KORNETISASI DAGING KURBAN SUATU KHIANAT
Oleh: H. Wawan Shafwan dan Ibnu Muchtar
Qurban itu termasuk nusuk
(ibadah dalam bentuk sembelihan) yang terikat dengan berbagai ketentuan; jenis
binatang, cara dan waktu penyembelihan termasuk status dagingnya. Pada zaman
Rasulullah saw. ada seorang sahabat yang menyembelih sebelum shalat ied, Nabi
bersabda kepada orang itu, “Kambingmu hanya menjadi sembelihan biasa dan tidak
menjadi kurban. Bila kurbanmu ingin diterima Allah, gantilah dengan yang
setara.” Sahabat itu ternyata tidak memiliki kambing yang setara, namun hanya
mempumyai kambing yang masih di bawah umur, Rasulullah saw. menetapkan silahkan
engkau menyembelihnya, tapi hanya sah bagimu dan tidak bagi yang lain. Sahabat
itu menyembelih sebelum salat, karena belum mengetahui ketentuan waktu
penyembelihan kurban. Namun tetap itu tidak sah dan harus diganti dengan hewan
kurban yang setara.
عَنْ جُنْدَبِ بْنِ
سُفْيَانَ قَالَ شَهِدْتُ الْأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ بِالنَّاسِ نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ
فَقَالَ مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ
يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ – رواه مسلم -
Dari Sahabat Jundab bin Sufyan, ia mengatakan, “Aku
menyaksikan Iedul Adha bersama
Rasulullah saw., maka setelah menyelesaikan salat itu bersama orang-orang
(berjamaah), beliau melihat seekor kambing telah disembelih, beliau bersabda,
‘Siapa yang menyembelih sebelum salat, hendaklah ia menyembelih lagi yang
setara sebagai gantinya, tetapi siapa yang belum menyembelih hendaklah
menyembelih atas nama Allah.”
H.r. Muslim
Di
dalam hadis-hadis lain diterangkan sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَبَحَ
قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ
فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ - رواه البخاري –
Dari Anas r.a. ia berkata, “Nabi saw. telah bersabda,
’Siapa yang menyambelih qurban sebelum salat ied, ia kurban untuk dirinya
(bukan ibadah). Dan siapa yang menyembelih setelah salat, telah sempurna
ibadahnya dan sesuai sunnah muslimin’.”
H.r. Al Bukhari
عَنْ
اَنَسٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ r يَوْمَ النَّحْرِ : مَنْ كَانَ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ
فَلْيُعِدْ. متفق عليه
Dari Anas r.a. ia berkata, “Nabi saw. telah bersabda,
‘Pada hari raya qurban, siapa yang menyambelih qurban sebelum salat ied, maka
hendaklah ia mengulangi lagi."
Muttafaq Alaih
Mengenai jenis binatangnya,
Rasulullah saw. pun telah menetapkannya, yaitu unta, sapi dan sejenisnya, serta
kambing dan sejenisnya. Dan binatang yang akan disediakan untuk berkurban itu
hendaklah cukup umur dan tidak cacat. Rasulullah saw. bersabda:
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللهِ r أَرْبَعٌ لاَ
تَجُوزُ فِى الضَّحَايَا العَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوْرُهَا وَالْمَرِيْضَةُ
الْبَيِّنُ مَرَضُهَا الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا وَالْكَسِيْرُ الَّتِى
لاَ تُنْقِى. رواه الخمسة
Dari Bara bin 'Azib,"Rasulullah saw. telah
bersabda, 'Empat (cacat) yang tidak boleh dipakai qurban : Juling atau buta
sebelah yang benar-benar julingnya, sakit yang benar-benar sakitnya, pincang
yang benar-benar pincangnya, dan hewan yang telah terlalu tua yang sudah tidak
bersumsum lagi." H.r. Imam yang
lima, Nailul Authar V:205
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ r : لاَ تَذْبَحُوا اِلاَّ مُسِنَّةً اِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ
عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَدْعَةً مِنَ الضَّأْنِ. -رواه ابو داود-
Dari Jabir, ia berkata,"Rasulullah saw. bersabda,
'Janganlah kamu menyembelih hewan kurban kecuali yang musinnah, sekiranya
menyusahkan atas kamu maka sembelihlah kambing jadz'ah." H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud II:639
Ibnul Malik
berkata, “Al-musinnah adalah binatang kurban yang cukup umur. Unta berusia lima
tahun masuk enam tahun, sapi berusia dua tahun masuk tiga tahun, dan kambing
berusia satu tahun” (Lihat, Aunul Ma’bud, juz VII, hal. 353)
Adapun mengenai
waktu pembagiannya, Rasulullah saw. menetapkan sebagaimana dinyatakan dalam
hadis Ali berikut ini:
عَنْ عَلِيِّ بْنِ اَبِي طَالِبٍ قَالَ :
أَمَرَنِى رَسُولُ اللهِ r اَنْ أَقُوْمَ عَلَى
بُدْنِهِ وَاَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُومِهَا وَجُلُودِهاَ وَأَجِلَّتِهَا وَاَنْ لاَ
أُعْطِيَ الْجَازُرَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيْهِ مِنْ عِنْدِنَا.
-متفق عليه-
Dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata,
”Rasulullah saw. telah memerintahkan kepadaku untuk mengurus unta (qurbannya)
serta menyedekahkan dagingnya, kulitnya
dan pakaiannya; dan jangan sedikit pun memberikan daging kurban kepada
(orang) yang menyembelihnya (sebagai upah menyembelih)”. Ali berkata; Kami suka
memberinya (upah) dari kami sendiri.”
Muttafaq Alaih, Nailul Authar V : 220
Keterangan
di atas menunjukkan bahwa al-ashlu (yang pokok) pada perintah Nabi di
atas adalah membagikan daging kurban dalam keadaan mentah, dan kami tidak
mendapatkan keterangan bahwa pada zaman Nabi saw. daging kurban dibagikan dalam
keadaan masak. Karena itu, hendaklah daging kurban itu dibagikan mentahnya,
sebagaimana aqiqah, karena keduanya termasuk nusuk.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa membagikan daging kurban dalam keadaan masak,
baik dengan cara dikornetkan, diabonkan, maupun dengan cara lainnya, tidak
sesuai dengan perintah Rasulullah saw.
Bolehkah sebagian
daging atau kulit kurban diperjual belikan?
Bila binatang kurban
itu sudah disembelih, maka kurban itu sudah sah. Adapun membagikannya merupakan
shadaqah, baik sebagian maupun seluruhnya. Rasulullah saw. melarang kurbani
(yang berkurban) untuk menjual walaupun hanya sebagian.
عَنْ قَتَادَةَ بْنِ النُّعْمَانِ اَنَّ
النَّبِيَّ r قَامَ (فِى حَجَّةِ
الْوَدَاعِ) فَقَالَ : إِنِّى كُنْتُ أَمَرَتُكُمْ اَنْ لاَ تَأْكُلُوا
اْلأَضَاحِيَ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّى أُحِلُّهُ لَكُمْ
فَكُلُوا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيْعُوا لُحُومَ الْهَدْيَ وَاْلأَضَاحِي
فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُواهَا وَاِنْ
أُطْعِمْتُمْ مِنْ لٌحٌومِهَا فَكُلُوا إِنْ شِئْتُمْ.
Dari Qatadah bin Nu'man: "Bahwa sesungguhnya Nabi
saw. berdiri (diwaktu haji wada'), lalu beliau bersabda, " Kami pernah
memerintahkan kamu agar tidak memakan daging kurban lebih dari tiga hari,
supaya daging itu merata diterima , dan
sekarang kami maembolehkannya. Maka silahkan makan sekehendak kamu, dan
janganlah menjual daging hadyu atau kurban, makanlah, sedekahkanlah, dan
manfaatkanlah kulitnya, dan jangan dijual, kalau kamu diberi daging kurban,
maka makanlah jika kamu mau."
H.r. Ahmad.
Adapun yang telah
dimiliki oleh yang menerima shadaqah itu, maka bebas dari keterikatan, apakah
diberikan, dimakan ataupun dijual.
Dengan dalil-dalil
dan keterangan di atas, maka panitia atau siapa pun yang memasak daging qurban,
baik dengan cara dikornetkan atau dengan cara lainnya sama dengan menjual
daging, atau bagian lainnya dari qurban itu.
Dalam hal ini perlu
kehati-hatian dan tanggung jawab dari setiap jami’ atau panitia qurban yang
dipercaya menerima amanat, agar qurban itu sah sesuai dengan keinginan para
pemberi amanat. Tetapi apabila telah beralih status dari daging qurban menjadi
hak milik seseorang, terserah pemiliknya itu untuk dimakan atau dimanfaatkan
kepada yang lainnya termasuk dijual.
Oleh
karena itu panitia yang mengkornetkan daging kurban sebagai amanat umat, adalah
khianat dan tidak bertanggung jawab. Apalagi kalau yang menjadi kepentingannya
adalah laba atau keuntungan dari kelebihan harga binatang kurban dan dari
proses kornetisasi.
Yang lebih ironis
lagi, akibat cara di atas banyak daging qurban yang baru sampai kepada penerima
yang berhak setelah lebih dari lima bulan. Astagfirullahal ‘azhim