Contoh Makalah PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Upaya untuk mengetahui seperti apa sistem pendidikan di Indonesia, kali ini saya akan berbagi contoh makalah mengenai judul tersebut. Selanjutnya silangkan lihat dibawah ini. 

BAB I
PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mengamanatkan pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan pendidikan peningkatan\ mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan Untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.        
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang   Dasar  Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1945.   Berdasarkan   hal-hal   tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 sebagai pengganti undang-undang sebelumnya. 
B.     Rumusan Masalah
-          Apa tujuan dan fungsi pendidikan nasional?
-          Apa komponen pendidikan nasional?
-          Apa peranan manajemen  SISDIKNAS?
C.    Tujuan dan Manfaat
Tujuan daripada penulisan makalah ini:
-          Memenuhi salah satu tugas pokok mata kuliah pengelolaan pendidikan
-          Untuk mengetahui tujuan dan fungsi pendidikan nasional
-          Untuk mengetahui peranan manajemen SISDIKNAS
Manfaat dari pada penulisan makalah ini:
-          Menambah wawasan bagi kami khususnya dan mahasiswa pada umumnya.


BAB II
PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
  
A.    Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,kebudayaan nasiona Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem Pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
1.      Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional
Tujuan dan fungsi pendidikan nasional berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989, Bab II Pasal 3: Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pasal 4: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rokhani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3, menyatakan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2.      Makna Sistem Pendidikan Nasional
Di Negara Republik hidonesia hanya terdapat satu sistem pendidikan yang diatur oleh undang-undang. Mengenai hak dan kewajiban warga negara tertera pada Bab TV Pasal 5 Undang-undang Sisdiknas tahun 2003: (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperbleh pendidikan layanan khusus, (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat dan disesuaikan
3.      Organisasi Pendidikan Nasional
Jalur jenjang dan jenis pendidikan dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 terdapat pada Bab VI Pasal 13 sampai dengan Pasal 16. Pasal 13 : (1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya, (2) Pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pengelolaan pendidikan ( Bab XVI, Pasal 50 ): (1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri, (2) Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional, (3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional, (4) Pemerintah Daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/ kota untuk tingkatan pendidikan dasar dan menengah, (5) Pemerintah kabupaten/ kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, (6) Perguruan Tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya. 
B.     Pendidikan Nasional Dalam Pengembangan SDM
Sistem pendidikan nasional yang, berorientasi pengembangan kualitas sumber daya manusia, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, semata-mata tidak hanya ditentukan oleh tersedianya anggaran pendidikan yang besar, namun ditentukan pula oleh faktor lain yang lebih penting. Salah satu faktor penting dalam proses pembuatan kebijakan pendidikan sesuai dengan data dan informasi sebagai sektor pelayanan publik yakni policy perspective atau cara berpikir yang benar. 
1.      Perkembangan Perspektif SDM Dalam Pendidikan Nasional
Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, memberikan landasan kokoh terhadap peningkatan mutu dalam berbagai bidang kehidupan manusia sehingga tercipta hubungan timbal balik. Untuk meningkatkan fungsinya sebagai katalisator dalam pengembangan    kualitas SDM secara menyelurulMnaka diperlukan "cara berpikir baru" dalam pembangunan pendidikan.
Pendidikan harus mampu menghasilkan manusia yang tidak menjadi beban, sebaliknya menjadi sumber kekuatan atau sumber penggerak "driving force "bagi keseluruhan proses pembangunan dan kehidupan masyarakat. Hal ini akan memunculkan konsep pendidikan baru yang terkenal dengan efisiensi eksternal atau external effisiency dengan penekanan pada hubungan timbal baik antara pendidikan dengan pembangunan dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sosial- budaya, serta Iptek. Konsep ini muncul sebagai basis pemikiran utama yang memayungi kebijakan pembangunan pendidikan, antara lain pemerataan kesempatan belajar,  mutu dan keunggulan serta efisiensi manajemen pendidikan.
Empat perspektif kebijakan pembangunan sektor pendidikan:
a.       Perspektif pemerataan pendidikan (equality of educational opportunity)
b.      Perspektif pendidikan dalam pencapaian kedudukan seseorang (educational and status attainment)
c.       Perspektif human capital
d.      Perspektif pendidikan dan pengembangan SDM (educational and human  resources development).
2.      Pendidikan sebagai investasi SDM
Pada dasarnya pendidikan merupakan human capital investment, sehingga memungkinkan setiap warga negara untuk turut andil atau berperan serta dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional. Kontribusi setiap warga negara tersebut dapat terwujud, apabila setiap warga negara mampu mengembangkan dirinya menjadi produktif, bernilai baik secara ekonomi maupun non-ekonomi.
Setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan sama-sama merupakan sarana produktif, sebagai investasi SDM. Setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan merupakan bentuk-bentuk investasi SDM yang sama pentingnya dan saling melengkapi, tetapi masing-masing memiliki fungsi yang berlainan. Pendidikan dasar sebagai sarana mencerdaskan kehidupan masyarakat, pendidikan kejuruan, keahlian dan profesi sebagai bahan penyiapan pekerja terampil, sedangkan pendidikan tinggi menyiapkan tenaga ahli yang menguasai suatu spesialisasi keahlian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan tehnologi. Investasi SDM melalui pendidikan dapat dibedakan dengan berlandaskan kepada tiga konsep dalam ekonomi publik (Ace Suryadi, 2004,106), yaitu:
1.      Pendidikan sebagai barang jasa umum, investasi sektor pendidikan merupakan pembangunan infrastruktur publik (publik investment) yang tidak berbeda dengan infra struktur lain seperti jalan, air bersih, drainase, dan sebagainya.
2.      Pendidikan sebagai barang dan jasa produktif investasi pendidikan pada komponen ini diarahkan pada peningkatan produktivitas lulusan, bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya manusia setelah lulus pendidikan dan bekerja. Nilai yang dimiliki SDM ditentukan dengan bertambahnya keterampilan, keahlian dan profesi perorangan, masyarakat maupun negara.
3.      Pendidikan yang berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan teknologi untuk mencapai keuanggulan investasi pendidikan pada komponen ini bertujuan untuk membentuk SDM unggulan yang menguasai ilmu pengetahuan dan tehnologi, sehingga menjadi sumber penggerak bagi produktivitas sektoral.
3.      Komponen Pendidikan Nasional dalam Investasi SDM
Konsep pendidikan sebagai investasi produktif, dibangun melalui sistem pendidikan nasional yang berlandaskan tiga fungsi dasar seimbang, yaitu :
(a)    mencerdaskan kehidupan bangsa
(b)   mempersiapkan tenaga kerja cakap, terampil, dan terlatih untuk dapat bekerja dalam berbagai sektor ekonomi industri, serta
(c)    membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Agar masing-masing fungsi dasar dapat diperankan dengan baik, sistem pendidikan nasional harus dilengkapi dengan tiga komponen sistem yang juga saling bergantungan, yaitu:
1.      Komponen pendidikan kompulsori adalah komponen penting dalam sistem pendidikan nasional yang diperuntukan bagi semua warga negara, baik melalui satuan pendidikan dasar, maupun melalui bidang kajian, pelajaran, atau mata kuliah dasar pada berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Tanggung jawab utama dalam investasi pendidikan ini adalah pemerintah. Pendidikan dasar terdiri dari sekolah dasar 6 tahun dan sekolah lanjutan pertama tiga tahun, tujuannya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap warga negara agar memiliki kemampuan dasar untuk belajar atau basic learning skills, dan kecakapan dasar atau basic learning contents.
2.      Komponen pendidikan persiapan kerja harus lentur terhadap perubahan kebutuhan pasar kerja dan senantiasa berwawasan lingkungan, agar  selalu sesuai dengan kebutuhan akan jenis keterampilan, keahlian, dan profesi yang berubah. Tujuan komponen ini untuk menyiapkan lulusan yang memiliki tiga tingkatan kecakapan, yaitu terampil dan mahir, semi profesional, dan propesional.
3.      Komponen pendidikan keilmuan dilakukan oleh pendidikan tinggi akademis yang dilakukan dalam berbagai tingkatan, yakni : pendidikan sarjana akademis, pendidikan magister akademis dan pendidikan doktor akademis. Pendidkan keilmuan pada jenjang pendidikan dasar lebih mengutamakan pembentukan kemampuan dasar keilmuan yang secara umum paling tidak bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan kemampuan dasar untuk belajar (basic learning skills) dan kecakapan dasar (basic learning skills) dan kecakapan dasar (basic learning contents).
Sedangkan pada jenjang pendidikan tinggi harus memiliki muatan yang lebih banyak pada penguasaan disiplin ilmu murni, penelitian serta pengembangan. Peningkatan mutu dan keunggulan pendidikan merupakan perspektif paling penting dalam pembangunan pendidikan dengan investasi sumber daya manusia (SDM). Perspektif ini menganggap bahwa tujuan pembangunan pendidikan seperti pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan sebagai konsep yang integral, merupakan satu kesatuan yang melekat pada masing-masing komponen sistem pendidikan nasional.
C.    Peranan Manajemen Sisdiknas
Desentralisasi pendidikan nasional harus dibangun di atas paradigma otonomi daerah sebagai fondasinya. Sisi moralnya ialah bahwa orang daerahlah yang paling mengetahui permasalahan mereka sendiri dan mereka itulah yang harus berperan lebih besar sebagai pemegang kebijakan dalam pengelolaan satuan pendidikan mereka sendiri (Ace Suryadi; 2004,124).
Kebijakan operasional yang menyangkut variasi keadaan daerah dan pelaksanaan teknis pendidikan didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan sekolah. Pejabat daerah dan kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pengadaan, alokasi, pemeliharaan serta pendayagunaan secara efisien sarana-prasarana pendidikan. dari sisi anggaran, desentralisasi pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kerangka otonomi daerah pada umumnya yang berimplikasi pada perimbangan keuangan pusat-daerah, baik dari sisi pendapatan maupun sisi pengeluaran. Wewenang pengelolaan pendidikan ditingkat daerah, menyangkut antara lain: pengambilan keputusan, pemerograman, implementasi, monitoring program, sampai dengan pengadaan sarana- prasarana pendidikan.
A.    Peranan Pemerintah Pusat
Pelaksanaan otonomi pendidikan tidak akan berarti menghabiskan seluruh fungsi yang selama ini dilakukan oleh aparat dan lembaga di tingkat pusat. Pemerintah pusat dapat lebih berperan menghasilkan kebijaksanaan mendasar dan strategis yang berlingkup nasional, yang menyangkut hubungan antar propinsi, bahkan antar bangsa. Pemerintah pusat masih akan sangat berperan dalam menghasilkan kebijakan nasional sebagai landasan bagi setiap daerah otonom untuk menyusun kebijakan daerah masing-masing. Kebijakan nasional juga dikembangkan atas dasar perbandingan dengan negara lain, agar tidak tertinggal dalam percaturan internasional.
Kebijakan penting pemerintah pusat dalam mengatur pengelolan pendidikan nasional, antara lain:
·         Penetapan standar minimum dalam rangka mengendalikan mutu pendidikan secara nasional atau national benchmarking. Fungsi ini diwujudkan melalui penetapan standar minimal: sarana-prasarana, jumlah dan mutu SDM, proses penyelenggaraan pendidikan, serta standar minimal hasil-hasil pendidikan.
·         Pengendalian mutu menyangkut dua aspek: (1) administratif yakni perimbangan dalam alokasi sumber daya pendidikan, (2) aspek substansi yaitu pencapaian mutu hasil pendidikan.
·         Pemerintah akan berperan dalam mengatur aliran dana dari berbagai sumber yang relevan bagi lembaga-lembaga pendidikan yang paling membutuhkan, melalui sistem subsidi.
·         Aspek kurikulum, pemerintah perlu menetapkan berbagai standar dan norma,seperti: Standar Pelayanan Minimum (SPM), standar-standar teknis (standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar sarana/prasarana, standar tenaga kependidikan), standar materi kurikulum, standar penilaian, standar kompetensi guru, standar prestasi akademis.
·         Pemerintah   melaksanakan   monitoring   untuk   mengetahui   pencapaian   standar   mutu pendidikan, mendayagunakan lembaga- lembaga profesional independen bidang pengujian, yang dikoordinasikan oleh Dinas Propinsi. Melalui program kapacity building dengan menerapkan sistem reward and runishment untuk masing-masing daerah dan sekolah-sekolah.
B.     Peranan Stakeholder dalam Pendidikan
Stakeholder adalah orang-orang yang memiliki minat, kepentingan, serta "kekuasaan" di dalam suatu organisasi terutama apa yang dilakukan serta bagaimana kemampuannya dalam mencapai tujuan organisasi tersebut (Ace Suryadi dari Gareth R John, 1995). Stakeholder pada dasarnya adalah pemegang kekuasaan dari suatu organisasi yang memiliki wibawa menentukan arah, kebijaksanaan serta daya dukung organisasi untuk mencapai tujuan.
Di dalam sistem manajemen demokrasi, kekuasaan tidak dimiliki oleh seseorang tetapi kelompok orang, atau berbagai pihak yang memiliki pengaruh atau kewenangan. Diantara sumber-sumber kewenangan tersebut antara lain:
·         Pertama, kekuasaan yang bersumber dari birokrasi pendidikan sangat menonjol pengaruhnya terhadap jalannya sistem pendidikan, selama era orde baru yang sepenuhnya sentralistik. Dalam sistem birokrasi ini, satu-satunya pemegang kekuasaan pendidikan adalah aparat-aparat birokrasi dengan mata rantai sangat panjang, mulai dari Menteri, Dirjen, Direktur, Kepala Dinas Propinsi, Kepala Dinas Kabupaten/ Kota, Cabang Dinas Kecamatan, sampai kepada satuan pendidikan.
·         Kedua, kekuasaan yang bersumber dari rakyat atau penggunaan jasa pendidikan sampai saat ini sangat kecil dan mungkin belum eksis secara signifikan di dalam sistem pendidikan nasional kita. Dengan biaya pendidikan sebagian besar ditanggung oleh orang tua murid, maka orang tua murid harus memiliki andil terbesar dalam menentukan arah kebijakan, substansi, termasuk dalam pengangkatan kepala sekolah dan guru. Jadi stakeholder pendidikan disini adalah organisasi yang mewakili kepentingan orang tua murid.
·         Ketiga, kekuasaan yang bersumber dari keahlian atau profesionalisasi sumber daya manusia, sampai saat ini belum eksis dalam sistem pendidikan nasional kita. Kemampuan profesional memang bisa disalurkan, jika pengelola pendidikan semuanya adalah SDM yang memiliki keahlian profesional, Dalam kenyataannya, aparat-aparat birokrat pendidikan tidak diangkat berdasarkan keahlian atau profesionalitas seseorang, tetapi lebih banyak ditentukan secara politis atau adminitratif.
C.    Debirokratisasi Manajemen Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan nasional (Ace Suryadi ; 2004, 131). Mengapa demikian?, karena sistem birokrasi selalu menempatkan "kekuasaan" sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah pada masa sentralisasi telah terkungkung oleh keuasaan birokrasi yang "menggurita" sejak kekuasaan tingkat pusat sampai daerah. Ironisnya kepala sekolah dan guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang dikendalikan".
Kekuasaan birokrasi jugalah yang menjadi faktor penyebab menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Pada hal sekolah merupakan sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggung jawab dalam pemeliharaan serta operasional pendidikan sehari-hari. Keluarnya Inpres No.10 tahun 1973, titik awal keterpurukan sistem pendidikan nasional. Pemerintah telah mengambil alih "kepemilikan" sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Peran masyarakat yang sebelumnya bertanggung jawab, berubah menjadi ikut partisipasi terhadap pendidikan, selanjutnya masyarakat bahkan menjadi "asing" terhadap sekolah.
Depdiknas mengeluarkan gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan model manajemen pendidikan yang berbasis pada kemandirian sekolah dan aparat daerah menentukan arah, kebijakan serta jalannya pendidikan di daerah masing-masing. Keberhasilan pelaksanaan MBS akan banyak ditentukan oleh kemandirian manajemen pendidikan di tingkat  kota/kabupaten yang mandiri dan profesional.
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional di setiap daerah otonom perlu didukung oleh anggaran daerah yang memadai. Diterapkannya cara berpikir bahwa semua anak usia sekolah adalah anak bangsa dan anak dari semua orang tua. Semua anak harus memiliki kesempatan memperoleh dan tidak menghadapi hambatan untuk bersekolah. Tidak semua orang tua harus membayar biaya pendidikan karena kemampuannya berbeda-beda, namun semua anak harus dapat bersekolah.
Sistem pajak daerah perlu segera dipertimbangkan untuk menambah kemampuan anggaran daerah di bidang penyelenggaraan pendidikan. Setiapah harus memiliki sistem dalam penganggaran pendidikan yang independen dan terpisah dari anggaran sektor pendidikan dari pemerintah daerah. (Anggaran pendidikan selain APBD, juga bersumber dari orang tua yang disalurkan melalui pajak, subsidi dari pusat, serta sumber-sumber lain. Dewan Pendidikan Kabupaten /Kota merupakan stakeholder pendidikan, memiliki kewenangan dalam menyetujui arah, kebijaksanaan, program-program pembinaan, penunjukkan dan penetapan gaji kepala sekolah dan guru, program pembangunan pendidikan, kurikulum dan pembelajaran, serta pengadaan sarana-prasarana pendidikan.
Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota merupakan pengelola sistem pendidikan nasional di daerah. Dinas Pendidikan berfungsi melaksanakan, mengkoordinasikan serta mengadministrasikan kebijakan yang dibuat oleh para stakeholder pendidikan pusat maupun daerah, serta menjabarkannya melalui mekanisme dan prosedur pengelolaan pendidikan sehari-hari. Dinas Pendidikan juga mengkoordinasikan berbagai pihak dan memelihara agar setiap prosedur dan mekanisme pengelolaan pendidkan dapat berjalan secara optimal. Dinas Pendidikan harus memiliki kemampuan, antara lain dalam mengembangkan standar kurikulum daerah, peningkatan kemampuan guru, pengadaan dan distribusi buku-buku pelajaran, sampai kepada analisis dan perumusan bahan kebijakan pendidikan daerah, termasuk evaluasi dan monitoring pelaksanaan kebijakan pendidikan.
Dinas Pendidikan daerah sebaiknya perlu dibantu oleh Litbang Pendidikan Daerah yang dalam operasional pelaksanaan dan penyelenggaraan di setiap daerah LPD bertugas cetak biru pendidikan di daerah yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh lembaga-lernbaga swasta profesional. Kepala daerah di kabupaten/kota dan DPRD harus menetapkan Perda mengatur mekanisme, prosedur penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan di daerahnya. Kebijakan strategis pendidikan di daerah adalah kepala daerah, namun jabaran kebijakan menjadi kebijakan taktis dan teknis berada pada Dinas Pendidikan dengan memperhatikan masukan dari Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota (DPK). DPK bukan badan operasional melainkan council" yang tugasnya mengadakan rapat-rapat untuk membuat masukan mengenai aturan-aturan teknis mekanisme pengelolaan pendidikan, serta memberikan persetujuan terhadap rencana dan program yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan. DPK berfungsi memberikan masukan kepada Dinas Pendidikan tentang pengangkatan atau pemberhentian guru dan kepala sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya.
Pelaksanaan sistem pengujian pada penyelenggaraan pendidikan otonom, tidak harus dilaksanakan oleh pemerintah atau Dinas Pendidikan. Pemerintah pusat dan daerah tidak perlu menyelenggarakan sistem ujian sekolah sendiri, tetapi menetapkan standar-standar, di mana pelaksanaan ujian tersebut "dikontrakan" kepada pihak perusahaan untuk mengukur peningkatan atau perubahan dalam mutu pendidikan (Ace Suryadi; 2004, 135). Jika kebijakan industri pengujian ini sudah ditetapkan, maka ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk mendirikan usaha di bidang pengujian. Industri di bidang ini harus mampu mengembangkan alat ukur yang terpercaya, mengadministrasi ujian secara aman, mengolah menganalisis hasil ujian, serta mengeluarkan sertifikat yang terpercaya.
1.      Kemukakan perbedaan prinsip Undang-undang Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989 dengan Undang-undang Sisdiknas N0.20 tahun 2003, dalam hal: pengertian pendidikan, pendidikan nasional, tujuan dan fungsi pendidikan nasional, jenjang-jenjang penyelenggaraan pendidikan, pendidik dan peserta didik serta hal-hal baru yang tidak ada sebelumnya?
2.      Bagaimanakah keharusan perkembangan perspektif SDM dalam pendidikan nasional pada era globalisasi saat ini? Komponen-komponen pendidikan nasional manakah yang akan mampu meningkatkan SDM tersebut ?
3.      Bagaimanakah peran pemerintah pusat, pemerintah daerah dan stakeholder pendidikan dalam upaya meningkatkan peran pendidikan nasional saat ini?
4.      Bagaimanakah pendapat Anda tentang pengelolaan system pendidikan nasional saat ini setelah disetujuinya anggaran pendidikan 20 % dari APBN dan keluarnya Undang-undang Guru dan Dosen.

BAB III
PENUTUP
  
A.    Kesimpulan
Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen Pendidikan.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.

Pengunjung