Contoh Makalah Psikologi Pendidikan | Pendahuan | Pembahasan | Penutup

BAB I
PENDAHULUAN


Dalam pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan tujuan, rumusan masalah yang ada dalam makalah ini dan metode penulisan.
A.    Latar Belakang
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat, di dalam masa perkembangan psikologi di jaman mutakhir ini munculah secara beruntun beberapa aliran psikologi pendidikan, masing-masing yaitu :
-          Psikologi Behavioristik
-          Psikologi Kognitif
-          Psikologi Humanistik
Ketiga aliran psikologi di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculah teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
-          Teori-teori belajar dari psikologi Behavioristik
-          Teori-teori belajar dari psikologi Kognitif
-          Teori-teori belajar dari psikologi Humanistik

B.     Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai teori-teori belajar psikologi behavioristik, teori belajar psikologi kognitif dan teori belajar psikologi humanistik.
C.    Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1)      Apakah implikasi yang ditimbulkan dari teori belajar psikologi behavioristik?
2)      Apakah implikasi yang ditimbulkan dari teori belajar psikologi kognitif?
3)      Apakah implikasi yang ditimbulkan dari teori belajar psikologi humanistik?

D.    Metode Penulisan
Adapun metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini adalah dengan mengumpulkan dari berbagai sumber buku yang ada diperpustakaan.





BAB II
PEMBAHASAN


A.    Implikasi Teori-Teori Belajar dari Psikologi Behavioristik
1.      Prosedur-prosedur Mengembangkan Tingkahlaku Baru
Disamping penggunaan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku, ada pula 2 metode lain untuk mengembangkan pola tingkah laku baru.
a.       Shaping
Kebanyakan yang diajarkan di sekolah-sekolah adalah tingkah laku yang kompleks, bukan hanya “simple respons”. Tingkah laku yang kompleks ini dapat diajarkan melalui proses “shaping” atau “sucessive approximations”, beberapa tingkah laku yang mendekati respon terminal. Proses ini dimulai dengan penetapan tujuan, kemudian diadakan analisis tugas, langkah-langkah kegiatan murid dan reinforcement terhadap respons yang diinginkan.
Fraznier (1969) mengemukakan lima langkah perbaikan tingkah laku belajar murid :
1)      Datang dikelas pada waktunya
2)      Berpartisipasi dalam belajar dan merespon guru
3)      Menunjukkan hasil tes-tes dengan baik
4)      Mengerjakan pekerjaan rumah
5)      Penyempurnaan
b.      Modelling
Modelling adalah suatu bentuk belajar yang tak dapat disamakan dengan classical conditioning maupun operan conditioning maupun operant conditioning. Dalam modeling, seseorang yang belajar mengikuti kelakuan oarang lain sebagai model. Tingkah laku manusia lebih banyak dipelajari malalui modelling atau imitasi daripada melalui pengajaran langsung :
Modelling dapat terjadi baik dengan “direct reinforcement” maupun dengan “cicatious reinforcement” Bandura (1969) membagi tingkah laku imitatif menjadi tiga macam, yaitu :
1)      Inhibitory-disinhibitory effect : Kuat lemahnya tingkah laku oleh karena pengalaman tak menyenangkan atau boleh vicarous reinforcement
2)      Eleciting effect: ditunjangnya suatu respons yang pernah terjadi dalam diri, sehingga timbul respons serupa
3)      Modelling effect: pengembangan respon-respon baru melalui observasi terhadap suatu model tingkah laku
   Modelling dapat dipakai untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan akademis dan motorik.
2.      Prosedur-prosedur Pengenalan atau Perbaikan Tingkahlaku
a.       Memperkuat tingkah laku bersaing
Dalam usaha mengubah tingkah laku yang tak diinginkan diadakan penguatan tingkah laku yang diinginkan misalnya dengan kegiatan-kegiatan kerjasama, membaca, dan bekerja disatu meja untuk mengatasi kelakuan-kelakuan menentang, melamun dan hilir mudik.
b.      Ekstingsi
Ekstingsi dilakukan dengan membuang/meniadakan peristiwa-peristiwa penguat tingkah laku. Ekstingsi dapat dipakai bersama-sama dengan metode lain seperti “modelling” dan “social reinforcement”. Guru-guru sering mengalami kesulitan mengadakan ekstingsi karena mereka harus belajar mengabaikan “misbehaviors” tertentu. Tentu saja ada jenis-jenis tingkah laku yang tak dapat diabaikan oleh guru-guru terutama tingkah laku yang menunjang perasaan murid-murid.
c.       Satiasi
Satiasi adalah suatu prosedur menyeluruh seseorang untuk melakukan perbuatan berulang-ulang sehingga ia menjadi lelah atau jera.

d.      Perubahan lingkungan stimuli
Beberapa tingkah laku dapat dikendalikan oleh perubahan kondisi stimulus yang mempengaruhi tingkah laku itu.
e.       Hukuman
Untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan murid, sedangkan reward menunjukkan apa yang mesti dilakukan oleh murid.
3.      Langkah-langkah Dasar Modifikasi Tingkah Laku
Berikut ini adalah langkah-langkah bagi guru dalam mengadakan analisis dan modifikasi tingkah laku :
a.       Identifikasilah “reinforces” yang potensial
b.      Perkuatlah tingkah laku yang diinginkan, dan jika perlu gunakan prosedur-prosedur untuk memperbaiki tingkah laku yang tidak pantas
c.       Rekam/catatlah  tingkah laku yang diperkuat untuk menentukan kekuatan-kekuatan atau frekuensi respons yang telahn ditingkatkan.
4.      Pengajaran Terprogram
Pengajaran terprogram menerapkan prinsip-prinsip “operant conditioning” bagi belajar manusia di sekolah. Pada tahun 1954 B.F Skinner menerbitkan sebuah paper berjudul “The Science of learning and the act of reading”. Paper ini berisikan hasil percobaan modipikasi tingkah laku hewan dan manusia, prinsip-prinsip”operant conditioning” dan metode-metode pengajaran otomatis.
Pengajaran terprogram berusaha memajukan belajar dengan :
a.       Memerinci bahan pelajaran menjadi unit-unit kecil
b.      Memaksa murid mereaksi unit-unit kecil itu
c.       Memberi tahukan hasil belajar secara langsung
d.      Memberi kesemptan untuk belajar sendiri.



Ada bermacam-macam pengajaran terprogram, antara lain :
1)      Program linear : Program ini dikembangkan oleh Skinner, penyusunan program menentukan urutan-urtan kegiatan murid untuk menyelesaikan program
2)      Program interinsik atau “branching program“ : Program ini dikembangkan oleh Proder (1960) dalam program ini respons-respons murid menentukan route atau arah kegiatan murid itu.
Beberapa bentuk terhadap metode pengajaran terprogram antara lain, kurang mengembangkan kreativitas, kurang memberi pengalaman humanisasi, kurang memberi kesempatan untuk merespons dengan berbagai aktivitas.
5.      Program-program Pengajaran Individual
Program pengajar individual telah di kembangkan pada beberapa lembaga pendidikan seperti :
-          Program for learning in recordance with needs (PLAN), pada westinghouse corporation
-          Individuality guile educuation (IGE) pada pusat penelitian dan pengembangan belajar kognitip-universitas Piddsbiorgh.

B.     Implikasi Teori-teori Belajar dari Psikologi Kognitif
Ahli psikologi belum puas dengan penjelasan yang terdahulu (stimulus-response-reinforcement). Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan pikiran terhadap situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Tiga tokoh penting pengembang teori psikologi kognitif, yaitu :
1)      Piaget, yang mengemukakan tentang perkembangan kognitif anak sesuai dengan perkembangan usia (a cognitive develop­mental perpective).
2)      Burner, yang mengembangkan psikologi kognitif dengan menemukan metode belajar "discovery",
3)      Ausubel, yang berpendapat, jika pengetahuan disusun dan disajikan dengan baik, siswa akan dapat belajar dengan efektif melalui buku tes dan metode-metode ceramah.
  1. Psikologi Gestalt dalam Praktek.
Dua hukum pokok Gestalt yaitu:
1)      Pragnaz (Jerman)/Pregnance (Inggris: menuju kepada kejelasan)  (clarity).
2)      Closure: mulai dari totalitas (totality).
(Hukum yang lain: kedekatan, persamaan, kontiguitas, gerakan bersama, simetris)
Kesimpulan:
Kohler dan Wertheimer lalu menyatakan bahwa siswa yang belajar harus dapat memperoleh pengertian pemahaman (insignt) dari hubungan antara bagian-bagian dan keseluruhannya.
Psikologi Gestalt ini kemudian dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan "cognitive-fieldpsychology"-nya. Teori Lewin men-dasarkan pada "life space", yaitu dunia psikologis dari kehidupan individu. la menjelaskan bahwa tingkah laku belajar merupakan usaha untuk mengadakan reorganisasi atau restruktur (dari isi jiwa?)
Psikologi Gestalt menyusun belajar itu ke dalam pola-pola tertentu. Jadi, bukan bagian-bagian.
  1. Implikasi Teori Piaget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori Paget itu dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam kurikulum.
Studi Piaget mengisyaratkan agar guru meneliti bahasa siswa dengan seksama untuk memahami kualitas berpikir anak di dalam kelas. Strategi belajar yang dikembangkan dari teori Piaget ialah mengharapkan anak dengan sifat pandangan yang tidak logis (Siegel).


  1. Implikasi "Discovery Learning" dari Bruner
1)      Kenaikan dari potensi intelektual menimbulkan harapan murid untuk sukses. Dengan perkembangan itu anak akan menjadi cakap dalam mengembangkan strategi di dalam mendekati lingkungan yang teratur ataupun yang tidak teratur. Dengan mene­kankan pada discovery murid akan belajar mengorganisasi problem-problem daripada menghadapi problem-problem itu dengan metode hit and miss.
2)      Dalam process of education disebutkan juga tentang spiral cur­riculum. Spiral curriculum yaitu suatu kurikulum yang disusun mulai dari suatu topik yang sederhana menuju ke topik yang makin kompleks
3)      Istilah discovery learning sering diartikan sama dengan in­quiry training atau problem solving dan ketiganya sering dipakai secara bergantian. Tapi Johnson membedakan bahwa inti dari discovery learning yaitu usaha untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang lebih dalam daripada inquiry. Discovery adalah pengalaman aha, dan kita dapat melakukan inquiry tanpa/ tidak usah sampai pada aha.
4)      Contoh metode discovery mengenai pengajaran bahasa tentang tipe-tipe dan aturan di dalam bahasa.

C.    Implikasi Teori Belajar Humanistik
1.      Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
a.       Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas.
b.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
c.       Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi sendirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e.       Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f.       Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok '-     kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g.      Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
2.      Ciri-Ciri Humanistik Mengenai Guru-Guru yang Baik dan Kurang Baik
Menurut Hamacheek (1969); Guru-guru yang efektif tampak-nya adalah guru-guru yang "manusiawi". Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis daripada autokratik, dan mereka harus mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan ataupun secara kelompok.
Combs dan kawan-kawan percaya bahwa guru-guru merasa tenteram terhadap diri mereka sendiri dan terhadap kemampuan mereka, mereka akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang lain, dan apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang cukup, mereka mungkin akan memberikan respon pada siswa-siswa mereka dengan cara me-ngembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter dan peraturan-peraturan itu digunakan untuk melindungi konsep diri masing-masing.
Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik ialah:
a.       Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mem­punyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
b.      Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
c.       Guru yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya dihargai.
d.      Guru yang melihat orang-orang dan perilaku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jadi, bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan yang digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreativitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.
e.       Guru yang menganggap orang lain itu pada dasamya dapat dipercaya dan dapat diandalkan dalam pengertian dia akan ber-perilaku menurut aturan-aturan yang ada.
f.       Guru yang melihat orang lain itu dapat memenuhi dan mening-katkan dirinya; bukan menghalangi, apalagi mengancam.
3.      Guru yang Sejati
Mengajar yang baik bukan sekadar persoalan teknik-teknik dan metodologi belajar saja.
Sesungguhnya guru adalah makhluk biasa. Guru sejati bukan-lah makhluk yang berbeda dengan siswa-siswanya. la bukan makhluk yang serba hebat. la harus dapat berpartisipasi di dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa-siswanya
4.      Aplikasi Psikologi Humanistik pada Pendidikan
Impack awal dari pandangan ini ialah tumbuhnya apa yang disebut dengan programmed instruction (Walter Dick dan Lou Curey, 197& halaman 3)
Pendekatan humanistik diikhtisarkan sebagai berikut:
a.       Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu pe-rangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka sendiri.
b.      Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang mumi dalam pengembangan anak-anaak perbedaan-perbedaan indi­vidual.
c.       Ada perhatian yang kuat terhadap pertumbuhan pribadi dan perkembangan siswa secara individual.
Selanjutnya Gagne dan Briggs mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif.



BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Implikasi teori belajar dari psikologi Behavioristik adalah shaping dan modelling. Sedangkan ciri-ciri humanistik mengenai guru-guru yang baik dan kurang baik, guru-guru yang efektif tampaknya adalah guru-guru yang manusiawi mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis dari pada autokratik dan mereka harus mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.
Mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik-teknik dan metodologi belajar saja untuk menjaga disiplin kelas, guru sering bertindak otoriter, menjauhi siswa, bersikap dingin itu menyembunyikan rasa takut kalau dianggap lemah.
   
B.     Saran
Sebagai seorang calon guru kita harus mengetahui dan memilih teori-teori mana yang terbaik dalam proses belajar mengajar dengan para siswa. Selain itu kita juga harus mengetahui kriteria seorang guru yang efektif dan baik.

Pengunjung