KAPAN QUNUT NAZILAH DILAKUKAN|Artikel Islam|Fiqih Kontroversial|Dunia Islam|



Hai Sobat! Gimana kabarNya? Mudah-mudahan Sehat Wal Afiat slalu ada pada diri kalian. Amien. Kali ini saya akan mengangkat artikel-artikel yang berkaitan dengan masalah agama yang lebih khusus masalah Fu'ru, yang sering kontropersial dikalangan para ulama sehingga mengakibatkan terjadinya perdebatan yang signifikan. Mudah-mudah ini menjadi wawasan buat kita semua, sehingga bisa memilih pendapat mana yang lebih Rajih dan dan ilmiah untuk dijadikan pegangan untuk kita. amien. Kali ini saya akan berbagi mengenai


KAPAN QUNUT NAZILAH DILAKUKAN
Selama perjalanan dakwah Rasulullah saw., sungguh banyak musibah yang menimpa umat Islam, baik yang bersifat alami maupun karena faktor manusiawi. Yaitu sifat hasud yang menimbulkan kezaliman.




Musibah karena faktor manusiawi pernah dialami oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya, terutama pada periode Mekah. Amar bin Yasir, Bilal bin Rabbah, dan sahabat lainnya, bahkan Rasul sendiri pernah diganggu oleh tokoh-tokoh Quraisy ketika salat di Masjidil Haram. Demikian pula ketika hijrah ke Madinah, musibah itu bukan berkurang bahkan terlalu banyak untuk dihitung. Meskipun demikian, pada umumnya musibah-musibah itu disikapi oleh beliau dengan berdoa biasa.




Namun ketika terjadi empat musibah besar, Rasulullah saw. menyikapinya secara berbeda. Sikap beliau itu menunjukkan bahwa musibah itu merupakan sesuatu yang “luar biasa” bagi beliau. Adapun musibah itu adalah sebagai berikut:




Pertama, pada tahun ke-2 hijrah, ketika pribadi-pribadi muslim berada dalam cengkraman kafir karena meninggalkan kemusyrikannya. Mereka mati terbunuh ketika hendak menemui Nabi saw. di Madinah, antara lain al-Walid bin al-Walid bin al-Mughirah, saudaranya Khalid bin al-Walid. Ia termasuk salah seorang di antara 70 orang dari kaum musyrik yang ditawan pada perang Badar. Setelah dibebaskan oleh saudaranya Hisyam dan Khalid, ia masuk Islam. Karena itu, ia dilecehkan dan ditahan oleh kaum musyrik di Mekah. Maka Nabi mendoakan keselamatan bagi dirinya waktu qunut, sebagaimana diterangkan oleh Abu Hurairah: 








أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي دُبُرِ صَلَاةِ الظُّهْرِ اللَّهُمَّ خَلِّصِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ وَضَعَفَةَ الْمُسْلِمِينَ مِنْ أَيْدِي الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا – رواه أحمد –






“Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah berdoa pada akhir salat dzuhur, ‘Ya, Allah, selamatkanlah al-Walid bin al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayasy bin Abu Rabi’ah, dan kaum muslimin yang lemah, dari kezhaliman orang musyrik, mereka tidak mampu untuk keluar dari mereka’.” H.r. Ahmad




Pada riwayat Al-Bukhari diterangkan secara tegas dengan beberapa redaksi:




· كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَرُبَّمَا قَالَ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ … 


Beliau bila hendak mendoakan kecelakan atas seseorang atau mendoakan kebaikan bagi seseorang, beliau qunut sesudah ruku (kadang-kadang Abu Huraerah berkata) sesudah mengucapkan sami’allahu liman hamidah, ya Allah selamatkanlah al-Walid bin al-Walid… 


· قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي الْقُنُوتِ اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ… 


Nabi saw. berdoa waktu qunut, ‘Ya Allah, selamatkanlah Salamah bin Hisyam, ya Allah… 


· كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَقُوْلُ اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ … 


bila bangkit dari ruku terakhir beliau berdoa, ‘Ya Allah selamatkanlah Ayyasy bin Abu Mu’awiyah… 


Doa Nabi diijabah, ia dapat meloloskan diri dari tawanan itu dan bertemu dengan Nabi saw. waktu Umrah al-Qadha. Lalu ia mengirim surat kepada saudaranya Khalid bin al-Walid agar masuk Islam. Melalui wasilah al-Walid inilah Khalid pun tertarik kepada Islam. Setelah Rasulullah saw. kembali ke Madinah, al-Walid bermaksud menyusul beliau. Namun sebelum sampai tujuan, ia dibantai oleh kaum kafir. (lihat, Al-Ishabah fi Tamyizis Shahabah, Juz VI, h. 590; Al-Isti’ab, IV:118-119) 


Kedua, pada tahun ke-3 hijiriah ketika kaum Quraisy ingin menuntut balas atas kematian para pemimpin dan tokoh mereka yang tewas pada perang badar. Kekuatan Quraisy yang berjumlah 3000 orang dengan motif balas dendam, menyerang kaum muslimin yang berjumlah 600 orang yang motifnya mempertahankan akidah, iman, dan agama Allah. Pada pertempuran ini, pahlawan-pahlawan teladan dari kalangan muslimin jatuh berguguran. Bahkan Rasul sendiri mengalami luka yang cukup serius, dengan wajah dan bibir pecah-pecah, serta dua buah gigi serinya tanggal. Nabi Muhamad berhasil lolos dari maut. Dengan segelintir sahabat yang masih hidup, beliau mendaki gunung Uhud, dan dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh. Menurut Ibnu Jarir, sambil mengusap darah yang bercucuran pada wajahnya, beliau mengatakan, “Mengapa berjaya kaum yang mewarnai wajah nabi mereka dengan darah, padahal ia menyeru mereka kepada Allah” (Al-Kamil fit Tarikh, II:155) Sedangkan dalam riwayat Muslim diterangkan. 


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُسِرَتْ رَبَاعِيَتُهُ يَوْمَ أُحُدٍ وَشُجَّ فِي رَأْسِهِ فَجَعَلَ يَسْلُتُ الدَّمَ عَنْهُ وَيَقُولُ كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ ) - رواه مسلم - 


“Sesungguhnya Rasulullah saw. pecah giginya pada perang Uhud dan luka di kepalanya, …dan beliau berkata, ‘Mengapa berjaya kaum yang melukai Nabi mereka dan memecahkan giginya, padahal ia menyeru mereka kepada Allah, maka Allah menurunkan (ayat) laisa laka minal amri syaiun.” 


Ayat laisa laka minal amri syaiun (Q.s. Ali Imran:128) diturunkan pada tahun ke-3 hijriah. Adapun maksud ayat tersebut, Allah swt. menerangkan taqsim atau tanwi’ dengan menggunakan kata-kata au, yakni menerangkan golongan kafir yang menerima bermacam-macam nasib. Allah menakdirkan terjadinya peperangan, antara lain perang Uhud, yaitu Allah hendak membagi manusia kafir menjadi beberapa macam, ada sebagian yang musnah binasa, dan ada golongan yang lemah rendah, ada golongan yang diberi tobat, dan ada golongan yang disiksa, dan dalam ketentuan tersebut semuanya ada pada kekuasaan Allah, tidak ada sedikitpun wewenang dan kekuasaan pada kamu (wahai Muhamad) (Istifta, K.H.E. Abdurrahman) 


Adapun sikap Rasulullah saw. dalam menghadapi peristiwa ini dapat kita lihat dari penjelasan para sahabat, antara lain Ibnu Umar: 


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَرَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ قَالَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ فِي الْأَخِيرَةِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ الْعَنْ فُلَانًا وَفُلَانًا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ ) – رواه البخاري – 


“Sesungguhnya Nabi saw. pada salat shubuh ketika bangkit dari ruku mengucapkan allahumma rabbana walakal hamdu, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, laknatlah si Pola dan si Polan, maka Allah menurunkan (ayat) laisa laka minal amri…” H.r. Al-Bukhari 


Sedangkan orang-orang yang didoakan oleh Nabi, dijelaskan pada riwayat Ahmad sebagai berikut: 


اللَّهُمَّ الْعَنِ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ الْعَنْ سُهَيْلَ بْنَ عَمْرٍو اللَّهُمَّ الْعَنْ صَفْوَانَ بْنَ أُمَيَّةَ قَالَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ (لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ) قَالَ فَتِيبَ عَلَيْهِمْ كُلِّهِمْ – أحمد – 


“Ya Allah laknatlah al-Harits bin Hisyam, ya Allah laknatlah Suhail bin Amr, ya Allah laknatlah Shafwan bin Umayyah (Ibnu Umar berkata) maka turun ayat ini laisa laka…(Ibnu Umar berkata) Lalu tobat mereka diterima” H.r. Ahmad 


Ketiga, Rombongan ‘Adhl dan al-Qarah, kaum kafir dari kabilah Banu Lihyan, memohon kepada Rasulullah agar mengirimkan para muballigh. Tapi ternyata mereka berkhianat, 8 orang di antara utusan Rasul yang dipimpin Ashim bin Tsabit (kakek Ashim bin Umar bin Khatab) itu dibunuh dengan cara yang kejam, di pangkalan air milik Hudzail di daerah yang disebut ar-Raji’ (sekitar Hijaz), sedangkan 2 orang ditangkap dan ditawan, yang kemudian dibawa ke Mekah dan dijual. Kedua orang tersebut ialah Khubaib bin ‘Adi dan Zaid bin ad-Datsinah. Dalam keadaan terkepung dan sebelum dibunuh, Ashim berdoa: 


أَللَّهُمَّ أَخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ 


“Ya Allah, kabarkanlah kepada nabi-Mu tentang kami” . 


Peristiwa itu terkenal dengan nama ar-Raji’ (Lihat, Fathul Bari, VII:130-131; Tarikh at-Thabari, II:77; As-Sirah an-Nabawiyyah libni Hisyam, IV:123;) 


Keempat, rombongan Ri’lin dan Dzakwan, kaum kafir dari kabilah Banu Sulaim, mengundang mubaligh-mubaligh Islam, dan berjanji akan menjamin keamanannya. Tapi ternyata mereka berkhianat, membunuh secara biadab 70 orang al-qurra. Al-Qurra adalah mereka yang pada siang hari giat mencari rezeki dengan jalan yang halal, kemudian hasilnya dipergunakan memenuhi keperluan maka para ahli Suffah. Para Ahlu Suffah adalah para pelajar yang menetap di serambi mesjid Rasulullah saw. Al-Qurra itu sendiri pada malam harinya turut juga belajar kepada Rasulullah saw., pada setiap malam mereka giat mendirikan salat dan membaca Alquran. Peristiwa itu terkenal dengan nama Bi’ru Ma’unah. (lihat, Fathul Bari, VII:139, Zadul Ma’ad, III:214) 


Kedua peristiwa di atas terjadi pada bulan dan tahun yang sama, yaitu bulan Shafar tahun ke-4 hijriah. Karena berdekatannya peristiwa tersebut, oleh Imam Al-Bukhari keduanya dijadikan judul secara bergandengan dalam kitab al-Maghazi. (lihat, Fathul Bari, VII:130) 


Rasulullah saw. sangat terpukul setelah mendengar berita peristiwa tersebut. Anas bin Malik mengatakan: 


قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ – رواه البخاري – 


“Sesungguhnya Nabi saw. berqunut sebulan lamanya ketika al-qurra dibunuh, dan saya tidak pernah melihat beliau berduka cita yang lebih mendalam dari itu” H.r. Al-Bukhari 


Adapun sikap beliau terhadap peristiwa tersebut dapat dilihat pada keterangan-keterangan sebagai berikut: Ibnu Abas mengatakan: 


قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ 


Rasulullah saw. pernah berqunut selama sebulan berturu-turut diwaktu dluhur, ashar,maghrib, isya dan shubuh diakhir tiap-tiap salat sesudah beliau membaca samiallahu liman hamidah dari rakaat yang terakhir. Beliau mendoakan kecelakaan atas mereka kabilah-kabilah Bani Sulaim, yaitu bani Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah, dan makmum yang ada di belakang mengaminkan beliau. H.R. Abu Daud, Sunan Abu Daud II:68; Ahmad, Musnad Ahmad I:301; Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Khuzaimah I:313; Al Hakim, Al Mustadrak I: 348; Al Baihaqi, As Sunanul Qubra II:200. 


Anas mengatakan: 


قَنَتَ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لِحْيَانَ – رواه البخاري – 


“Beliau qunut sebulan lamanya pada salat subuh mendoakan kecelakaan atas kabilah-kabilah Arab, yaitu Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan Banu Lihyan.” H.r. Al-Bukhari 






Al-Qasthalani berkata, “Dari doa ini akan disangka bahwa Banu Lihyan termasuk kaum yang membunuh al-Qura di Bi’ru Ma’unah. Padahal tidak demikian, karena yang membunuh al-Qura hanya Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan sahabat mereka dari kaum Banu Sulaim, sedangkan Banu Lihyan adalah yang membunuh utusan ar-Raji’. Dan berita kematian mereka (peristiwa Bi’ru Ma’unah dan ar-Raji’) sampai kepada Nabi pada waktu yang sama, lalu beliau menduakan para sahabatnya yang terbunuh di dua tempat dengan du’a yang sama” – Bulughul Amani, juz. III, hal. 297 


Ibnu Hajar mengatakan, “Dalil yang menunjukkan berdekatannya kedua peristiwa tersebut adalah hadis Anas bahwa Nabi menyatukan (penyebutan) antara Banu Lihyan dan Banu Ushayyah serta yang lainnya pada doa beliau” Fathul Bari, VIII:132 


Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa keempat musibah di atas disikapi oleh Nabi saw. dengan sikap yang istimewa, berdoa secara khusus dan dengan amaliah yang khusus, yaitu setelah bangkit dari ruku pada rakaat terakhir di salat wajib. Amaliah ini oleh para sahabat diistilahkan dengan qunut. 


Qunut dilakukan oleh Nabi saw. dengan memperhatikan kualitas orang yang terkena musibah itu, bukan kuantitasnya, bukan karena dahsyatnya peristiwa yang terjadi, melainkan karena hilangnya sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan. Wafatnya kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir batin. Kaum muslimin kehilangan “tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci, kehilangan “putera-putera” Islam yang layak menempati kedudukan mulia. Bagaimanakah kehidupan masyarakat akan terselenggara dengan baik bila orang-orang seperti tidak muncul kembali ? Dengan wafatnya mereka maka hakikat Islam akan hilang dari muka Bumi. 


Dengan demikian, tidak setiap musibah yang menimpa kaum muslimin layak disikapi dengan qunut, justru banyak peristiwa yang terjadi yang harus disikapi dengan introspeksi dan mencari solusi, bukan dengan qunut. 


Dari keterangan-keterangan di atas, kami berkesimpulan bahwa: 

1. 1. Qunut dilakukan ketika terjadi musibah besar bagi Islam, yaitu terbunuhnya orang-orang yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 

a. sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan. 

b. 2. kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir b atinc. “tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci. 


d. 3. Putera-putera Islam yang layak menempati kedudukan mulia 




Oleh: Ibnu Muchtar, Syahidin, Agus Sopandi

Pengunjung