Panduan Sholat Gerhana | Tata Cara Sholat Gerhana

Tata Cara Sholat Gerhana. Sahabat warna untuk pembahasan kali ini admin akan sajikan praktek dan tata cara sholat gerhana, Mungkin Sebagian dari anda ada yang belum faham mengenai sholat gerhana, Berdasarkan data hisab, sejak periode mekah (13 tahun) dan Madinah (10 tahun) masa kenabian, Nabi Muhamad hanya mengalami dua kali gerhana, yaitu
  • Gerhana bulan yang terjadi pada tanggal 14 Jumadits tsaniah tahun 4 H/20 Nopember 625 M, namun waktu itu belum disyariatkan salat khusuf.
  • Gerhana matahari annular (cincin), yang terjadi pada tanggal 29 Syawal 10 H bertepatan dengan tanggal 27 Januari 632 M, pukul 8.30 pagi waktu Madinah. Gerhana waktu itu bertepatan dengan wafatnya Ibrahim, putra Nabi saw. pada usia 17 bulan (lahir Jumadil Ula tahun 9 H.) Lihat, Taudhihul Ahkam 'an Bulugh al-Maram, III:60
  • Sejak peristiwa tersebut disyariatkan salat gerhana, baik bulan maupun matahari, kepada umat Islam, walaupun Rasul sendiri berkesempatan melaksanakan salat itu hanya satu kali, karena empat bulan setelah peristiwa gerhana itu beliau wafat.

Selain salat gerhana disyariatkan pula berdoa kepada Allah, bertakbir, dan bersedekah. Hal itu disampaikan oleh Nabi dalam khutbah gerhana


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللهَ وَكَبِّرُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَصَلُّوا – رواه البخاري و مسلم و أحمد –


Dari Aisyah sesungguhnya Nabi bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan itu dua tanda dari beberapa tanda kekuasaan Allah. Tidak terjadi gerhana karena lantaran hidup-matinya seseorang. Kalau kamu melihat ada gerhana, hendaklah kamu berdoa kepada Allah, bertakbir, salat, dan bersedekah.” H.R. Al Bukhari, Muslim, dan Ahmad.


Dalam riwayat Ahmad diterangkan


عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُصَلَّى فَكَبَّرَ وَكَبَّرَ النَّاسُ ثُمَّ قَرَأَ فَجَهَرَ بِالْقِرَاءَةِ وَأَطَالَ الْقِيَامَ ...


Di dalam hadis-hadis tersebut, baik khutbah atau amaliah tidak menjelaskan bagaimana lafazh takbirnya. Apakah tidak dijelaskan itu untuk menunjukkan lil ithlaq, yakni bebas/tidak ditentukan (cukup dengan ucapan Allahu akbar) atau lil 'ilmi bih, yakni sudah diketahui oleh para sahabat bagaimana lafazh takbir sebagaimana takbiran iedul fitri dan iedul adha sehingga Nabi tidak perlu memberitahu lagi?


Sejauh pengetahuan kami, tidak ada satu pun hadis marfu (ucapan/amaliah Nabi) yang menerangkan lafazh takbir tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan lafazh takbir iedul fitri dan iedul adha


Pada peristiwa iedul fitri hanya disebutkan


عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وآله وسلم كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ وَالتَّهْلِيْلِ حَالَ خُرُوْجِهِ إِلَى الْعِيْدِ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى 


Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi saw. bertakbir dan bertahlil (menyebut laa ilaha illallah) dengan suara keras dari mulai keluar hendak pergi salat iedul fitri hingga sampai ke lapang. H.r. Al-Baihaqi, Nailul Authar III:355 


عَنِ الزُّهْرِي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى 


Az-Zuhri berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. keluar pada hari iedul fitri dengan bertakbir hingga sampai di lapang” H.r. Ibnu Abu Syibah, al-Mushannaf, I:487


Pada peristiwa iedul adha hanya disebutkan


عَنْ عَلِيٍّ وَعَمَّارِ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم… وَكَانَ يُكَبِّرُ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ بَعْدَ صَلاَةَ الْغَدَاةِ وَيَقْطَعُهَا صَلاَةَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ 


Dari Ali dan Ammar sesungguhnya Nabi saw… dan beliau bertakbir sejak hari Arafah setelah salat shubuh dan menghentikannya pada salat Ashar di akhir hari tasyriq. H.r. Al-Hakim, al-Mustadrak, I:439; al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, III:312


Tetapi kita mendapatkan keterangan lafazh takbir itu berdasarkan hadis mauquf (ucapan atau amaliah sahabat), baik secara khusus berkaitan dengan ied atau secara umum, seperti yang diterangkan Salman al-Farisi dalam riwayat Al-Baihaqi (as-Sunan al-Kubra, III:316) Allahu Akbar, Allahu Akbar, kabiraa 


عن أبي عثمان النهدي قال : كان سلمان رضي الله عنه يعلمنا التكبير يقول كبروا الله أكبر الله أكبر كبيرا 


Karena di dalam hadis tentang gerhana ini tidak diterangkan kaifiyat/tata cara atau lafazh takbir secara khusus, maka berlaku lafazh takbir seperti halnya iedul fitri dan iedul adha, Allahu akbar allahu akbar laa ilaaha illallah allahu akbar Allahu Adukbar wa lillahilham atau Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, kabiraa. 






Oleh: Ibnu Muchtar

Pengunjung