum itu untuk-Ku dan Akulah yang memberi pahalanya, dan kebaikan itu (dipahalai) dengan sepuluh kali lipat. -H.R. alBukhari[6]
Kesimpulan :
· Lailah al-qadar pasti adanya, sangat penting bagi segenap muslimin
· Lailah al-qadar yang terjadi ketika turunnya al-Quran menjadi malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Tetapi hal itu hanya terjadi satu kali, tidak akan terulang lagi.
· Lailah al-qadar yang dicari pada setiap Ramadan pasti adanya. Hal itu akan didapatkan oleh muslim yang pada siang harinya saum dan pada malam harinya shalat tarawih yang motivasinya hanya keimanan dan mengharap ridha Allah swt. Maka ia akan mendapatkan ridha serta magfirah dari Allah swt, dan akan mendapat pelipat gandaan dari semua kebaikannya.
11.1. Ketika Turunnya Al-Quran Sekaligus
Firman Allah swt :
{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ }
{ وَمَا أَدْرَا كَ مَا لَـيْلَةُ القَدْرِ }
{ لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ }
{تَنَـزَّلُ المَلآئِكَةُ وَالرُّوحُ فِـيهَا بِـإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ }
{سَلاَمٌ هِيَ حَـتَّى مَطْلَـعِ اْلـفَجْرِ }
Sesungguhnya kami telah menurunkan dia (Al-Quran) pada malam kemuliaan
Dan apakah engkau sudah mengetahui apa ýýmalam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu, lebih utama daripada seribu bulan.
Turun malaikat dan ruh padanya dengan izin Tuhan mereka (dengan membawa pokok-pokok) dari setiap perintah (hukum-hukum yang perlu bagi dunia dan akhirat).
Sejahteralah ia sampai terbit fajar.[7]
{ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَاْلفُرْقَانِ}
Bulan Ramadan yang diturunkan padanya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, keterangan-keterangan petunjuk itu, dan pemisah antara yang haq dan yang batal[8].
{ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ }
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang diberkahi[9]
{ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الفُرْقَانِ يَوْمَ التَقَى الجَمْعَانِ }
Dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami pada hari Al-Furqan (pemisah antara yang haq dan yang batal) hari bertemunya dua pasukan (perang Badar) [10]-
Surat dan ayat-ayat di atas menunjukkan turunnya Al-Quran secara sekaligus. Para ulama menegaskan bahwa itu turunnya Al-Quran dari Lauhul Mahfudh ke Bait al-‘Izzah di Samaud dunya. Syekh Mushthafa al-Maragi menjelaskan :
Surat Al-Qadr menegaskan, bahwa turunnya Al-Quran itu pada malam Lailah al-qadar. Ayat ad-Dukhan menguatkan dan menjelaskan, bahwa turunnya (Al-Quran) itu pada malam yang diberkahi. Ayat yang terdapat pada surat al-Baqarah menunjukkan bahwa turunnya al-Quran itu pada bulan Ramadan. Dan ayat pada Surat al-Anfal menunjukkan, bahwa turunnya Al-Quran itu pada hari yang sama (nama harinya) dengan hari bertemunya dua pasukan besar pada perang Badar yang pada hari itu Allah memisahkan yang haq dan yang batal. Maka jelaslah bahwa malam itu adalah malam Jum’at tanggal 17 Ramadan[11]
Tentang hal ini Ibnu Abbas pernah ditanya :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ (رضه) أَنَّهُ سَأَلَهُ عَطِيَّةُ بْنُ الاَسْوَدِ قَالَ: أَوَقَعَ فِي قَلْبِي الشَّكُ قَوْلُهُ تَعَالَى - شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ- وَقَوْلُهُ : إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ القَدْرِ وَهذَا أُنْزِلَ فِي شَوَّالٍِ وَذِي القَعْدَةِ وَذِي الحِجَّةِ وَفِي المُحَرَّمِ وَالصَّفَرِ وَشَهْرِ رَبِيْعٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّهُ أُنْزِلَ فِي رَمَضَانَ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدَةً ثُمَّ أُنْزِلَ عَلَى مَوَاقِعِ النُّجُومِ رَسَلاً فِي الشُّهُورِ وَالأَيَّامِ.
Dari Ibnu Abas r.a, bahwa ia pernah ditanya oleh Athiyah bin Al-
Aswad, ia berkata,”Aku ragu-ragu tentang firman Allah swt.
-Syahru Ramadan alladzi unzila fihi al-Quran- dan Firman Allah -Inna anzalna hufi lailatil qadr- turunnya itu pada bulan Syawal, Dzul qa’dah, Dzul hijjah, Muharam, Shafar, dan Ar-rabi’ ?” Ibnu Abas menjawab,” Bahwa (al-Quran) itu diturunkan pada bulan Ramadan pada malam lailah al-qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi atas kejadian-kejadian bintang-bintang secara berangsur pada bulan-bulan dan hari-harinya.[12]”
Sekedar tambahan keterangan, bahwa pada pokoknya
Al-Quran tiga kali diturunkan. Pertama, Al-Quran diturunkan dari Allah ke Lauhul Mahfudz, lalu dari Lahuhul Mahfudz ke sama ad-dunya (langit dunia) secara sekaligus, dan terakhir dari sama ad-dunya ke dunia ini dengan cara berangsur selama masa kenabian, periode Makah dan Madinah.
Kesimpulan :
Lailah al-qadar ketika turunnya Al-Quran secara sekaligus dari Lauh al-Mahfud ke Bait al-‘Izzah di ke samaud dunya adalah pada malam lailah al-qadar yang diberkahi, dengan nama hari yang sama dengan nama hari terjadi perang Badar yaitu malam Jum’at tanggal 17 Ramadan tahun.
11.2. Pada Setiap Bulan Ramadan
Tentang lailah al-qadar yang dicari setiap Ramadan, Rasulullah Saw. memerintah kaum muslimin untuk selalu mencarinya. Di dalam sebuah hadits diterangkan :
إِلْتَمِسُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ.
Maka carilah oleh kalian pada sepuluh (malam) terakhir”
-H.R. Muslim dan Abu Daud-[13]
Bahkan pertanyaan seorang sahabat kepada Rasululalh saw. tentang lailah al-qadar diterangkan dalam hadits berikut :
عَنِ ابنِ عُمَرَ (رضه) قَالَ : سُئِلَ رَسُولُ اللهِ (صلعم) وَ أَناَ أَسْـمَعُ عَنْ لَيْلَةِ القَدْرِ فَقَالَ: هِيَ فِي كُلِّ رَمَضَانَ. - ابو داود و الطبراني -
Dari Ibnu Umar r.a., ia mengatakan “Rasulullah saw. ditanya, dan aku mendengarnya tentang lailatul qadar. Sabdanya, ‘Lailatul qadar itu ada pada tiap bulan Ramadlan.” -Abu Daud dan Ibnu Abu Syaebah-[14]
Maka berdasarkan kedua keterangan ini lailah al-qadar yang harus dicari itu adanya pada setiap bulan Ramadan, lebih tepatnya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Bahkan di dalam hadits lain diterangkan :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ (صلعم) كَانَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ َشَدَّ مِئْزَرَهُ وأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ - متفق عليه -
Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah saw. apabila memasuki sepuluh terakhir Ramadan, beliau tidak tidur dan membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya. -Muttafaq Alaih-[15]
Sikap Rasululah saw. dalam mencari dan mendapatkan lailah al-qadar pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan, lebih tampak lagi dengan ajakannya kepada keluarganya untuk bangun melaksanakan shalat yang lebih giat dari malam-malam sebelumnya. Tentang apa dan bagaimana sifat lailah al-qadar yang senantiasa di cari ini, ada baiknya diperhatikan peristiwa berikut :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ (رضه) قَالَ : خَرَجَ نَبِـيُّ اللهِ (صلعم) فَقَالَ : خَرَجْتُ ِلأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلاَحَى رَجُلاَنِ مِنَ اْلمُسْـلِمِينَ فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ فَرُفِعَتْ،وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالخَامِسَةِ. - رواه البخاري -
Dari Ubadah bin Shamit ra, ia mengatakan, “Nabi Allah saw. keluar untuk memberi tahu kami tentang lailatul Qadar, namun dua orang dari muslimin bertengkar. Beliau bersabda,’Saya keluar untuk memberi tahu kalian tentang lailah al-qadar, tetapi si fulan dan si fulan bertengkar. Maka diangkatlah dariku, tetapi mudah-
mudahan jadi lebih baik bagi kamu. Maka carilah pada malam kesembilan, ketujuh dan kelima".-H.R. al-Bukhari-[16]
Maka lailah al-qadar yang dimaksud tidak sempat dijelaskan dengan lebih terperinci oleh Rasulullah saw. sehinggga hal itu senantiasa dipertanyakan. Tetapi yang jelas mengenai fadhilah dan keutamaannya tergambar pada sikap beliau ketika menghadapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, yang padanya akan terdapat lailah al-qadar. Maka dapat disimpulkan bahwa Rasululah saw. sendiri tidak diberi tahu apa dan kapan tepatnya terjadi lailah al-qadar.
Diangkatnya kembali lailah al-qadar dan tidak terjadinya penjelasan, sebabnya adalah perkelahian antara dua orang laki-laki di hadapan Rasululah saw. Maka hal ini menunjukkan bahwa lailah al-qadar tidak layak hadir di antara orang yang sedang berkelahi.
Al-Bukhari menetapkan di dalam kitab shahihnya,” Bab diangkatnya lailah al-qadar disebabkan pertengkaran manusia”
Maka dengan tidak adanya penjelasan, Rasulullah saw. berharap akan lebih baik untuk kita. Karena itu, marilah kita perhatikan lagi sabda Rasulullah saw. di bawah ini
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ (رضه) أَنَّ رَسُولَ اللهِ (صلعم) : الصِّـيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِماً فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْـهَلْ فَإِنِ امْرُؤٌ قَـاتَلَهُ أَوْشَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ مَرَتَيْنِ. وَالَّذِي نَـفْسُ مُحَمَّدٍ بِـيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ اْلمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّياَمُ لىِ وَأَناَ أَجْزِيْ بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا. -رواه البخارى -
Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, "Saum itu adalah perisai. Bila seseorang sedang saum, maka jangan rafats (kotor dalam kata-kata) dan jangan yajhal (bersikap bodoh), bila ada seseorang yang mau berkelahi atau memarahinya, maka hendaklah ia katakan' Sesungguhnya ‘Saya sedang shaum’ dua kali. Dan demi yang diri Muhammad pada tangan kekuasaan-Nya, pastilah mulut yang saum itu lebih wangi menurut pandangan Allah daripada minyak misk (kasturi), karena ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena-Ku. Saum itu untuk-Ku dan Akulah yang memberi pahalanya, dan kebaikan itu (dipahalai) dengan sepuluh kali lipat. -H.R. alBukhari[17]
Kesimpulan :
· Lailah al-qadar pasti adanya, sangat penting bagi segenap muslimin
· Lailah al-qadar yang terjadi ketika turunnya al-Quran menjadi malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Tetapi hal itu hanya terjadi satu kali, tidak akan terulang lagi.
· Lailah al-qadar yang dicari pada setiap Ramadan pasti adanya. Hal itu akan didapatkan oleh muslim yang pada siang harinya saum dan pada malam harinya shalat tarawih yang motivasinya hanya keimanan dan mengharap ridha Allah swt. Maka ia akan mendapatkan ridha serta magfirah dari Allah swt, dan akan mendapat pelipat gandaan dari semua kebaikannya.
[1] Shahih Muslim I : 523. no. 1165, Sunan Abu Daud I : 324
[2] Fath al-Bari, IV : 337. 2023. Dan masih ada beberap riwayat al-Bukhari yang menerangkan dihilangkannya rincian keterangan tentang lailah al-qadar dari ingatan Nabi saw.. Antara lain dengan kata-kata sudah diperlihatkan kepadaku kemudian aku dilupakannya, no.2018
[3] Fath Al-Bari IV : 130
[4] Al-Fath al-Rabani, X : 263. no. 318. Fath al-Bari, IV : 338. no. 2024. Shahih Muslim, I : 528. no. 1176
[5] Fath al-Bari, IV : 337. 2023. Dan masih ada beberap riwayat al-Bukhari yang menerangkan dihilangkannya rincian keterangan tentang lailah al-qadar dari ingatan Nabi saw.. Antara lain dengan kata-kata sudah diperlihatkan kepadaku kemudian aku dilupakannya, no.2018
[6] Fath Al-Bari IV : 130
[7] Q.S.Al-Qadar : 1-5
[8] Al-Baqarah : 185
[9] Ad-Dukhan : 3
[10] Al-Anfal : 41
[11] Tafsir al-Maragi, X : 207
[12] Al-Hakim, II : 222, Al-Mustadrak. Al-Baehaqi III : 338. no. 3659, Al-Sunanul Kubra.
[13] Shahih Muslim I : 523. no. 1165, Sunan Abu Daud I : 324
[14] Sunan Abu Daud I : 325. no. 1387. Mushanaf Ibnu Abu Syaebah II : 489. Tafsir Ath-Thabari XXX : 259
[15] Al-Fath al-Rabani, X : 263. no. 318. Fath al-Bari, IV : 338. no. 2024. Shahih Muslim, I : 528. no. 1176
[16] Fath al-Bari, IV : 337. 2023. Dan masih ada beberap riwayat al-Bukhari yang menerangkan dihilangkannya rincian keterangan tentang lailah al-qadar dari ingatan Nabi saw.. Antara lain dengan kata-kata sudah diperlihatkan kepadaku kemudian aku dilupakannya, no.2018
[17] Fath Al-Bari IV : 130