Tabiat Manusia |

Tabiat Manusia

}.
{ إِلاَّ الْمُصَلِّيْنَ }. { الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلاَتِهِمْ دَائِمُونَ }. { وَالَّذِيْنَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مّعْلُومٌ }.
{ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ }. { وَالَّذِيْنَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينَ }. { وَالَّذِيْنَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ}.
{ إِنَّ عَذاَبَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأمُونٍ } -المعارج: 19- 28 -    
Artinya:
“Sesungguhnya manusia itu dijadikan (bersifat) loba atau kikir. Mengeluh bila kesusahan menimpanya. Dan kikir (bakhil) bila keuntungan diraihnya. Kecuali orang-orang yang shalat. Yang berkekalan (dawam) atas shalat mereka. Dan yang harta-harta mereka ada hak yang maklum. Bagi yang minta dan tidak mampu. Dan yang membenarkan hari pembalasan. Dan yang khawatir atas adzab Tuhan mereka. Karena adzab dari Tuhan mereka itu tidak bisa dihindari.
-Q.S. al-Ma’arij 19-28
-

Manusia yang hidup di dunia ini, memiliki sifat dan tabiat masing-masing. Maka dengan sifat dan tabiatnya itu akan diketahui  kepribadiannya, akhlaknya dan kedudukannya.
Di antara sifat dan tabiat yang manusia   miliki ialah  “Kikir”.Maka gambaran orang yang seperti itu diterangkan sebagaimana firman-Nya di atas. Yaitu: Apabila ditimpakan kepada mereka kesusahan, kepayahan serta  serba kekurangan, mereka takut, gelisah dan tidak menerima. Tetapi ketika kenikmatan itu datang kepada mereka, baik berupa harta, pangkat, dan yang lainnya, mereka sama-sekali tidak ingat  siapa sebetulnya yang dapat memberikan semua itu.
Adapun orang-orang yang mendapat lindungan Allah swt, taufiqnya, serta bimbingan-Nya kepada jalan yang akan menyebabkan untuk berbuat kebaikan, mereka itulah yang dikecualikan daripada oarang-orang yang memiliki sifat ‘Kikir’ sebagaimana dalam ayat di atas.
Di antara orang-orang yang dikecualikan  dari sifat-sifat di atas ialah “Orang-orang yang di harta-harta mereka ada hak yang maklum”.Maksudnya  ada bagian yang sudah ditetapkan bagi yang minta dan yang membutuhkan.
 Dalam sebuah hadist diterangkan:
“Dari Abu Hurairah r.a. mengatakan, Rasulullah saw bersabda, ’Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla menerima shadaqah (zakat) dan menerimanya dengan tangan yang kanan-Nya, lalu mengembangkannya untuk kamu, sebagaimana mengembangkan seseorang di antara kamu
binatang-binatang ternaknya, sehinngga sekepal makanan itu akan menjadi seperti gunung uhud”.

-H.R. Ahmad-
Berbahagialah orang-orang yang menunaikan akan hak Allah, Janji Allah pasti benar.


{ وَمَنْ يُطِعْ اللهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلَئِكَ رَفِيقًا }. { ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنْ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيمًا } -النساء 69،70-
Artinya :
”Karena siapa yang taat kepada Allah dan Rasul, maka mereka itu adalah beserta orang-orang yang Allah beri nikmat atasnya, dari Nabi-Nabi, Shiddikin, Syuhada, dan Salihin, dan alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat yang rapat (Shiddikin,’Orang-orang yang sangat benar, Syuhada,’Yang membela agama Allah, Salihin, ’Yang baik-baik menurut agama Islam).”Yang demikian itu, karunia dari Allah karena cukup sebagai pengetahui.” -Q.S. An-Nisa 69,70-
Firman Allah swt. ini, sebagai anjuran agar senantiasa taat, senantiasa merasa rindu akan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebab dengan ketaatan itu akan teraih berupa keutamaan, kebaikan-kebaikan akibatnya, tercapainya semua yang diharapkan serta akan terangkat
derajat-derajatnya.
Menyimak ayat di atas, Allah swt. memulainya dengan kata-kata “Man” (huruf syarat). Artinya, siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya (dengan melaksanakan perintah-perintahnya serta semua larangan-larangannya) berdasarkan  keterangan yang jelas (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka pada hari kiamah Allah akan menjadikan ia sebagai teman bagi hamba-hamba Allah yang paling dekat kepada-Nya, dan hamba-hamba yang terangkat derajatnya. Yaitu para Nabi, Shiddikin, Syuhada, dan Salihin.
Dengan demikian betapa besar karunia serta balasan (pahala) Allah swt. yang diberikan kepada yang mentaati-Nya, sehingga Allah menempatkanya di suatu tempat yang paling tinggi
(di surga), dengan bertemankan orang yang paling pecinta serta senantia menggembirakan.
Maka salah satu cara untuk mencapai taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengakibatkan keberuntungan, tiada lain adalah dengan cara “Mahabah” rasa cinta. Sebab dengan “Mahabah” itu dapat menjadikan refutasi seseorang. “Seseorang akan bersama dengan siapa yang ia cintai.”
-H.R. Bukhari Muslim-
Allah Swt berfirman:
{ قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَأتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ} -أل عمران : 31-
Artinya:
”Katakanlah, jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku, pasti Allah akan mencintai kamu.”
-Q.S. Ali-Imran : 31-
Tidak ada cara yang lebih baik untuk mahabah kepada Allah selain mengikuti cara yang telah dijelaskan dan diajarkan oleh Rasulullah saw.  Maka Allah akan memberikan apa saja kepada orang yang Ia cintai, dan kecintaan Allah melebihi akan kecintaan hamba-hamba-Nya.


عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r : إِنَّ مِنَ الشَّجَرَةِ شَجَرَةً لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا، وَإِنَّهَا مَثَلُ المُسْلِمِ. فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ؟  فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ البَوَادِي. قَالَ عَبْدُ اللهِ : وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا اَلنَّحْلَةُ فَأسْتَحْيَيْتُ. ثُمَ قَالُوا : حَدِثْنَا مَاهِيَ يَارَسُولَ اللهِ؟ قَالَ : هِيَ النَّحْلَةُ. -رواه البخاري-
Artinya :
”Dari Abu Hurairah ia berkata,’Rasulullah saw. bersabda,’Sesungguhnya di antara pepohonan, terdapat sebatang pohon yang tidak pernah gugur daunnya (dengan sia-sia), dan sesungguhnya pohon itu (serbaguna) semisal seorang muslim. Beritahulah aku, pohon apa itu?  Lalu
orang-orang menyangka  kepada pohon yang ada di satu lembah. Abdullah bin Umar berkata,
’Aku menyangka bahwa pohon itu adalah (pohon) kurma, Maka merasa malu (untuk mengatakan yang dimaksud oleh Nabi itu adalah pohan kurma). Kemudia mereka bertanya, pohon apakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab,‘Pohan itu adalah kurma
.” -H.R. Al-Bukhari-
Pohon kurma adalah pohon yang serbaguna dan banyak mengandung manfaat. Mulai dari akarnya, batang-batangnya, dan daun-daunya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Batang-batangnya dapat dijadikan untuk bahan bagunan, pada musim panas daun-daunya dapat dijadikan untuk berteduh dari teriknya sengatan matahari. Akar-akar serabutnya yang menancap kedalam tanah saling
bahu-membahu, kuat-menguatkan di antara yang lainnya sehingga dapat menahan batangnya daripada empasan gelombang ataupun taupan serta angin sekencang apapun. Dan setiap musim tak
henti-hentinya berbuah sehingga yang memakannya dapat merasakan kesegaran, kenikmatan, dan dapat menyehatkan seorang muslim yang memakannya.
Rasulullah saw. menserupakan antara seorang muslim dengan sebuah pohon kurma, dalam hal memberikan manfaat. Baik kepada dirinya, maupun kepada yang yang lainnya selama ia masih hidup. Sebagaimana dalam hadis yang diriayatkan dari sahabat Ibnu Umar:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللهِ r ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: إِنَّ مَثَلَ المُؤْمِنِ كَمَثَلِ شَجَرَةٍ لاَتَسْقُطُ لَهَا أَنَمْلَةُ، أَتَدْرُونَ مَاهِيَ؟ قَالُوا لاَ. قَالَ : هِيَ النَّحْلَةُ، لاَ تَسْقُطُ لَهَا أَنَمْلَةُ. وَلاَ تَسْقُطُ لمِؤُمِنٍ دَعْوَةٌ. - فتح البلري 1: 197-
Artinya:
“Dari Ibnu Umar ia berkata,’Ketika kami bersama Rasulullah saw. pada suatu hari, maka beliau bersabda, ’Sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin seperti sebuah pohon yang tidak jatuh ranting-rantingnya, apakah kalian tahu pohon apakah itu? mereka menjawab, Tidak! Beliau bersabda,’Pohon itu adalah kurma, tidak jatuh ranting-rantingnya, dan bagi seorang mukmin tidak akan hilang da’wahnya (kebaikannya selama ia hidup dan setelah matinya).” -Fathu Al-Bari  I : 197-


{بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ}
{تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ}. {الَّذِي خَلَقَ المَوْتَ وَالْحَيوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُورُ} -سورة الملك 1، 2-
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang. Maha suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa Lagi Maha Pengampun
.
Sudah menjadi ‘Sunnatullah’ bahwa manusia yang hidup di dunia ini tidak akan terlepas dari pada ujian Allah. Allah swt. menjadikan kehidupan serta kematian semata-mata untuk menguji manusia siapa di antara mereka yang “Ahsanu Amala” yang lebih baik amalnya (berdasarkan
Al-Qur’an dan Sunnnah), bukan yang paling banyak.
Kebaikan adalah merupakan amal yang baik, tetapi tidak selama kebaikan itu baik. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah, bahwa yang pertama akan diadili pada hari kiamat ialah:
1. Pejuang yang berjihad di jalan Allah.
2. Yang belajar dan pengajar serta pembaca Al-Qur’an.
3. Seorang yang diluaskan kekayaannya, diberi berbagai macam harta, ahli sidkah, serta bermurah hati.
Tetapi ketiga macam orang itu diterangkan “Fahusibu ‘Ala Wajhihi Hatta Ulqiya Fin Nari” Mereka diseret mukanya sehingga mereka dilemparkan ke nereka.
Menyimak hadist ini, terdapat beberapa kebaikan. Yang berjihad di jalan Allah, merupakan kebaikan serta amal yang baik. Begitu juga yang belajar, mengajar, dan membaca Al-Qur’an, dan yang mempunyai harta serta brsedekah. Akan tetapi semua ini termasuk kepada kebaikan yang tidak baik. Yang pertama. disebabkan pada sipejuang itu terkandung keinginan untuk digelari “Sipulan seorang pemberani”. Kedua, terselip dalam hatinya untuk mendapatkan gelar “Qari” juara bacaan Qur’an atau Ulama ulung. Ketiga, karena ingin disebut sebagai orang yang “Dermawan” murah hati. 
Maka bagi seorang mukmin, bagaimanapun banyaknya kebaikan apabila tidak disertai dengan niat “Li Lahi Ta’Ala” ikhlas karena Allah, tidak akan jadi amal yang baik dan amal shaleh.


عَنِ ابْنِ عبَاَسٍ قَالَ: تُلِيَتْ هَذِهِ الأَيَةُ عِنْدَ النَّبِيِ {يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا ...}
-البقرة: 168-  .فَقَامَ سَعْدُبْنُ أَبِي وَقَاصٍ فَقَالَ: يَارَسُولَ اللهِ  أُدْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ. فَقَالَ : يَا سَعْدُ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ. وَالَّذِي نَفْسِي  مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ،  أَنَّ الرَّجُلَ لَيَقْذَفُ اللُقْمَةَ الحَرَامَ فِي جَوْفِهِ مَايَتَقَبَّلُ مِنْهُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمَا، وَأَيُّمَا عَبْدٍ نَبَتْ لَحْمُهُ مِنَ السَّحْتِ وَالرِّباَ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ. -رواه ابن مردويه-
Artinya:
Dari Ibnu Abas ia berkata,’Dibacakan ayat ini dihadapan Nabi “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,..” (Al-Baqarah:168).
Lalu berdirilah Sa’ad bin Abi Waqas seraya berkata, ‘Hai Rasulullah berdo’alah engkau kepada Allah agar Ia menjadikanku sebagai orang yang diijabah do’a. Maka Rasulullah saw. menjawab,’Wahai Sa’ad, baikanlah makananmu pasti engkau akan diijabah do’a. Demi diri muhamad dalam kekuasaan-Nya, bahwa seseorang akan memuntahkan makanannya yang haram dari perutnya selama ia menerimanaya empat puluh hari. Dan hamba yang mana saja yang tubuhnya berkembang dari usaha yang haram dan hasil riba, maka api nerakalah yang paling dahulu memakannya”
. -HR. Ibnu Mardawaih-
Dalam tafsir Ibnu Katsir, hadist ini ditempatkan sebagai tafsir bagi Ayat 168 surat
Al-Baqarah. Maksudnya, bahwa yang diperintahkan Allah swt. kepada manusia, sama sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. kepada salah seorang sahabatnya yaitu Sa’ad bin Abi Waqas, agar ia memakan makanan yang baik (halal), apabila ia ingin menjadi orang yang apabila berdo’a senantiasa diijabah.
Apabila kita perhatikan antara permohonan Sa’ad kepada Rasulullah serta jawaban Rasulullah yang diberikan kepada Sa’ad, menandakan betapa sangat erat kaitannya antara makanan seseorang dengan terkabulkannya sebuah do’a. Artinya, terkabul atau tidak terkabulnya sebuah do’a itu tergantung kepada siapa yang berdo’a. Apabila yang berdo’a itu dirinya bersih dari pada makanan yang haram, usaha yang haram, maka setiap kali ia berdo’a pastilah  akan dikabulkan, sebagaimana jawaban Rasulullah kepada Sa’ad. “Baikanlah makananmu pasti engkau akan diijabah do’a”.
Maka bagi seorang mukmin yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, setiap saat berdo’a kepada-Nya, sepantasnyalah memperhatikan makanannya. Sebab makanan yang khabisah (haram), bukan mengakibatkan terkabulnya sebuah do’a, tetapi nerakalah yang paling dulu yang akan memakannya.



Oleh : Ibnu Muchtar

Pengunjung