Cara Terapi Auditori Metode Tomatis
Memaksimalkan potensi seseorang
Sangatlah menakjubkan
bahwasanya empat setengah bulan sebelum lahir, saraf-saraf pendengaran manusia
sudah berkembang secara lengkap. Anak-anak dapat mengenali suara yang mereka
dengar di dalam kandungan jauh sebelum mereka dapat berbicara. Namun demikian
hearing (mendengar) bukanlah satu-satunya fungsi telinga.
Menurut para ahli,
telinga juga berfungsi untuk menyalurkan energi berupa gelombang suara ke otak.
Proses ini sudah dimulai ketika janin masih berada di dalam kandungan. Energi
ini memberikan pengaruh yang sangat nyata pada perkembangan fetal otak hingga
manusia tumbu menjadi dewasa.
Metode Tomatis
Profesor Alfred
Tomatis, seorang dokter dari Perancis yang juga ahli saraf dan THT, adalah
pelopor dalam mempelajari proses auditori manusia dan perkembangan bahasanya.
Dia telah membuktikan bahwa suara dengan high frequency (frekuensi tinggi),
yang disebutnya sebagai charging sound, akan menyalurkan energi ke sistem saraf
pusat di otak dengan bantuan electronic ears (telinga elektronik).
Melalui penelitannya,
Prof. Tomatis menyimpulkan bahwa jika otak terisi energi dengan baik, maka
seseorang akan dengan mudah memfokuskan pikirannya, berkonsentrasi, mengingat
dan belajar untuk waktu yang lebih lama. Disamping itu, disimpulkannya pula
bahwa mother's voice (suara ibu) yang didengar janin sewaktu di dalam kandungan
dapat meningkatkan ikatan batin ibu dan anak serta mempersiapkan anak dalam
menguasai bahasa setelah lahir.
Penelitian Prof. Tomatis
pertama kali diakui dan disetujui oleh Academie de Medicine and the Academie
des Sciences pada tahun 1957. Metoda Tomatis telah membantu ribuan anak dengan
masalah pendengaran, dyslexia, kesulitan belajar, ADD/ADHD, Autisma, dan juga
mereka dengan masalah sensorik serta motorik. Disamping itu, Metoda Tomatis
juga membantu orang dewasa dalam mengatasi depresi, mempercepat belajar bahasa
asing, meningkatkan keterampilan berkomunikasi serta meningkatkan kreativitas.
Banyak pula pemusik, penyanyi dan aktor seperti Maria Callas, Beniamino Gigli,
Sting dan Gerard Depardieu merasakan manfaat dari Metoda Tomatis ini.
Saat ini lebih dari 250
pusat terapi di dunia memakai Metoda Tomatis dengan berbagai nama seperti
"Auditory Training", "Auditory Stimulation" dan
"Listening Therapy". Terapi ini dilakukan oleh ahli yang
bersertifikat, yang keahliannya terus ditingkatkan dengan mengikuti
pelatihan-pelatihan.
Cara Kerja Metode Tomatis
Telinga Elektronik
Agar telinga dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, telinga yang mengalami gangguan harus dilatih
kembali. Dengan bantuan "telinga elektronik", klien diminta untuk
mendengarkan suara tertentu yang sudah difilter sesuai dengan kebutuhannya.
Telinga Elektronik ini
terdiri atas satu set headphones, microphone dan electronic gate (gerbang
elektronik) yang berfungsi untuk memfilter suara menjadi frekuensi tertentu.
Alat ini akan melatih telinga untuk memfungsikan dirinya tanpa mengalami
penyimpangan-penyimpangan.
Pentingnya Telinga
Prof. Tomatis
senantiasa menekankan akan adanya perbedaan antara hearing (mendengar) dan
listening (mendengarkan). Menurutnya, mendengar adalah proses yang pasif
sementara mendengarkan adalah kegiatan aktif dalam menerima informasi maupun
menyaring informasi. Dengan kombinasi keduanya, kegunaan telinga menjadi
optimal yaitu untuk menyalurkan gelombang suara dan energi ke otak dan pusat
saraf.
Seperti kita ketahui,
bagian telinga dalam antara lain berfungsi untuk mengontrol keseimbangan,
koordinasi, mengontrol otot tubuh dan otot mata. Bagi orang yang mengalami
infeksi telinga, ia akan sering merasa pusing atau mual jika bergerak. Jadi,
penyimpangan yang terjadi pada telinga dapat mengganggu bermacam-macam hal
termasuk postur tubuh, pencernaan serta keseimbangan mental dan fisik. Karenanya,
kerusakan pada telinga akan sangat berpengaruh baik pada segi psikologis maupun
fisik seseorang.
Telinga Dapat Rusak
Kerusakan fisik pada
telinga dapat terjadi akibat suara yang sangat keras. Hal ini dapat menyebabkan
seseorang kehilangan kemampuan untuk mendengar suara dengan frekuensi tertentu.
Disamping itu, Prof. Tomatis telah membuktikan bahwa telinga dapat rusak akibat
suara yang tidak nyaman didengar. Secara otomatis, telinga dapat "menutup
diri" dari frekuensi tertentu untuk melindungi dirinya. Kerusakan telinga
dapat juga diakibatkan oleh tidak digunakannya telinga untuk mendengar suara
dengan frekuensi tertentu, sehingga telinga menjadi "tertutup" untuk
frekuensi tersebut.
Dengan mendengarkan
suara yang difilter melalui telinga elektronik, telinga akan menerima sonic
massage (pijatan sonic) yang berfungsi untuk menstimulasi telinga agar
berfungsi kembali sebagai mana mestinya. Stimulasi auditori ini, jika dilakukan
secara teratur dan berulang-ulang, akan memaksa telinga untuk membuka diri dan
menyesuaikan dalam menerima suara pada rentang frekuensi tertentu.
Pengaruh Tatalaksana Metoda Tomatis
Ketika tubuh dan
organ-organ penting terstimulasi oleh telinga yang sudah terlatih kembali
setelah mendengarkan suara yang difilter, keseluruhan sistem tubuh akan kembali
tertata dengan baik. Dengan demikian, energi menjadi lancar masuk ke pusat
system saraf dan kemampuan penyembuhan dari dalam tubuh akan secara alamiah
membuang permasalahan yang ada seperti masalah wicara, daya ingat, konsentrasi,
kesulitan belajar dan perilaku.
Dengan berlanjutnya
tatalaksana ini, ketegangan fisik akan berkurang, energi jiwa, daya ingat dan
konsentrasi meningkat, agresivitas fisik berkurang, serta akan menggali potensi
intelegensi kreatif seseorang.
Pelaksanaan Metoda Tomatis
Tatalaksana ini terdiri
atas beberapa sesi dimana pada sesi pertama, klien akan menjalani selama 15
hari secara tidak terputus, dengan masing-masing berlangsung selama 2 jam.
Kemudian, setelah istirahat 3-5 minggu, dilaksanakan sesi berikutnya selama 8
hari berturut-turut, dimana selama 7 hari masing-masing berlangsung selama 2
jam dan 1 hari selama 1 jam.
Ketika menjalankan
tatalaksana ini, klien dapat melakukan berbagai kegiatan manipulatif seperti
membuat puzzle, menggambar, melukis, bahkan beristirahat/tidur. Pada saat
pertemuan (assessment) pertama, diskusi mendalam dengan klien dilakukan untuk
mengetahui derajat masalah yang dialaminya. Selanjutnya ditetapkan jenis
tatalaksana yang akan dijalankan. Klien juga akan menjalani beberapa test yang
kemudian diulang pada pertemuan-pertemuan berikutnya untuk memantau
perkembangan yang terjadi.
Untuk klien dari
kelompok anak-anak, mereka sangat dianjurkan untuk didampingi orang tuanya pada
saat konsultasi pertama karena para orang tua juga akan mendapatkan tatalaksana
umum (general treatment) secara cuma-cuma. Bagi anak-anak yang dianggap perlu,
salah satu program mereka adalah mendengarkan suara ibu yang telah direkam dan
difilter. Penelitian klinis menunjukkan bahwa suara ibu akan mendatangkan
pengaruh positif bahkan reaksi yang luar biasa, khususnya pada anak-anak yang
selau merasa tidak aman, cemas, agresif, autis dan dyslexia.
Penerapan Metoda Tomatis
Mendengarkan dan
berkomunikasi adalah prinsip dasar dari metoda Tomatis. Melalui program
auditory stimulation (stimulasi auditori), dengan menggunakan telinga
elektronik yang dikembangkan oleh Profesor Alfred Tomatis, tatalaksana ini akan
membantu mereka yang termasuk di dalam kelompok berikut:
A. Kesulitan belajar
dan perilaku termasuk Dyslexia, Down Syndrome, ADD/ADHD, Autisma
B. Gangguan saraf
termasuk Cerebral Palsy, Epilepsy, Dyspraxia dan gangguan sensorik serta
motorik.
C. Kesulitan bicara dan
masalah bahasa, termasuk di dalamnya terlambat bicara dan gagap.
D. Asimilasi bahasa bagi
mereka yang sedang belajar bahasa asing.
E. Wanita hamil pada
tingkat kehamilan lanjut untuk mengurangi kecemasan dan membantu kelancaran
persalinan.
F. Gangguan pendengaran
termasuk Tinnitus dan Meniere's Vertigo.
G. Pemusik dan Penyanyi
dengan masalah pendengaran dan suara.
F. Kecemasan dan
masalah dewasa termasuk "midlife crisis", kecanduan, kurang motivasi,
sulit tidur (insomnia) dan kesulitan berorientasi.
G. Penyegeran secara
umum bagi mereka yang menginginkan adanya pengalaman indah setelah mengikuti
tatalaksana dengan metoda Tomatis.
Ampuhnya Musik Sebagai Terapi
Barangkali sulit
dipercaya, namun musik ternyata berpotensi menyembuhkan stroke. Meski prosesnya
baru sebagian dapat dikuakkan, paling tidak kabar ini cukup menyegarkan bagi dunia
kesehatan.
Tubuh Nathalie yang
berusia tiga tahun tergeletak di tempat tidur yang berpagar jeruji. Ia lahir
dengan kelainan kepala besar (hydrocephalus). Karena tekanan, otaknya rusak.
Beberapa waktu lalu, tiba-tiba dia harus mendapatkan bantuan pernapasan.
Anehnya, ketika ada benda asing di saluran pernapasannya, si kecil bisa protes
dengan kaki dan tangannya. Dokter segera menenangkan Nathalie dengan
obat-obatan. Di New Yorker Beth Israel Medical Center, para dokter mencoba
memberinya pengobatan alternatif.
Dr. Joanne Loewy yang
saat bertugas tidak mengenakan pakaian dokternya, tampak seperti dukun. Saat
masuk ke kamar si kecil Nathalie, dia merundukan kepalanya ke pasien kecilnya
itu. Lalu, dia mengelilingi tempat tidurnya sambil membunyikan peralatan musik
dengan aneka nada. Saat "bermandikan" musik, Nathalie kelihatan
sedikit tenang. Otot-ototnya pun tidak lagi kaku dan dari monitor tampak grafik
denyut jantungnya menurun. Setelah mengelus-elus kepala Nathalie, Joanne
meninggalkan kamar itu, napas si kecil tampak teratur dan wajahnya tampak
tenang.
Selain mengurus
Nathalie, Joanne memimpin tiga penelitian di Beth Israel Medical Center untuk
mengetahui bagaimana musik bisa memperingan penderitaan anak AIDS, leukemia,
asma, dan gangguan otak yang berat. Joanne melihat musik bisa banyak
meringankan keadaan mereka. Menurut penelitian terbaru - seperti pada Nathalie
- musik berpengaruh langsung ke otak dan berakibat ke proses kerja tubuh.
Pasien pilih musik sendiri
Di AS dan Jerman,
dengan metode yang lebih modern sekelompok peneliti secara intensif mengamati
musik yang sejak ratusan tahun diketahui punya kekuatan menyembuhkan. Musik
sebagai terapi sudah sering dipakai, lewat walkman mini kondisi pasien kecil
yang berada di inkubator distabilkan, untuk menenangkan mereka yang kesakitan
di kursi dokter gigi atau yang sedang berada di ruang bersalin, bahkan juga
dipakai di pusat rehabilitasi pasien stroke. Pada penyakit yang tidak dapat
disembuhkan seperti alzheimer, musik membantu kondisi mental sang pasien agar
tidak makin mundur.
Salah seorang pioner
terapi musik adalah dr. Ralph Spintge, seorang ahli anestesi dari rumah sakit
olahraga Hellersen di Ludenscheid, Jerman. Di Hellersen, bukan cuma kamar saja
yang dilengkapi musik, tetapi juga ruang operasinya. Dari peralatan teknologi
modern yang terdiri atas enam saluran, pasien yang cuma dibius lokal bisa
memilih irama musik yang dia sukai, mulai dari Big-Band-Sound ala Glenn Miller
sampai musik klasik. Di ruang operasi ini, headphone boleh dipakai. Selama ini
kebanyakan dokter bedah menilai positif penggunaan musik. Dalam suatu
penelitian di State University of New York di Buffalo, dengan mendengarkan
musik para pelaku operasi merasa rileks saat mengerjakan "tugasnya" -
tekanan darah dan denyut jantung mereka memang naik karena tugas berat itu tapi
cuma sedikit.
"Setelah empat
tahun kami melakukan investasi musik, banyak yang dihemat!" ujar Ralph
Spintge. Kebutuhan akan obat penenang turun sampai 50%. Selain itu, karena
kebanyakan pasien lebih rileks saat dioperasi, komplikasi jarang terjadi
sehingga masa rawat inap bisa diperpendek.
Spintge, dokter di Ludenscheid yang juga profesor tamu di Institut Penelitian
Musik Universitas San Antonio , Texas , mempunyai beberapa pertanyaan
berkaitan dengan pengaruh musik terhadap manusia. Mengapa musik bisa berperan
dalam pengobatan? Sifat musik yang mana yang dapat mempengaruhi tubuh manusia,
terutama sekali otak? Apakah mungkin ada jenis musik tertentu untuk penyakit
tertentu?
Sampai di antariksa
Menurut penelitian
terakhir dan pengamatan klinisnya, memang ada hubungan antara musik dan
pengobatan. "Di dalam tubuh kita pun ada musik, mulai dari irama detak
jantung, pernapasan, sampai berbagai aktivitas otak. Selain itu, tubuh juga
terpapar musik dari luar," katanya. Dasar penelitiannya sampai saat ini
memang masih harus dilengkapi. Namun, dia melihat musik sering dipakai sebagai
pengatur kegiatan manusia. Roket, kapal selam, pesawat ruang angkasa MIR Rusia
pun dilengkapi peralatan musik dengan program khusus untuk mengatur agar para
penumpangnya mengantuk atau jangan mengantuk. Berdasarkan data-data
penelitiannya, Spintge bersama para ahli matematika dan fisika, masih
menyelidiki metronom biologis apa yang berdetak dalam diri kita dan bagaimana
musik dapat berpengaruh dalam pengobatan.
Dari hasil EKG
(elektrokardiogram), dalam keadaan tenang dan tidak kesakitan, grafik jantung
seseorang tidak melompat-lompat. Sebaliknya, pada saat sedang ketakutan,
kesakitan, atau dilanda stres, ritme jantungnya "membeku" di
frekuensi tertentu. Berdasarkan hal ini, para medis merasa perlu membuat rileks
para pasien dengan memperdengarkan musik. Ternyata cukup berhasil.
Musik sebagai alat
terapi yang dapat menyembuhkan bisa terlihat pada Imme Kramer. Warga Frankfurt
ini menderita penyakit keturunan yang amat menyakitkan dan sampai saat ini
belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga mengganggu organ dalam
lainnya, termasuk jantung. Sudah tiga kali ia mengalami serangan jantung
ringan. Dr. Ralph Spintge merasa, wanita yang berusia 48 tahun ini perlu
dirilekskan. Pada mulanya dibutuhkan paparan musik dari headphone selama 15
menit untuk membebaskan dia dari keadaan stres, berdasarkan pantauan terhadap
aktivitas ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuma lima menit mendengarkan
musik, dia sudah bisa tenang kembali.
Prof. Thaut menganggap,
musik merupakan komponen penting dalam terapi. Prof. Thaut yang kelahiran Hamburg dan direktur pusat penelitian musik untuk
biomedis dan rehabilitasi saraf di Colorado
State University di Fort Collins
meneliti pengaruh musik terhadap organ alat gerak. Dia melihat, para penari
langsung menggoyangkan kaki begitu mendengar musik.
"Keajaiban" untuk pasien stroke
Baru-baru ini, para
ilmuwan mulai mengamati mekanisme fisiologis yang menghubungkan alat pendengar
dengan sistem motorik manusia. "Baru sekarang dapat dilakukan karena baru
kini tersedia teknologi komputer yang menciptakan irama tertentu, dan juga
video yang bisa merekam setiap gerakan para sukarelawan. Dengan video ini bisa
dilihat setiap perubahan gerakan sekecil apa pun," ujar Thaut.
Ternyata organ
pendengaran pada manusia lebih baik daripada organ penglihatan. Pada zaman
nenek moyang, hanya manusia yang punya pendengaran baik yang bisa bertahan
hidup. Karena dengan mengandalkan pendengaran yang baik itu, mereka bisa
menghindar dari serangan binatang-binatang buas.
Salah satu kemampuan
dasar indera pendengaran adalah mendengar irama. Sejak berupa embrio, manusia
sudah mendengar irama, yakni irama detak jantung sang ibu. Menurut kelompok
kerja Michael Thauts pada Fort Collins ,
otak manusia sangat cepat menerima ritme dari luar dan mengubahnya menjadi
gerakan. Hal ini terlihat pada para sukarelawan yang gerakannya direkam dengan
video. Menurut Thaut, "Otak sangat cepat menerima irama dan segera
memerintahkan gerak motorik untuk bekerja."
Dari sudut pandang
medis, Thaut mempertanyakan apakah mekanisme yang merangsang ini tetap bisa
berpengaruh terhadap manusia yang otaknya rusak? Banyak pasien stroke atau
pasien parkinson tidak bisa melangkahkan kakinya atau mengkoordinasikan langkah
mereka. Anehnya, menurut kelompok kerja Prof. Thaut, mereka bisa melangkahkan
kaki kembali setelah mendengarkan musik dengan irama tertentu. Seperti ada
suatu kekuatan yang memungkinkan mereka dapat berjalan kembali. "Mereka
tidak perlu belajar lagi jalan!" ujar Prof. Thaut.
Di pusat rehabilitasi
di AS, para pasien stroke disuruh berbaris sambil mendengarkan musik mars yang
berirama dua dan empat ketukan lewat walkman. Ternyata, jenis musik ini mampu
menstimulasi otak. Tujuan perawatan ini agar si pasien terbiasa dengan irama
dan kebutuhan telinga dalam bisa terpenuhi. Dengan ini, lama kelamaan mereka
dapat bergerak normal lagi walau tanpa musik. Hasil penyelidikan menunjukkan,
kemampuan koordinasi motorik otak yang terlatih tadi lama kelamaan akan
menunjukkan perbaikan.
Contoh lain tentang
kehebatan musik tampak pada seorang pasien alzheimer yang sudah tak ada harapan
di pusat rehabilitasi New Yorker Beth Abraham. "Pasien ini menderita
parkinson hebat, tubuhnya gemetar seperti orang kedinginan. Walau demikian, dia
masih berusaha untuk bermain piano. Dia memainkan lagu-lagu dari komponis
favoritnya, yakni Frederic Chopin. Kalau sudah demikian, dia bisa duduk
berjam-jam di depan piano dan lupa akan penyakitnya. Rupanya, saat dia bermain
dan terbuai oleh lagunya itu, tubuhnya bereaksi," ujar Concetta Tomaino,
direktur program terapi musik pada rumah sakit Beth Abraham.
Berdasarkan pengamatan
di kliniknya, Concetta Tomaino melihat musik mampu "menggali" ingatan
pasien-pasiennya. "Saya pernah mencobanya pada pasien alzheimer yang
kemampuan berpikirnya hampir hilang sama sekali. Ketika saya memainkan musik
yang dia kenal sewaktu mudanya, tiba-tiba dia jadi ingat akan tempat dan
orang-orang yang pernah dia kenal."
Memang fenomena seperti
itu sampai sekarang belum jelas seluruhnya. Yang penting musik telah berhasil
mengaktifkan kembali otak. Concetta Tomaino yang bekerja sama dengan para ahli
saraf dan otak dari New Yorker Albert Einstein College of Medicine
memperkirakan, "stimulasi total" dengan musik bisa memperbaiki
minimal sebagian daerah fungsi otak yang rusak.
Hal ini juga terjadi
pada pasien stroke. Mereka tidak bisa bicara, tapi bisa sedikit bernyanyi. Ini
berhubung daerah otak yang mengendalikan kedua jenis aktivitas itu memang
berbeda. Pada beberapa kasus, fungsi bicara bisa diaktifkan kembali dengan
nyanyian, tetapi butuh waktu yang agak lama. "Tampaknya jaringan saraf
yang 'lumpuh' bisa diaktifkan kembali dengan stimulasi yang tepat. Yakni dengan
musik," ujar Concetta Tomaino. (Von Frank Ochmann/Cis).
Sumber : Artikel Temuan