Contoh Makalah Membangun Karakter Anak Usia Dini (PAUD) 2014

A.    Latar Belakang
Perkembangan karakter menjadi isu penting untuk keselamatan bangsa saat ini, di tengah carut marutnya bebagai pelanggaran hampir di semua lapisan masyarakat. Korupsi, permainan hukum, pembunuhan, pemerkosaan, bunuh diri, hingga perkelahian remaja dan anak-anak, mewarnai kehidupan kita sehari-hari.
Oleh karena itu, perlu dirintis upaya pembentukan karakter sejak sedini mungkin, bahkan sejak seorang anak tersebut belum lahir. Pembentukan karakter ini dimulai olah orang tua dalam lingkungan keluarga, dilanjutkan dan disinergikan dengan upaya para guru saat anak tersebut sudah masuk lembaga pengasuhan anak usia dini seperti di Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau TK (Taman Kanak-kanak).
Pembentukan karakter sejak dini sangat penting agar kelak setelah anak dewasa, karakter yang dia miliki benar-benar kuat terinternalisasi dalam dirinya, tidak sebatas pengetahuan dan pemahaman saja. Karena Anak adalah pilar bangsa. Masa depan negara ini sangat ditentukan oleh masa depan anak-anak kita, yang pada 10-20 tahun lagi akan menjadi pemimpin di negeri ini. Jika anak-anak tersebut berkembang dengan baik, maka mereka akan tumbuh dengan tingkah laku dan karakter yang baik. Tetapi jika dalam perkembangan anak tersebut banyak hambatan, berbagai masalah tingkah laku dan karakter akan muncul pada anak.
Pembentukan tingkah laku dan karakter seseorang dimulai sejak ia lahir, berjalan seiring dengan perkembangan dan penyesuaiannya terhadap lingkungan sosial. Namun, tidak setiap anak dapat melewati masa pembentukan karakter dengan baik, sehingga muncullah berbagai masalah tingkah laku dan karakter pada anak. Menurut Achenbach & Edelbrock (dalam Huaqing Qi, & Kaiser, AP 2003), prevalensi anak-anak yang bermasalah dalam perilaku saat ini sekitar 3-6%. Celakanya, masalah perilaku dan karakter ini akan terus terbawa sampai si anak beranjak remaja, dengan taraf permasalahan yang semakin meningkat. Jika dibiarkan, maka masalah ini akan menjadi masalah yang serius bagi pengembangan karakter bangsa.
A.    Pengertian Pendidikan Karakter Anak pada Usia dini
1.      Pengertian  karakter dan Pendidikan Karakter
Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Dalam bahasa Inggris, character bermakna hampir sama dengan sifat, perilaku, akhlak, watak, tabiat dan budi pekerti (Taryana & Rinaldi, www.sd-binatalenta.com). Oleh karena itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek. Sementara orang yang berperilaku jujur atau suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter sangat berkaitan erat dengan personality (kepribadian), yang mana seseorang disebut orang yang berkarakter jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Kurtus (1997), berpendapat bahwa karakter adalah satu set tingkah laku atau perilaku (behaviour) dari seseorang sehingga dari perilakunya tersebut, orang akan mengenalnya “ia seperti apa”. Menurutnya karakter akan menentukan kemampuan seseorang untuk mencapai cita-cita dengan efektif, kemampuan untuk berlaku jujur dan berterus terang padsa orang lain serta kemampuan untuk taat terhadap tata tertip dan aturan yang ada.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun juga menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga anak menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik, lalu dapat melakukannya (domain psikomotor
Rizal (dalam www.sahabatnestle.co.id) mengatakan bahwa karakter seseorang tidak dapat diubah, namun lingkungan dapat menguatkan atau memperlemah karakter tesebut. Oleh karena itu orang tua sebagai acuan pertama anak dalam membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan tumbuh sebagai pribadi yanng berkarakter.
Menurut Taryana dan Rinaldi (www.sd-binatalenta.com), karakter terbentuk dari proses meniru yaitu melalui proses melihat, mendengar dan mengikuti. Maka karakter sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Oleh karena itu seorang anak dapat memiliki karakter yang baik atau juga karakter buruk, tergantung sumber yang ia pelajari.
Pendidikan karakter adalah adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.(Akhmad Sudrajat, 2010)
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa anak ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik yaitu, moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar seorang anak mampu memahami, merasakan dan mau mengerjakan kebajikan. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam melakukan perbuatan yang baik (act morally), maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu: 1) kompetensi, 2) keinginan, dan 3) kebiasaan. Dengan demikian pendidikan karakter tidak akan berhasil tanpa nilai moral yang menjadi basis pendidikan nilai.


2.      Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pengasuhan anak usia dini diawali dari lingkungan keluarga, yang dapat berlanjut juga menjadi tanggung jawab guru di lembaga PAUD. Kata pengasuhan beralas dari kata ‘asuh’ yang merupakan salah satu filosofi utama dalam mendidik anak usia dini, yaitu tempa, asah, asih, dan asuh. Asuh berarti upaya untuk mewujudkan kepribadian dan jati diri agar anak memiliki berbagai karakteristi utama yaitu:
a.       Intelegensi, iman dan takwa
b.      patriotisme, nasionalisme, dan kepeloporan
c.       rasa tanggung jawab, jiwa ksatria dan sportifitas
d.      jiwa kebersamaan, demokratis dan tahan uji
e.       jiwa tanggap (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi), daya kritis da idealism
f.       optimis dan keberanian mengambi resiko
g.      jiwa kewirausahaan, kreatif dan professional ( dalam Direktorat PAUT,2004)

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Prinsip Dalam Pengasuhan Anak Usia Dini
Pengasuhan anak usia dini memiliki ciri khas yang berbeda dengan anak yang usianya lebih tinggi. Pengasuhah ini biasanya mengacu pada prinsip Pendidikan yang Sesuai dengan Perkembangan atau Developmentally Appropriate Practice (DAP) untuk anak usia dini. Beberapa prinsip pengasuhan anak usia dini yang sesuai dengan DAP adalah sebagai berikut.
1.      Kurikulum DAP harus mencakup semua aspek perkembangan anak (fisik, emosi, sosial, spiritual, dan kognitif) melalui pendekatan yang terpadu.
2.      Perencanaan kurikulum yang tepat harus didasarkan pada pengamatan pendidik dan catatan yang lengkap tentang minat dan tingkat perkembangan setiap anak.
3.      Perencananaan kurikulum harus diarahkan pada pembelajaran sebagai proses yang interaktif.
4.      Pendidik perlu menyiapkan lingkungan agar anak dapat belajar secara aktif melalui eksplorasi dan interaksi dengan pendidik, teman-teman maupun bahan alam di sekitarnya.
5.      Kegiatan dan materi pengembangan sebaiknya kongkrit, nyata dan relevan dengan kehidupan anak.
6.      Program pengembangan anak usia dini perlu menyediakan layanan dengan cakupan yang lebih luas dari berbagai tingkat minat dan kemampuan anak pada usia kronologis tertentu. Pendidik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan anak yang mempunyai minat dan kemampuan tertentu, meskipun hal itu di luar batas rentangan perkembangan normal.
7.      Pendidik perlu mengembangkan berbagai variasi kegiatan dan materi pengembangan, dan mengupayakan kegiatan dengan tingkat kesulitan, kompleksitas dan tantangan yang lebih tinggi agar anak terlibat aktif dan dapat mengembangkan pemahaman dan keahlian yang diharapkan dicapai anak tersebut.
8.      Pendidik harus memberikan kesempatan pada anak untuk memilih sendiri ragam kegiatan, materi, peralatan, dan waktu yang cukup untuk melakukan eksplorasi melalui keterlibatan anak secara aktif. Pendidik perlu memfasilitasi keterlibatan anak tersebut dengan memberikan materi, kegiatan, mengajukan berbagai pertanyaan dan mengemukakan pendapat yang dapat memacu anak untuk berpikir.
9.      Pengalaman, bahan dan perlengkapan pengembangan yang berasal dari berbagai budaya (multikultur) dan tidak bias jender perlu dikembangkan untuk anak segala usia.
10.  Program pengembangan yang dipersiapkan pendidik perlu memperhatikan keseimbangan anak dalam beraktivitas dan istirahat.
11.  Berbagai pengalaman dan kegiatan di luar ruang perlu diperkenalkan pada anak segala usia.
12.  Pendidik perlu segera merespon semua kebutuhan dan keinginan anak, disesuaikan dengan perbedaan gaya dan kemampuan tiap anak.
13.  Pendidik perlu memberikan kesempatan yang beragam bagi anak untuk berkomunikasi.
14.  Pendidik perlu memfasilitasi agar anak berhasil dalam menyelesaikan tugasnya dengan cara memberikan arahan, memfokuskan perhatian, mendekati anak dan memberikan kata-kata semangat. Pendidik perlu menyadari bahwa anak belajar dari coba ralat (trial and error) dan bahwa beberapa miskonsepsi yang ditunjukkan anak menggambarkan perkembangan daya pikir mereka
15. Pendidik perlu memahami tanda-tanda anak yang mengalami stres dan teknik mengatasinya
16. Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan rasa percaya diri anak dengan cara menghormatinya, menerima, menenangkan dan memaklumi perilaku anak.
17. Pendidik perlu memfasilitasi perkembangan kontrol diri anak.
18. Pendidik setiap saat bertanggung jawab atas semua anak yang ada di bawah asuhannya dan perlu memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan keterampilannya.

B.     Pentingnya Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-ekonominya. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakatnya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsanya. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”. Thomas Lickona (dalam abihafiz. wordpress.com) mengatakan“ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”.
Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak. Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander (dalam abihafiz. wordpress.com), “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan (stress), yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Pembentukan karakter sejak dini sangat penting agar kelak setelah anak dewasa, karakter yang dia miliki benar-benar kuat terinternalisasi dalam dirinya, tidak sebatas pengetahuan dan pemahaman saja. Karena Anak adalah pilar bangsa. Masa depan negara ini sangat ditentukan oleh masa depan anak-anak kita, yang pada 10-20 tahun lagi akan menjadi pemimpin di negeri ini. Jika anak-anak tersebut berkembang dengan baik, maka mereka akan tumbuh dengan tingkah laku dan karakter yang baik. Tetapi jika dalam perkembangan anak tersebut banyak hambatan, berbagai masalah tingkah laku dan karakter akan muncul pada anak.

C.    Upaya yang Dapat Dilakukan Dalam membentuk Karakter Pada Anak Usia Dini
Membentuk karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah, dan komunitas.
Dalam pembentukan karakter( menurut Ratna Megawangi, 2003), ada tiga hal yang berlangsung secara terintegrasi.
1.      anak mengerti baik dan buruk, mengerti tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang baik.
2.      mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Misalnya, anak tak mau berbohong. `'Karena tahu berbohong itu buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan,''
3.      anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat proses itu, Ratna  megawati (2003) menyebut sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan pada anak, yaitu:
a.       cinta kepada Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence, loyalty)
b.       tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderlinese)
c.        amanah (trustworthiness, reliability, honesty)
d.      hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)
e.        kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)
f.        percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm)
g.      keadilan dan kepemimpinan (justice, fairnes, mercy, leadership);
h.      baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humanity, modesty);
i.        toleransi dan cinta damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).

1.      Upaya Orang tua dan keluarga
Keluarga Khususnya Orang tua adalah pendidik utama yang sangat berperan penting dalam membentuk karakter anak usia dini yang selalu berupaya untuk mendidik anak-anaknya, baik dalam bidang kognitif dan juga mendidik nilai dan moral. Di sini selain orang tua yang berupaya dalam membangun dan membentuk karakter anak usia dini adalah Guru serta pemerintah yang memberikan dukungan dan mengembangkan program-program yang dianggap penting untuk membantu pembentukan karakter pada anak usia dini ini.
Upaya yang dapat dilakukan oleh keluarga dan orang tua diantaranya adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal.(Ratna Megawati, 2004)
2.      Upaya Yang Dilakukan Oleh Guru
Selain keluarga, lembaga di luar keluarga juga berperan penting dalam pembentukan nilai dan akrakter bagi anak. Campbell (2005) menyatakan bahwa pengaruh-pengaruh kultural dan masyarakat sekitar relevan sebagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak. Misalnya ketersediaan lapangan bermain,, kehidupan bertetangga yang aman, sumber daya masyarakat, dan lembaga kesehatan, pendidikan yang memadai.
Kaitannya dengan peran lembaga pendidikan secara khusus, Kupperminc (2001) menyatakan bahwa sekolah tidak hanya berpengaruh pada kemampuan akademik dan prestasi, tetapi juga pada perkembangan psikososial peserta didik.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Upaya lain yang dapat dilakukan oleh guru dalam membangun karakter anak usia dini adalah sebagai berikut.
1.      Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak, karena setiap anak memiliki bakat, minat dan karakter yang berbeda.
2.      Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang dan pemberian makanan yang bergizi.
3.      Mensinergikan pola pendidikan antara guru di lembaga PAUD dengan orang tua di rumah.
4.      Memberikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji, dan sebaliknya menghindari kata-kata negatif (cacian, sindiran, ejekan) yang dapat merendahkan konsep diri anak.
5.      Memberikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya, karena tiap tahap usia perkembangan anak membutuhkan alat-alat permainan dan sarana yang berbeda.
6.      Mencoba bersikap tegas, konsisten dan bertanggung jawab sehingga dapat menjad contoh bagi anak.

3.      Upaya Yang Dilakukan Oleh Pemerintah
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur,  jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan.  Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
D.   Tujuan Pendidikan Karakter Yang Dilakukan Sejak Usia Dini
Karakter adalah salah satu kunci sukses seseorang di zaman sekarang ini. Karena anak-anak zaman sekarang ini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya diseluruh dunia. Dan orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, komunikator yang efektif, berani mengambil risiko, punya integritas -jujur, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan dan penuh perhatian, toleransi, dan luwes yang bisa bersaing kelak. Itu adalah karakter yang bagus.
Pada saat anak masih balita anak bagaikan kertas kosong yang masih sangat bersih. Ketika dia melihat dan mendengar sesuatu ia akan langsung memasukkan kedalam otaknya tanpa di pilih-pilih terlebih dahulu. Karena didalam otak anak tersebut belum ada program penyaringan. Sehingga materi yang pertama kali masuk akan menjadi penyaringnya. Anak tak hanya merekam materi yang masuk. Tapi juga yang lebih dipercaya, yang lebih menyenangkan, dan yang berlangsung terus-menerus. Saat anak sudah memasuki dunia sekolah, anak biasanya lebih percaya pada guru.
Disini pendidikan karakter harus ditanamkan sedini mungkin. Karena ketika balitalah anak akan mudah menerima dan mudah di bentuk agar menjadi orang yang dapat bersaing ketika ia telah besar nanti. Karena orang yang berkarakter bagus lah yang mampu menghadapi persaingan di masa depan.
Daftar Pustaka

Art-Ong Jumsai Na-Ayudha, B.A., M.A., D.I.C. (2008). Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu. Yayasan Pendidikan Sathya Sai Indonesia.
Direktorat PAUD, Ditjen PLS (2004). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas
Megawangi, R. (1999). Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Depok: Indonesia Hertage Foundation (IHF).
Waluyo, Adi (2010). Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Usia Dini. Tersedia pada http://paud.unnes.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6:mem
   


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Sumadi Suryabrata, psikologi kepribadian,(Jakarta: CV Raja Wali, 1990).
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang : UNP


Pengunjung