BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia dini atau usia prasekolah adalah masa dimana anak belum
memasuki pendidikan formal. Rentang usia dini merupakan saat yang tepat dalam
mengembangkan potensi dan kecerdasan anak. Dalam rentang usia dini ini
juga anak berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang unik. Anak
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan
kasar), daya pikir, daya cipta, bahasa dan komunikasi sesuai dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Masa usia dini adalah masa yang unik dalam kehidupan
anak-anak, karena merupakan masa pertumbuhan yang paling hebat dan paling
sibuk. Tidak semua orang tua atau pendidik memahami cara yang tepat dalam
mendidik anak di usia dini. Maka anak membutuhkan suatu lingkungan yang cocok
untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Ilmu pendidikan telah
berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantaranya adalah Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). PAUD membahas tentang pendidikan untuk anak usia 0-6
tahun. Anak usia tersebut dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dengan
anak usia di atasnya sehingga pendidikannya dipandang perlu untuk dikhususkan.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya pembinaan dan
pengembangan segenap potensi secara optimal yang ditujukan bagi anak usia 0-6
tahun yang dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Pemberian rangsangan pendidikan
tersebut meliputi aspek spiritual, emosional, sosial, bahasa, kognitif dan
psikomotorik. Perkembangan aspek-aspek inilah yang akan berpengaruh besar pada
proses tumbuh kembang anak di masa depannya.
Inilah peletak dasar pentingnya pendidikan anak usia dini,
sejak dini anak harus dibekali berbagai ilmu (dalam bentuk berbagai stimulan
atau rangsangan). Tetapi realita yang ada di lapangan belum menunjukkan bahwa
penyelenggaraan PAUD sudah sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pendidikan
anak usia dini. Sehingga dibutuhkan suatu pendekatan atau metode pembelajaran
yang cocok untuk mengoptimalkan proses pembelajaran anak usia dini, yaitu
dengan menggunakan pendekatan BCCT (Beyond Center and Circle Time) dalam
pembelajarannya. Kalau di Indonesia pendekatan ini lebih dikenal dengan lebih
jauh tentang sentra dan saat lingkaran.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai :
1)
Bagaimana sejarah dari BCCT ?
2)
Apa pengertian dari BCCT ?
3)
Apa landasan utama teori dari BCCT ?
4)
Apa keunggulan dari BCCT ?
5)
Apa tujuan dari pendekatan BCCT ?
6)
Bagaimana mengatur sentra dan lingkaran dalam
kelas ?
7)
Bagaimana langkah-langkah kegiatannya ?
1.3 Tujuan
1)
Untuk mengetahui sejarah BCCT
2)
Untuk mengetahui pengertian dari BCCT
3)
Untuk mengetahui landasan dari teori BCCT
4)
Untuk mengetahui keunggulan dari BCCT
5)
Untuk mengetahui tujuan dari pendekatan BCCT
6)
Untuk mengetahui pengaturan sentra dan lingkaran
dalam kelas
7)
Untuk mengetahui langkah-langkah kegiatan BCCT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah BCCT ( beyond centers
and circle times )
Metode pembelajaran anak usia dini
melalui pendektatan BCCT (beyond centers and circle times=
sistem sentra & saat lingkaran ) merupakan pendekatan yang dikembangkan
melalui hasil kajian teoritik dan pengalaman empirik yang merupakan pengembangan
diri dari pendekatan mentossori, high scope, head star, dan Reggio
Emilia yang dikembangkan oleh cretive for childhood research and trainging
( CCCRT) Florida, USA dan sudah dilaksanakan selama 35 tahun, baik untuk anak
normal maupun anak yang berkebutuhan khusus.
Pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD)
dengan metode BCCT (beyond centers & circle) ini lahir di Florida,
amerika Serikat, dan diyakini mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak
(multiple intelligent) melalui bermaian yang terarah. Seting pembelajaranya
mampu merangsang anak untuk saling aktif, kereatif, dan terus berfikir dengan
menggali pengalaman sendiri. Hal ini berbeda dengna paradigma pendidikan lama
yang menghedaki murid mengikuti perintah, meniru atau menghafal. Kegiatan
pembelajaran bermain sambil belajara integrasi agama melalaui pendekatan
BCCT yang dimaksud adalah pola pengajaran yang diterapkan dengan menggunakan
kegiatan belajar yang menyenangkan dengna pendekatan sentra dan saat lingkaran.
2.2 Pengertian BCCT
Pendekatan sentra dan lingkaran adalah
pendekatan penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses
pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat dalam lingkaran dengan
menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangna
anak. Empat pijakan tersebut adalah :
1. Pijakan lingkungna main
2. Pijakan sebelum main
3. Pijakan selama main
4. Pijakan setelah main
Pijakan adalah dukungan yagn berubah-ubah
yang disesuaikan dengan perkembangan yang dicapai anak yang diberikan sebagai
pijakan untuk mencapai perkembangna yang lebih tinggi.
Sentra main adalah zona atau area main
anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi
sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak
dalam 3 jefnis main yaitu : (1). Main sensorimotor atau fungsional, (2). Main
peran, dan (3) main pembangunan
Saat lingkaran adalah dimana
pendidik (Guru/Kader/Pamong) duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk
memberikan pijakan anak yang dilakukan sebelum dan sesudah main
2.3 Landasan Utama Teori BCCT
Aliran filsafat Konstruktivisme
merupakan aliran filsafat yang sesuai bagi metode BCCT, sebab konstruktivisme
adalah suatu posisi filosofis dan psikologis yang banyak berperan dari belajar
dan mengeri individu yang di konstruksi oleh individu itu sendiri (Graves &
Graves, 1994). Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali
dikemukaan oleh sejarawan Italia yang bernama Giambatista Vico pada tahun 1710.
Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena dan lingkungan. Pengertian
tersebut sesuai dengan pendapat Poedjiadi (2005:70) dalam Adisusilo (2006:1),
bahwa konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan dan rekonstruksi
pengetahuan. Rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya setelah berinteraksi dengan lingkungannya.
Aliran konstruktivisme ini cocok diterapkan dalam dunia
pendidikan terutama dalam model pembelejaran BCCT karena tidak hanya
menekankan pada hasil tetapi juga menitikberatkan pada proses pembelajaran
siswa. Proses pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang cukup
sehingga siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Interaksi
dengan lingkungan belajar akan menambah kekayaan pengetahuan, pengalaman
serta sosialnya.Beberapa Filsafat yang mendukung Filsafat Konstruktivisme
yaitu Naturalisme Romantic dan Idealisme. Menurut Aliran filsafat Naturalisme
Romantic, Setiap anak dilahirkan membawa bakat yang baik. maka pendidikan
adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui pembiasaan, pelatihan,
permainan, partisipasi dalam kehidupan sehari-hari serta penyediaan
kesempatan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak. Sedangkan
menurut aliran filsafat Idealisme, manusia merupakan makhluk individu
sekaligus mahluk sosial. Maka pendidikan harus ditujukan pada pembentukan
karakter, watak manusia yang berbudi luhur,berbakat insani dan kebajikan
sosial.
Selain itu, model ini pun didukung oleh beberapa teori
yaitu Maslow, Anna Freud, Erick Ericson, Lev Vygotsky dan Jean Piaget.
1)
Maslow :
kebutuhan dasar harus terpenuhi sebelum meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi
2)
Anna Freud : Mengemukakan garis perkembangan berisi urutan
tahap perkembangan anak dari ketergantungan menjadi mandiri, dari irrasional
menjadi rasional, dari hubungan yang pasif menjadi aktif dalam realita. Salah satu dari enam garis
perkembangan Anna Freud yang digunakan sebagai dasar teori BCCT ini adalah
garis perkembangan yang menunjukkan bahwa anak belajar mulai dengan badan,
mainan, dan bermain.
3)
Erick Erickson : Anak perlu dikembangkan rasa percaya pada
diri sendiri dan lingkungannya, kemandirian, inisiatif, dan ketekunannya.
4)
Lev Vygotsky : Anak perlu mendapatkan bimbingan sesuai
dengan kebutuhannya. Vygotsky pun mencetuskan teori belajar Scaffolding yaitu
Tingkat pengetahuan atau pengetahuan berjenjang
5)
Jean Piaget : anak
belajar menemukan dengan menggali segala sesuatu sesuia tahap masing-masing
anak untuk membangun pengetahuannya.
|
||
2.4 Keunggulan BCCT
Kurikulum BCCT diarahkan untuk
membangun pengetahuan anak yang digali oleh anak itu sendiri. Anak didorong
untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Sedangkan pendidik berperan sebagai perancang,
pendukung dan penilai kegiatan anak. Pembelajaran bersifat individual, sehingga
rancangan, dukungan , dan penilaianyapun disesuaikan dengan tingkatan
perkembangan di kebutuhan tiap anak.
Semua tahapan perkembangna anak
dirumuskan dengna rinci dan jelas, sehingga guru memiliki panduan dalam
penilaian perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang
jelas. Dari penataan lingkungan main sapai pada pemberian
pijakan-pijakan.
Setiap anak memperoleh dukungan untuk
aktif, kereatif, dan berani mengengambil keputusan sendiri tanpa mesti tahu
membuat kesalahan. Setiap tahap perkembangna bermain anak dirumuskan secara
jelas, sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik melakukan penilaian
perkembangan anak. Penerapan BCCT tidak bersifat kaku. Dapat dilakukan secara
bertahap, sesuai situas dan kondisi setempat.
2.5
Tujuan dari pendekatan BCCT
Tujuan dari pendekatan BCCT ini antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran diharapkan
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan sisiwa bekeja mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke sisiwa. STRATEGI pembelajaran lebih
dipentingkan dari pada HASIL
2. Siswa dapat mengerti apa makan belajar,
apa manfaatnya, dan bagaiman mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka
pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti
3. Memposisikan guru hanya sebagai
pengarah dan pembibing atau inspirator, bukan sebagai center, dan penceramah
dalam strategi belajar.
4. Meletakkan pendidikan dasar keimanan,
ketakwaan serta seluruh aspek keperibadian (ESQ) yang diperlukan anak didik
dalam menyesuikan diri dengan lingkungan untuk pertumbuh kembangan selanjutnya
5. Terjalin kerja sama, saling menunjuang
antara siswa dengan sisiwa, dan siswa dengan guru, sehingga menyebabkan sisiwa
kretis dan guru kreatif.
6. Membuat situasi belajar lebih
menyenangkan dan tidak membosankan sehingga siswa dapat belajar sampai
tingkatan “Joy Of Discovery”, tertantang untuk dapat memecahkan
masalah dengan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya.
2.6
Pengenalan sentra & lingkaran dalam kelas
Model pendekatan sentra menitik
beratkan pada pandangan ahli pendidikan. Kegiatan pengajaran harus disesuaikan
dengan sifat dan keadaan individu yang mempunyai tempat dan irma perkembangan
berbeda satu dengan yang lainya.
Menurut Helen Parkhust (1807) seorang ahli
pendidikan di Amerika, mengemukakan bahwa kegiatan pengajaran haurs memberikan
kemungkinan kepada murid untuk berintraksi, bersosialisasi dan bekeja sama
dengan murid lain dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri. Pandangan
ini tidak mementingkan aspek individu, tetapi juga aspek sosial. Bentuk
pengajarannya memadukan model klasikal dan individual.
Pendekatan sentra berfokus pada
anak. Pembelajaran berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran
. sentra main yang berungsi sebagai Area main yang dilengkapi seperangkat alat
main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan
untuk mendukung perkembangan anak. Sedangkan saat lingkaran adalah saat
pendidikan duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberi pijakan
pada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah main.
Ruang kelas dapat dimodifikasikan
menjadi kelas-kelas kecil, yang disebut ruangan atau sentra-sentra . tiap
sentra terdiri dari satu bidang pengebangan. Ada sentra Ibadah, sentra Bahan
Alam, sentra main / sentra Seni dan sentra Main Peran Mikro, Sentra Balok,
sentra Persiapan sentra Seni dan Kreatifitas, sentra Musik dan Oleh Tubuh,
sentra Memasak. Seorang guru betanggung jawab pada 7-12 siswa saja dengan
moving class (kelas berpindah-pindah) setiap hari dari satu
sentra ke sentra lain.
Untuk menerapkan metode ini, guru harus
mengikuti pijakan-pijakan guna membentuk keteraturan bermain dan belajar.
Pijakan pijakan tersebut adalah sebagai berikut:
- Pijakan
lingkungan
Guru menata
lingkungan yang disesuaikan dengan intersitas dan densitas
2. Pijakan sebelum bermain
- Guru
meminta sisiwa untuk membentuk lingkaran
- Guru
ada diantara siswa sambil bernyayi
- Guru
meminta para siswa untuk duduk melingkar
- Guru
meminta para sisiwa berdo’a bersama
- Guru
menanyakan sisiwa kesiapan mendengar cerita dan memasuki sentra
- Guru
memulai bercerta menggunakan media yang sesuai tema
- Guru
mengimformasikan jensi maian yang ada dan menyeampaikan aturan bermaian
- Guru
meminta sisiwa untuk masuk kearena sentra
3. Pijakan saat bermain
- Guru
empersiapkan catatan perkembangan sisiwa
- Guru
mencatat perilaku, kemampuan dan celetukan sisiwa
- Guru
membantu sisiwa jika dibutuhkan
- Guru
mengingatkan sisiwa bila ada yang lupa atau melanggar aturan
4. Pijakan setelah bermaian
1. Guru meminta sisiwa untuk membereskan
mainn dan alat yang dipakai
2. Guru meminta siswa menceritakna
pengalmaan bermaiannya sambil menghitung jumlah kegiatan yang idlakukan
3. Guru menutup kegiatan dengna berdo’a
bersama
4. Guru membagikan buku komunikasi sebelum
pulang.
2.7 Langkah-Langkah
Kegiatan
a. Penataan Lingkungan Bermain
Sebelum
anak datang, guru menyiapkan bahan dan alat bermain yang digunakan sesuai
rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk kelompok yang
dibimbingnya. Guru menempatkan alat dan bahan bermain yang akan digunakan yang
mencerminkan rencana pembelajaran yang telah dibuat sehingga tujuan anak selama
bermain dengan alat tersebut dapat dicapai.
b. Kegiatan Sebelum Masuk kelas/Penyambutan Anak (10 menit)
Guru menyambut kedatangan anak dengan tegur sapa, senyum dan salam. Anak‑anak langsung diarahkan untuk bermain bebas bersama teman‑teman sambil menunggu kegiatan dimulai. Kondisi awal yang harus diketahui oleh guru dan peserta didik saat datang adalah ekspresi emosi yang menunjukkan rasa nyaman berada di sekolah. Bila kondisi ekspresi emosi anak saat datang menunjukkan kesedihan/murung, maka guru perlu menetralisir emosi anak terlebih dahulu dengan kegiatan transisi, seperti membaca buku cerita, puzzle, dan sebagainya.
Guru menyambut kedatangan anak dengan tegur sapa, senyum dan salam. Anak‑anak langsung diarahkan untuk bermain bebas bersama teman‑teman sambil menunggu kegiatan dimulai. Kondisi awal yang harus diketahui oleh guru dan peserta didik saat datang adalah ekspresi emosi yang menunjukkan rasa nyaman berada di sekolah. Bila kondisi ekspresi emosi anak saat datang menunjukkan kesedihan/murung, maka guru perlu menetralisir emosi anak terlebih dahulu dengan kegiatan transisi, seperti membaca buku cerita, puzzle, dan sebagainya.
c. Pembukaan/Pengalaman Gerakan Kasar (20 menit)
Guru menyiapkan seluruh anak dalam
lingkaran, lalu menyebutkan kegiatan pembuka yang akan dilaksanakan. Kegiatan
pembuka dapat berupa gerak musik, permainan, dan jurnal, dan sebagainya. Satu
guru yang memimpin, guru lainnya menjadi peserta bersama anak (mencontohkan).
Anak dikondisikan duduk melingkar (circle time). Dalam setiap kelompok melakukan kegiatan berdoa, diskusi tema, membacakan buku cerita yang berhubungan dengan tema pada hari itu.
Anak dikondisikan duduk melingkar (circle time). Dalam setiap kelompok melakukan kegiatan berdoa, diskusi tema, membacakan buku cerita yang berhubungan dengan tema pada hari itu.
d. Transisi (10 Menit)
Selesai pembukaan, anak‑anak diberi
waktu untuk "pendinginan" dengan cara bernyanyi dalam lingkaran, atau
membuat permainan tebak‑tebakan. Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah
tenang, anak secara bergiliran dipersilahkan untuk minum atau ke kamar kecil.
Gunakan kesempatan ini untuk melatih kebersihan diri anak. Kegiatannya dapat
berupa cuci tangan, cuci muka, cuci kaki maupun buang air kecil.
Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil, masing‑masing guru siap di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk kelompoknya masing‑masing.
Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil, masing‑masing guru siap di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk kelompoknya masing‑masing.
e. Kegiatan Inti (90 menit)
1)
Pijakan pengalaman
Sebelum Bermain (15 menit)
Guru dan anak duduk melingkar, guru
memberi salam pada anak‑anak, kabar anak‑anak, dan dilanjutkan dengan kegiatan:
a)
Guru meminta anak
untuk memperhatikan siapa teman yang tidak hadir. Minta anak mengambil
"nametag" dan menempelkan ke papan absen, membalik, atau menunjukkan.
b)
Berdoa bersama, anak
secara bergilir memimpin doa.
c)
Guru menyampaikan
tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan anak.
d)
Guru membacakan buku
yang terkait dengan tema. Setelah selesai, menyanyakan kembali isi cerita.
e)
Guru mengatkan isi
cerita dengan kegiatan bermain yang dilakukan anak.
f)
Guru mengenalkan
semua tempat dan alat bermain yang suclah disiapkan.
g)
Dalam memberi
pijakan, guru harus mengaitkan kemampuan apa yang diharapkan muncul pada anak,
sesuai rencana pembelajaran yang telah disusun.
h)
Guru menyampaikan
bagaimana aturan bermain (digali dari anak), memilih ternan bermain, memilih
alat bermain, cara menggunakan alat‑alat, kapan memulaii dan mengakhih bermain,
serta merapikan kembali alat yang sudah dimainkan.
i)
Guru mengatur teman
lain dengan memberi kesempatan kepada anak untuk memilih teman mainnya. Apabila
ada anak yang hanya memilih anak tertentu sebagai teman mainnya, maka guru agar
menawarkan untuk menukar teman mainnya.
j)
Setelah anak siap
bermain, guru mempersilahkan anak untuk mulai bermain. Agar tidak berebut serta
lebih tertib, guru dapat menggilir kesempatan setiap anak untuk mulai bermain,
misainya berclasarkan warna baju, usia anak, huruf depan nama anak, atau cara
lainnya agar lebih teratur.
2)
Pijakan Pengalaman
Selama Bermain (60 menit)
a)
Guru mengamati dan
memastikan semua anak melakukan kegiatan bermain.
b)
Memberi contoh cara
bermain pada anak yang belum bisa menggunakan bahan alat.
c)
Memberi dukungan
berupa pernyataan positif tentang pekedaan yang dilakukar anak.
d)
Memancing dengan
pertanyaan terbuka untuk memperluas cara bermain anak Pertanyaan terbuka
artinya pertanyaan yang ticlak cukup dengan dijawab ya ata tidak saja, tetapi
banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan anak.
e)
Memberikan bantuan
pada anak yang membutuhkan.
f)
Mendorong anak untuk
mencoba dengan cara lain, sehingga anak memilik pengalaman bermain yang kaya.
g)
Mencatat yang
dilakukan anak jenis bermain, tahap perkembangan, tahap sosial).
h)
Mengumpulkan hasil
kerja anak. Jangan lupa mencatat nama dan tanggal lembar kerja anak.
i)
Bila waktu tinggal 5 menit,
guru memberitahukan pada anak-anak untuk bersiap-siap menyelesaikan kegiatan
mainnya.
3)
Pijakan Pengalaman
Setelah Bermain (15 menit)
a)
Apabila waktu
bermain selesai, guru memberitahukan saatnya membereskan alat dan bahan yang
sudah digunakan melibatkan anak-anak.
b)
Bila anak belum
terbiasa untuk membereskan, guru dapat membuat permainan yang menarik agar anak
ikut membereskan.
c)
Saat membereskan,
guru menyiapkan tempat yang berbeda untuk setiap jenis alat, sehingga anak
dapat mengelompokkan alat bermain sesuai dengan tempatnya.
d)
Bila bahan mainan
sudah dirapikan kembali, satu guru membantu anak membereskan baju anak (menggantinya
bila basah), sedangkan guru lainnya dibantu orang tua membereskan semua mainan
hingga semua rapi di tempatnya.
e)
Bila anak sudah
rapim mereka diminta duduk melingkar bersama guru. Setelah semua anak duduk
dalam lingkaan, guru menanyakan pada setiap anak kegiatan bermain yang telah
dilakukan pada hari itu. Kegiatan menanyakan kembali (recalling) melatih daya
ingat anak mengemukakan gagasan dan pengalaman mainnya (memperluas
perbendaharaan kata anak).
f)
Makan Bersama (10
menit)
Usahakan
setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama. Jenis makanan berupa kue atau
makanan lainnya yang disiapkan sekolah atau yang dibawa oleh masing-masing
anak. Sekali dalam satu bulan diupayakan ada makanan yang disediakan untuk
perbaikan gizi.
f. Kegiatan Penutup (10 menit)
a)
Setelah semua anak
berkumpul membentuk lingkaran, guru dapat mengajak anak menyanyi atau membaca
puisi. Guru menyampaikan rencana kegiatan hari berikutnya, dan menganjurkan
anak untuk bermain yang sama di rumah masing-masing.
b)
Guru memberi
kesempatan kepada anak secara bergiliran untuk memimpin doa penutup.
c)
Untuk menghindari
berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan warna baju, usia, atau cara
lain untuk keluar dan bersalaman lebih dahulu.
g. Penilaian
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mencatat segala hal yang terjadi, baik terhadap program kegiatan maupun terhadap perkembangan peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan masukan bagi keperluan plenilaian. Setiap semester, hasil laporan perkembangan anak dilaporkan kepada orang tua secara lisan dan tertulis berupa rapor dalam bentuk narasi.
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru hendaknya mencatat segala hal yang terjadi, baik terhadap program kegiatan maupun terhadap perkembangan peserta didik. Segala catatan guru digunakan sebagai bahan masukan bagi keperluan plenilaian. Setiap semester, hasil laporan perkembangan anak dilaporkan kepada orang tua secara lisan dan tertulis berupa rapor dalam bentuk narasi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Beyond Center and Circles Time (BCCT) atau
di Indonesia lebih dikenal sebagai pendekatan sentra dan lingkaran (SELING)
adalah suatu metode atau pendekatan dalam penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) dan merupakan perpaduan antara teori dan pengalaman praktik atau
penyelenggaraan PAUD yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya
berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan menggunakan 4
jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung
perkembangan anak yaitu, Pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main, pijakan
selama main dan pijakan setelah main.
Tujuan dari pendekatan
BCCT ini adalah proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke
sisiwa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil dengan kata
lain agar siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Siswa dapat mengerti apa
makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa
apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti. Memposisikan guru
sebagai pembimbing. Meletakkan dasar keimanan, kecerdasan spiritual dan
emosionl (ESQ), serta membuat situasi belajar menjadi lebih menyenangkan.
Pendekatan BCCT dilandasi oleh filsafat konstruktivisme dari
Giambatista Vico. Filsafat konstruktivisme ini didukung pula oleh filsafat
naturalisme romantic dan idealisme. Selain itu, pendekatan ini pun didukung
oleh beberapa teori yaitu Maslow, Anna Freud, Erick Erickson, Lev Vygotsky, dan
Jean Piaget.
Keunggulan metode BCCT beberapa diantaranya adalah (1)
kurikulumnya diarahkan untuk membangun pengetahuan anak (to
construct knowledge) yang digali sendiri melalui berbagai pengalaman
main di sentra-sentra kegiatan, sehingga mendorong kreativitas anak. (2)
Pendidik lebih berperan sebagai perancang, pendukung, dan penilai kegiatan anak
dengan mengkondisikan setiap anak untuk berperan aktif. (3) Pembelajarannya
bersifat individual, sehingga rencana, dukungan, dan penilaiannya disesuaikan
dengan tingkat perkembangan, dan kebutuhan setiap anak, dan sebagainya.
Kelemahan metode BCCT beberapa diantaranya adalah sedikit
lebih sulit apabila dibandingkan dengan penerapan metode konvensional yang
cenderung klasikal seperti banyak kita jumpai di masyarakat, memerlukan banyak
ruangan yang luas, dan membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai pula.
3.2 Saran
Ada banyak sekali
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh lembaga pendidikan. Dengan adanya
makalah ini diharapkan para pendidik dapat lebih menggali dan mengkaji kembali
model pembelajaran yang dapat lebih meminimalkan kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012. Model Pembelajaran sentra
dan lingkaran [online]. Tersedia di http://www.tamanbeliacandi.com/en/Model%20Pembelajaran%20Sentra%20dan%20
Lingkaran.html
Anonim.2013. sejarah singkat beyond
centre and circle times (BCCT) PAUD [online]. Tersedia http://paud-anakbermainbelajar.blogspot.com/2013/05/sejarah-singkat- beyond-centers-and.html
Basuki, Markus. 2010. Filsafat
Konstruktivisme [online]. Tersedia http://cor- amorem.blogspot.com/2010/01/filsafat-konstruktivisme.html
Pendidikan Anak Usia Dini terpadu
Kartina [online]. Tersedia di http://tinamaryani1968.blogspot.com/2013/04/model-bcct.html [30 juni 2013] Sriningsih, Nining
(2010). Handout Mata kuliah Kelompok Belajar. Jurusan Pendidikan