BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan
bahasa ijtihad adalah penyerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesatu yang
sulit. Hal ini tentu berbeda dengan pengertian berdasarkan istilah. Dalam
pengertian apapun tentu saja ijtihad harus berada dalam konteks Islam.
Dari uraian
tersebut perlu kita lebih memahami bagaimna ijtihad dalam Islam. Orang yang
melakukan ijtihad harus orang yang memahami ilmu fikih. Orang tersebut biasanya
disebut dengan Mujtahid.
Bertolak dari
pemahaman yang ada, banyak orang melakukan ijtihad dalam kontek yang salah atau
tidak sesuai dengan ajaran islam. Dasar yang menajdi hukum Islam yang tertinggi
adalah Al-Qur’an. Selain al-Qur’an ada sunnah, akal dan ijma yang menjadi dasar
hukum dari ijtihad.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam makalah ini sebagai berikut:
- Bagaimana pengertian ijtihad.
- Apa yang menjadi dasar hukum ijtihad.
- Bagaimana syarat, lapangan dan tingkatan ijtihad.
- bagaimana ijtihada pada zaman modern.
C. Tujuan Masalah
Tujuan masalah
dari makalah ini adalah:
- Ingin memahami dan mengetahui pengertian ijtihad.
- Ingin memahami dan mengetahui dasar hukum ijtihad.
- Untuk mengetahui syarat, lapangan dan tingkatan dalam ijtihad.
- Untuk mengetahui dan mengimplementasikan ijtihad di zaman modern.
D. Sistematika Makalah
Sistematika
makalah terdiri dari:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Tujuan Masalah
- Sistematika Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ijtihad
B.
Ijtihad dan
Hukumnya
C.
Medan Ijtihad
D.
Syarat-syarat
Ijtihad
E.
Macam-macam
tingkatan Ijtihad
F.
Ijtihad di
Zaman Modern
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad berarti
“pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit". Atas
dasar ini maka tidak tepat apabila kata "ijtihad" dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.
Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian
ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa
persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan
sembarang orang.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad
yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad
adalah "penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat
pada Kitabu ‘I-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash
yang terkenal dengan qiyas (ma'qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari
maksud dan tujuan umum dari hikmah syari'ah yang terkenal dengan
"mashlahat."
Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut
istilah, ada dua kelompok ahli ushul fiqh (ushuliyyin) kelompok mayoritas dan
kelompok minoritas yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya
akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok
mayoritas. Menurut mereka, ijtihad
adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih
atau mujtahid untuk mcmperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum
syara' (hukum Islam).
Dari defmisi tersebut dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pelaku utihad
adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2.
Yang ingin
dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar'i, yaitu hukum Islam yang berhubungan
dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i'tiqadi atau
hukum khuluqi,
3.
Status hukum
syar'i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan
definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa ijtihad sepanjang
pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum.
B.
Ijtihad
dan Hukumnya
Hukum pertama yang tertinggi adalah
wahyu Allah yang disebut dengan al-Qur’an. Hukum selanjutnya terdapat pada
kejelasan yang tersurat dan tersirat dari kehidupan Rasulullah yaitu assunah.
Dasar sumber-sumber ijtihad yaitu:
1.
Al-Qur’an
2.
Sunnah
3.
Akal
4.
Ijma
Dengan orientasi hidup hanya kembali ke
alam kehidupan dahulu dan membentuk opini kehidupan mendatang konsekuensinya
adalah hukum Islam menjadi hukum yang menindas kemanusiaan. Ada kebenaran yang
bersifat absolut Ilahi dan Itiqodi dengan nilai yang diamalkan manusia. Namun
demikian usaha yang dilakukan muslim untuk mendapatkan ilmu Islam dari
sumber-sumber dasar hukum (al-Qur’an, sunnah, akal, ijma) yang kita sebut
Ijtihad.
C.
Medan
Ijtihad
Ulama telah bersepakat bahwa ijtihad
dibenarkan, serta perbedaan yang terjadi sebagai akibat ijtihad ditolerir, dan
akan membawa rahmat manakala ijtihad dilakukan oleh yang memenuhi persyaratan
dan dilakukan di medannya (majalul ijtihad). Lapangan atau medan dimana ijtihad
dapat memainkan peranannya adalah:
1.
Masalah-masalah
baru yang hukumnya belum ditegaskan oleh nash al-Qur'an atau Sunnah secara
jelas.
2.
Masalah-masalah
baru yang hukumnya belum diijma'i oleh ulama atau aimamatu'l mujtahidin.
3.
Nash-nash
Dhanny dan dalil-dalil hukum yang diperselisihkan.
4.
Hukum Islam
yang ma'qulu 'I-ma'na/ta'aqquly (kausalitas hukumnya/'illat-nya dapat diketahui
mujtahid).
Sebaliknya ulama telah bersepakat bahwa
ijtihad tidak berlaku atau tidak
dibenarkan pada:
- Hukum Islam yang telah ditegaskan nash al-Qur'an atau Sunnah yang statusnya qath'iy (ahkamun manshushah), yang dalam istilah ushul fiqih dikenal dengan syari'ah atau "ma’ulima min al-din bi al-dlarurah".
- Hukum Islam yang telah diijma'i ulama.
- Hukum Islam yang bersifat ta'abbudy/ghairu ma'quli 'Ima'na (yang kausalitas hukumnya/'illat-nya tidak dapat dicerna dan diketahui mujtahid)
D.
Syarat-syarat
Ijtihad
Seseorang yang ingin mendudukkan
dirinya sebagai mujtahid harus memenuhi
beberapa persyaratan. Di antara sekian persyaratan itu yang terpenting ialah:
- Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan pengertian ia mampu membahas ayat-ayat tersebut untuk menggali hukum.
- Berilmu pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits Rasul yang berhubungan dengan masalah hukum, dengan arti ia sanggup untuk membahas hadits-hadits tersebut untuk menggali hukum.
- Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukan oleh ijma agar ia tidak berijtihad yang hasilnya bertentangan dengan ijma'.
- Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan dapat mempergunakannya untuk menggali hukum.
- Menguasai bahasa Arab secara mendalam.
- Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh dalam al-Qur'an dan Hadits.
- Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbabu'1 nuzul) dan latar belakang suatu Hadits (asbabu '1 wurud), agar ia mampu melakukan istinbath hukum secara tepat.
- Mengetahui sejarah para periwayat hadits, supaya ia dapat menilai sesuatu Hadist, apakah Hadits itu dapat diterima ataukah tidak. Sebab untuk menentukan derajad/nilai suatu Hadits sangat tergantung dengan ihwal perawi yang lazim disebut dengan istilah sanad Hadits.
- Mengetahui ilmu logika/mantiq agar ia dapat menghasilkan deduksi yang benar dalam menyatakan suatu pertimbangan hukum dan sanggup mempertahankannya.
- Menguasai kaidah-kaidah istinbath hukum/ushul fiqh.
E.
Macam-macam
tingkatan Ijtihad
Ijtihad terdiri dari bermacam-macam
tingkatan, yaitu:
- Ijtihad Muthlaq/Mustaqil, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma-norma dan kaidah istinbath yang dipergunakan sebagai sistem/metode bagi seorang mujtahid dalam menggali hukum.
- Ijtihad Muntasib, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath imamnya (mujtahid muthlaq/Mustaqil).
- Ijtihad mazhab atau fatwa yang pelakunya disebut mujtahid mazhab/fatwa, yaitu ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan madzhab tertentu. Pada prinsipnya mereka mengikuti norma-norma/kaidah-kaidah istinbath imamnya, demikian juga mengenai hukum furu'/fiqih yang telah dihasilkan imamnya.
- Ijtihad di bidang tarjih, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada baik dalam satu lingkungan madzhab tertentu maupun dari berbagai mazhab yang ada dengan memilih mana diantara pendapat itu yang paling kuat dalilnya atau mana yang paling sesuai dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman.
F.
Ijtihad
di Zaman Modern
Ijtihad dibutuhkan pada setiap zaman
maka pada zaman modern inilah ijtihad paling dibutuhkan sebab berubahnya
keadaan kehidupan setelah adanya revolusi teknologi maka merupakan keharusan
untuk membuka kembali pintu ijtihad yang memang sebenarnya tidak pernah
ditutup. Ijtihad zaman modern haruslah mengarah kepada masalah-masalah yang baru
dan problematika kekinian, untuk mencari solusi masalah tersebut menurut
al-Qur'an dan sunnah.
Layaknya ijtihad zaman sekarang
ditelorkan dengan segenap kebebasan keberanian dan kemudahan menghindari segala
masalah yang menyulitkan, maka dari itu haruslah ada ijtihad individual karena
ijtihad itulah yang mencerahi segala macam ijtihad, dan memang sebenarnya
segala macam ijtihad sumbernya adalah ijtihad individual. Ijtihad yang di
dengung-dengingkan ada zaman sekarang ini adalah merupakan kebutuhan bahkan
merupakan kewajiban bagi kehidupan umat Islam untuk mengobati problematika
kekinian sebab umat Islam akan hidup jumud kalau tidak di berantas dengan
ijtihad. Kemudahan ijtihad di zaman modern, Setelah diketahui bahwa ijtihad
adalah merupakan kewajiban bagi umat Islam, apakah pantas bagi umat Islam untuk
meninggalkannya dengan alasan terlalu banyaknya sarat yang mustahil disanggupi
oleh seseorang, sebenarnya syarat tersebut adalah bukan untuk menyulitkan umat
islam seperti yang diungkapkan oleh orang yang dengan sengaja menutup pintu
ijtihad.
Ibnu Arafah yanng dinukil oleh Ubay
dalam syarah muslim : ketahuilah ijtihad zaman sekarang lebih mudah
dibandingkan ijtihad zaman dahulu sebab banyaknya usaha-usaha untuk menyetak
buku dan menerbitkannya, dan banyaknya buku yang menerangkan secara khusus tentang
ijtihad. Kalau dibandingkan ijtihad ulama zaman dahulu yang banyak memakan
waktu untuk memecahkan satu masalah, tetapi setelah adanya percetakan (sekitar
13 H) menjadi mudahlah segala sesuatu yang dahulunya sulit. Ibrahim bek juga
mengatakan bahwa ijtihad zaman sekarang lebih mudah dikarenakan sekarang telah
banyak karangan-karangan yang mempunyai bobot baik dalam ilmu tafsir atau yang
lainnya, banyaknya syarah-syarah hadist, juga berkat adanya kamus-kamus dan
kitab khusus tentang ayat ahkam dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan uraian dari makalah maka
dapat disimpulkan pengertian ijtihad adalah kesanggupan dari seorang ahli fiqih
atau mujtahid untuk memperolah pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum
syara. Ijtihad berlandaskan hukum Islam (al-Qur’an, sunnah, akal dan ijma).
Ada beberapa syarat dalam ijtihad
yaitu:
- Mengetahui ilmu pengetahuan yang luas mengenai ayat al-Qur’an.
- Berilmu pengetahuan tentang hadist-hadist.
- menguasai berbagai masalah yang hukumnya ditunjukan oleh ijma.
- dan lain-lain.
Adapun macam-macam tingkatan ijtihad
yaitu
- Ijtihad muthlaq
- Ijtihad muntasib
- Ijtihad mahjab
- Ijtihad di bidang tarjih.
B.
Saran
Bagi seorang muslim dalam melakukan
ijtihad harus memiliki pedoman bagaimana ijtihad dalam Islam. Hal ini perlu
dipahami agar seorang muslim dapat melakukan ijtihad sesuai ajaran dalam Islam.
Selain itu pemahaman ijtihad dalam Islam perlu dilakukan agar mampu menerapkan
Islam pada zaman yang lebih modern.