A. Latar Belakang
Perkembangan karakter
menjadi isu penting untuk keselamatan bangsa saat ini, di tengah carut marutnya
bebagai pelanggaran hampir di semua lapisan masyarakat. Korupsi, permainan
hukum, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri, hingga perkelahian remaja dan
anak-anak, mewarnai kehidupan kita sehari-hari.
Oleh karena itu,
perlu dirintis upaya pembentukan karakter sejak sedini mungkin, bahkan sejak
seorang anak tersebut belum lahir. Pembentukan karakter ini dimulai olah orang
tua dalam lingkungan keluarga, dilanjutkan dan disinergikan dengan upaya para
guru saat anak tersebut sudah masuk lembaga pengasuhan anak usia dini seperti
di Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau TK (Taman
Kanak-kanak).
Pembentukan karakter
sejak dini sangat penting agar kelak setelah anak dewasa, karakter yang dia
miliki benar-benar kuat terinternalisasi dalam dirinya, tidak sebatas
pengetahuan dan pemahaman saja. Karena Anak adalah pilar bangsa. Masa depan
negara ini sangat ditentukan oleh masa depan anak-anak kita, yang pada 10-20
tahun lagi akan menjadi pemimpin di negeri ini. Jika anak-anak tersebut
berkembang dengan baik, maka mereka akan tumbuh dengan tingkah laku dan
karakter yang baik. Tetapi jika dalam perkembangan anak tersebut banyak
hambatan, berbagai masalah tingkah laku dan karakter akan muncul pada anak.
Pembentukan tingkah
laku dan karakter seseorang dimulai sejak ia lahir, berjalan seiring dengan
perkembangan dan penyesuaiannya terhadap lingkungan sosial. Namun, tidak setiap
anak dapat melewati masa pembentukan karakter dengan baik, sehingga muncullah
berbagai masalah tingkah laku dan karakter pada anak. Menurut Achenbach &
Edelbrock (dalam Huaqing Qi, & Kaiser, AP 2003), prevalensi anak-anak yang
bermasalah dalam perilaku saat ini sekitar 3-6%. Celakanya, masalah perilaku
dan karakter ini akan terus terbawa sampai si anak beranjak remaja, dengan taraf
permasalahan yang semakin meningkat. Jika dibiarkan, maka masalah ini akan
menjadi masalah yang serius bagi pengembangan karakter bangsa.
A. Pengertian Pendidikan Karakter Anak
pada Usia dini
1. Pengertian karakter dan
Pendidikan Karakter
Kata karakter berasal
dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku (Wynne, 1991). Dalam bahasa Inggris, character bermakna hampir sama dengan
sifat, perilaku, akhlak, watak, tabiat dan budi pekerti (Taryana & Rinaldi,
www.sd-binatalenta.com). Oleh karena itu, seseorang yang berperilaku tidak
jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek.
Sementara orang yang berperilaku jujur atau suka menolong dikatakan sebagai
orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter sangat berkaitan erat
dengan personality (kepribadian), yang mana seseorang disebut orang yang
berkarakter jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Kurtus (1997), berpendapat bahwa karakter adalah satu set
tingkah laku atau perilaku (behaviour) dari seseorang sehingga dari perilakunya
tersebut, orang akan mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya karakter akan
menentukan kemampuan seseorang untuk mencapai cita-cita dengan efektif,
kemampuan untuk berlaku jujur dan berterus terang padsa orang lain serta
kemampuan untuk taat terhadap tata tertip dan aturan yang ada.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari
pendidikan moral, karena pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, namun juga menanamkan kebiasaan (habituation)
tentang hal yang baik sehingga anak menjadi paham (domain kognitif) tentang
mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik,
lalu dapat melakukannya (domain psikomotor
Rizal (dalam www.sahabatnestle.co.id) mengatakan bahwa
karakter seseorang tidak dapat diubah, namun lingkungan dapat menguatkan atau
memperlemah karakter tesebut. Oleh karena itu orang tua sebagai acuan pertama
anak dalam membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan
anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan
tumbuh sebagai pribadi yanng berkarakter.
Menurut Taryana dan Rinaldi (www.sd-binatalenta.com),
karakter terbentuk dari proses meniru yaitu melalui proses melihat, mendengar
dan mengikuti. Maka karakter sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Oleh
karena itu seorang anak dapat memiliki karakter yang baik atau juga karakter
buruk, tergantung sumber yang ia pelajari.
Pendidikan karakter
adalah adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME),
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.(Akhmad
Sudrajat, 2010)
Menurut Mochtar
Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai
secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata.
Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menekankan
pentingnya tiga komponen karakter yang baik yaitu, moral knowing atau
pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan
moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar seorang
anak mampu memahami, merasakan dan mau mengerjakan kebajikan. Untuk memahami
apa yang mendorong seseorang dalam melakukan perbuatan yang baik (act
morally), maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu: 1)
kompetensi, 2) keinginan, dan 3) kebiasaan. Dengan demikian pendidikan karakter
tidak akan berhasil tanpa nilai moral yang menjadi basis pendidikan nilai.
2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pengasuhan anak usia dini diawali dari lingkungan keluarga,
yang dapat berlanjut juga menjadi tanggung jawab guru di lembaga PAUD. Kata
pengasuhan beralas dari kata ‘asuh’ yang merupakan salah satu filosofi utama
dalam mendidik anak usia dini, yaitu tempa, asah, asih, dan asuh. Asuh berarti
upaya untuk mewujudkan kepribadian dan jati diri agar anak memiliki berbagai
karakteristi utama yaitu:
a. Intelegensi, iman dan takwa
b. patriotisme, nasionalisme, dan
kepeloporan
c. rasa tanggung jawab, jiwa ksatria dan
sportifitas
d. jiwa kebersamaan, demokratis dan tahan
uji
e. jiwa tanggap (penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi), daya kritis da idealism
f. optimis dan keberanian mengambi resiko
g. jiwa kewirausahaan, kreatif dan
professional ( dalam Direktorat PAUT,2004)
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia
dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
Prinsip Dalam
Pengasuhan Anak Usia Dini
Pengasuhan anak usia dini memiliki ciri khas yang berbeda
dengan anak yang usianya lebih tinggi. Pengasuhah ini biasanya mengacu pada
prinsip Pendidikan yang Sesuai dengan Perkembangan atau Developmentally
Appropriate Practice (DAP) untuk anak usia dini. Beberapa prinsip pengasuhan
anak usia dini yang sesuai dengan DAP adalah sebagai berikut.
1.
Kurikulum DAP harus
mencakup semua aspek perkembangan anak (fisik, emosi, sosial, spiritual, dan
kognitif) melalui pendekatan yang terpadu.
2.
Perencanaan kurikulum
yang tepat harus didasarkan pada pengamatan pendidik dan catatan yang lengkap
tentang minat dan tingkat perkembangan setiap anak.
3.
Perencananaan
kurikulum harus diarahkan pada pembelajaran sebagai proses yang interaktif.
4.
Pendidik perlu
menyiapkan lingkungan agar anak dapat belajar secara aktif melalui eksplorasi
dan interaksi dengan pendidik, teman-teman maupun bahan alam di sekitarnya.
5.
Kegiatan dan materi
pengembangan sebaiknya kongkrit, nyata dan relevan dengan kehidupan anak.
6.
Program pengembangan
anak usia dini perlu menyediakan layanan dengan cakupan yang lebih luas dari
berbagai tingkat minat dan kemampuan anak pada usia kronologis tertentu.
Pendidik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak yang mempunyai minat dan
kemampuan tertentu, meskipun hal itu di luar batas rentangan perkembangan
normal.
7.
Pendidik perlu
mengembangkan berbagai variasi kegiatan dan materi pengembangan, dan
mengupayakan kegiatan dengan tingkat kesulitan, kompleksitas dan tantangan yang
lebih tinggi agar anak terlibat aktif dan dapat mengembangkan pemahaman dan
keahlian yang diharapkan dicapai anak tersebut.
8.
Pendidik harus
memberikan kesempatan pada anak untuk memilih sendiri ragam kegiatan, materi,
peralatan, dan waktu yang cukup untuk melakukan eksplorasi melalui keterlibatan
anak secara aktif. Pendidik perlu memfasilitasi keterlibatan anak tersebut
dengan memberikan materi, kegiatan, mengajukan berbagai pertanyaan dan
mengemukakan pendapat yang dapat memacu anak untuk berpikir.
9.
Pengalaman, bahan dan
perlengkapan pengembangan yang berasal dari berbagai budaya (multikultur) dan
tidak bias jender perlu dikembangkan untuk anak segala usia.
10.
Program pengembangan
yang dipersiapkan pendidik perlu memperhatikan keseimbangan anak dalam
beraktivitas dan istirahat.
11.
Berbagai pengalaman
dan kegiatan di luar ruang perlu diperkenalkan pada anak segala usia.
12.
Pendidik perlu segera
merespon semua kebutuhan dan keinginan anak, disesuaikan dengan perbedaan gaya
dan kemampuan tiap anak.
13.
Pendidik perlu
memberikan kesempatan yang beragam bagi anak untuk berkomunikasi.
14.
Pendidik perlu
memfasilitasi agar anak berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan cara
memberikan arahan, memfokuskan perhatian, mendekati anak dan memberikan kata-kata
semangat. Pendidik perlu menyadari bahwa anak belajar dari coba ralat (trial
and error) dan bahwa beberapa miskonsepsi yang ditunjukkan anak menggambarkan
perkembangan daya pikir mereka
15.
Pendidik perlu memahami tanda-tanda anak yang mengalami stres dan teknik
mengatasinya
16. Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan rasa percaya
diri anak dengan cara menghormatinya, menerima, menenangkan dan memaklumi
perilaku anak.
17.
Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan kontrol diri anak.
18. Pendidik setiap saat bertanggung jawab atas semua anak
yang ada di bawah asuhannya dan perlu memberikan kebebasan pada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan keterampilannya.
B. Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang
mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonominya. Kualitas karakter yang tinggi
dari masyarakatnya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan
kualitas bangsanya. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai
sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika
kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi
orang yang bermasalah atau orang jahat”. Thomas Lickona (dalam abihafiz. wordpress.com)
mengatakan“ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung
jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi
investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan
“Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan
100% dari masa depan”.
Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk
membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan
karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap
pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan
karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan
Wallander (dalam abihafiz. wordpress.com), “Kemampuan sosial dan emosi pada
masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol
yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa;
perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan
manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan (stress), yang akan
berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi
pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan
perkembangan fisiknya.”
Pembentukan karakter
sejak dini sangat penting agar kelak setelah anak dewasa, karakter yang dia
miliki benar-benar kuat terinternalisasi dalam dirinya, tidak sebatas
pengetahuan dan pemahaman saja. Karena Anak adalah pilar bangsa. Masa depan
negara ini sangat ditentukan oleh masa depan anak-anak kita, yang pada 10-20
tahun lagi akan menjadi pemimpin di negeri ini. Jika anak-anak tersebut
berkembang dengan baik, maka mereka akan tumbuh dengan tingkah laku dan
karakter yang baik. Tetapi jika dalam perkembangan anak tersebut banyak
hambatan, berbagai masalah tingkah laku dan karakter akan muncul pada anak.
C. Upaya yang Dapat Dilakukan Dalam
membentuk Karakter Pada Anak Usia Dini
Membentuk karakter
merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi
pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula.
Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal.
Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga,
sekolah, dan komunitas.
Dalam pembentukan karakter( menurut Ratna Megawangi, 2003),
ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi.
1. anak mengerti baik dan buruk, mengerti
tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
2. mempunyai kecintaan terhadap kebajikan,
dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk
berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau berbohong. `'Karena tahu berbohong
itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan,''
3. anak mampu melakukan kebajikan, dan
terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, Ratna megawati (2003) menyebut
sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak, yaitu:
a. cinta kepada Tuhan dan kebenaran (love
Allah, trust, reverence, loyalty)
b. tanggungjawab, kedisiplinan, dan
kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline,
orderlinese)
c. amanah (trustworthiness,
reliability, honesty)
d. hormat dan santun (respect,
courtessy, obedience)
e. kasih sayang, kepedulian, dan
kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation,
cooperation)
f. percaya diri, kreatif, dan
pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness,
courage, determination and enthusiasm)
g. keadilan dan kepemimpinan (justice,
fairnes, mercy, leadership);
h. baik dan rendah hati (kindness,
friendliness, humanity, modesty);
i.
toleransi dan cinta
damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
1. Upaya Orang tua dan keluarga
Keluarga Khususnya
Orang tua adalah pendidik utama yang sangat berperan penting dalam membentuk
karakter anak usia dini yang selalu berupaya untuk mendidik anak-anaknya, baik
dalam bidang kognitif dan juga mendidik nilai dan moral. Di sini selain orang tua
yang berupaya dalam membangun dan membentuk karakter anak usia dini adalah Guru
serta pemerintah yang memberikan dukungan dan mengembangkan program-program
yang dianggap penting untuk membantu pembentukan karakter pada anak usia dini
ini.
Upaya yang dapat
dilakukan oleh keluarga dan orang tua diantaranya adalah menciptakan lingkungan
yang kondusif. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika
dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal.(Ratna Megawati, 2004)
2. Upaya Yang Dilakukan Oleh Guru
Selain keluarga, lembaga di luar keluarga juga berperan
penting dalam pembentukan nilai dan akrakter bagi anak. Campbell (2005)
menyatakan bahwa pengaruh-pengaruh kultural dan masyarakat sekitar relevan
sebagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak. Misalnya
ketersediaan lapangan bermain,, kehidupan bertetangga yang aman, sumber daya
masyarakat, dan lembaga kesehatan, pendidikan yang memadai.
Kaitannya dengan peran lembaga pendidikan secara khusus,
Kupperminc (2001) menyatakan bahwa sekolah tidak hanya berpengaruh pada
kemampuan akademik dan prestasi, tetapi juga pada perkembangan psikososial
peserta didik.
Menurut UU No 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan
bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki
peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta
didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang
dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah
berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Upaya lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangun
karakter anak usia dini adalah sebagai berikut.
1.
Memperlakukan anak
sesuai dengan karakteristik anak, karena setiap anak memiliki bakat, minat dan
karakter yang berbeda.
2.
Memenuhi kebutuhan
dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang dan pemberian makanan yang
bergizi.
3.
Mensinergikan pola
pendidikan antara guru di lembaga PAUD dengan orang tua di rumah.
4.
Memberikan dukungan
dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji, dan
sebaliknya menghindari kata-kata negatif (cacian, sindiran, ejekan) yang dapat
merendahkan konsep diri anak.
5.
Memberikan fasilitas
lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya, karena tiap tahap usia
perkembangan anak membutuhkan alat-alat permainan dan sarana yang berbeda.
6.
Mencoba bersikap
tegas, konsisten dan bertanggung jawab sehingga dapat menjad contoh bagi anak.
3. Upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah
Sebagai upaya untuk
meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan
Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap
jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan
konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap
jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati
(Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development),
Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah
Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan
implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
D. Tujuan
Pendidikan Karakter Yang Dilakukan Sejak Usia Dini
Karakter adalah salah satu kunci sukses seseorang di
zaman sekarang ini. Karena anak-anak zaman sekarang ini akan menghadapi
persaingan dengan rekan-rekannya diseluruh dunia. Dan orang-orang yang senang
belajar, terampil menyelesaikan masalah, komunikator yang efektif, berani
mengambil risiko, punya integritas -jujur, dapat dipercaya, dan dapat
diandalkan dan penuh perhatian, toleransi, dan luwes yang bisa bersaing kelak.
Itu adalah karakter yang bagus.
Pada saat anak masih balita anak bagaikan kertas
kosong yang masih sangat bersih. Ketika dia melihat dan mendengar sesuatu ia
akan langsung memasukkan kedalam otaknya tanpa di pilih-pilih terlebih dahulu.
Karena didalam otak anak tersebut belum ada program penyaringan. Sehingga
materi yang pertama kali masuk akan menjadi penyaringnya. Anak tak hanya
merekam materi yang masuk. Tapi juga yang lebih dipercaya, yang lebih
menyenangkan, dan yang berlangsung terus-menerus. Saat anak sudah memasuki
dunia sekolah, anak biasanya lebih percaya pada guru.
Disini pendidikan karakter harus ditanamkan sedini
mungkin. Karena ketika balitalah anak akan mudah menerima dan mudah di bentuk
agar menjadi orang yang dapat bersaing ketika ia telah besar nanti. Karena
orang yang berkarakter bagus lah yang mampu menghadapi persaingan di masa
depan.
Daftar Pustaka
Art-Ong
Jumsai Na-Ayudha, B.A., M.A., D.I.C. (2008). Model Pembelajaran Nilai-nilai
Kemanusiaan Terpadu. Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia.
Direktorat
PAUD, Ditjen PLS (2004). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Depdiknas
Megawangi, R. (1999). Pendidikan Karakter Solusi yang
Tepat untuk Membangun Bangsa. Depok: Indonesia Hertage Foundation (IHF).
Waluyo,
Adi (2010). Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Usia Dini. Tersedia
pada
http://paud.unnes.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6:mem
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Sumadi Suryabrata, psikologi kepribadian,(Jakarta: CV Raja Wali,
1990).
Prayitno. 1998.
Konseling Pancawaskita. Padang : UNP