CONTOH MAKALAH PEMBAHASAN PPD | BAB I PENDAHULUAN | BAB II PEMBAHASAN | BAB III PENUTUP

BAB I
PENDAHULUAN 

1.1    Latar Belakang

Pemahaman Psikologis penting untuk mengetahui kondisi  anak dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian atau observasi tentang klasifikasi  kecerdasan dan perkembangan kreativitas.

1.2    Tujuan

-          Untuk mengetahui kondisi anak dalam pembelajaran
-          Untuk mengetahui tingkat kecerdasan tiap anak

1.3    Metode

-          Mencari dan mengumpulkan  literature-literatur yang berhubungan dengan materi
-          Meringkas dan mendiskusikan materi 

BAB II
PEMBAHASAN



2.1      Klasifikasi Kecerdasan

Secara konvensional klasifikasi kecerdasan dewasa ini masih mengikuti klasifikasi yang dikembangkan oleh Binet dan Simon, dl antaranya; pertama, retardasi mental yang meliputi idiot dengan IQ 30 ke bawah, embisil dengan IQ 31-50, debil dengan IQ 51-70; kedua, slow-learner dengan IQ 71-90; ketiga. normal (rata-rata) dengan IQ 91-110; keempat, rapid-learner dengan IQ 111-130; dan kelima gifted dengan IQ 131 ke atas.
Perlu disadari bahwa dewasa ini telah berkembang cara penghitungan dan distribusi skor IQ, sehingga IQ dapat dibedakan. antara skor IQ tradisional dan skor IQ modern. (Laura E. Berk, 1994). Pertama bahwa. skor IQ tradisional sebagaimana yang dikembangkan oleh Stanford – Binet - menjelaskan bahwa skor IQ itu diperoleh dengan mengkonversikan skor mentah dengan usia mental atau mental age (MA) yang menunjukkan usia anak berdasarkar skor yang diperoleh. Misalnya, jika skor mentah rata-rata anak usia 8 tahun itu 40, maka skor mentah 40 itu sama dengan usia mental 8 tahun, Skor IQ dapat dihitung melalui membagi usia mental anak dengan usia kronologis atau chronological age (CA) dan mengalikan dengan  100:
     MA
IQ =                                          X 100
                           CA

Anak yang  mendapat di  atas IQ  100 menunjukkan  pada kelompok anak yang berkecerdasan di atas rata-rata,  sedangkan anak mendap skor dibawah IQ 100 menunjukkan pada kelompok yang berkecerdasan rencah.
Walaupun pendekatan usia mental memberikan suatu cara yang relatif nyaman untuk memancingkan skor tes anak-anak, pendekatan ini sebenarnya memiliki dua kelemahan. Pertama, pendekatan ini mendorong orang yang tidak familiar dengan dasar skor akan menyimpulkan bahwa anak yang CA-nya 8 tahun dari MA-nya 12 tahun akan seperti anak yang berusia 12 tahun dah segala hal, padahal yang relatif sama akan kemampuan akademiknya, sedangkan kemampuan sosial dipertanyakan. Kedua, perkembangan intelektual pada anak lebih muda itu cenderung lebih cepat dari pada anak yang lebih tua.  
Faktor Kecerdasan dalam Belajar dan Perkembangan anak
Pada dasarnya kemampuan manusia dapat dibedakan atas kemampuan intelektual dan non-intelektual. Demikian juga kemampuan intelektual ada yang bersifat potensial dan aktual. Kemampuan intelektual potensial dapat dipresentasikan dengan kecerdasan atau intelegensi, sedang kemampuan intelektual actual sering digambarkan dengan potensial belajar. Bila ditelaah lebih jauh, prestasi berkaitan erat dengan kecerdasan (intelegensi), bahkan prestasi sangat ditentukan oleh factor kecerdasan  Tylor (1974).
Ada sejumlah hasil penelitian yang memperkuat pendapat tersebut diatas. Pertama, study Lyn Lyn Michell dan R.D. Lombourne (Subino Hadisubroto, 1984) menyimpulkan bahwa pertama, kelompok cerdas mampu bertahan berdiskusi lebih lama dengan kognitif lebih tinggi dan mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih berbobot: kedua, kelompok cerdas mampu megemukakan gagasanya yang lebih tentative dan lebih kaya; dan ketiga kelompok cerdas lebih mampu mencapai tingkat pemahaman yang lebih rumit dan lebih kaya.

2.2      Pengertian, Teori, dan Perkembangan Kreativitas

a.      Pengertian Kreativitas

Krativitas pada dasarnya merupakan suatu istilah yang mudah diucapkan dan sulit didefinisikan  secara pasti, sehingga merupakan  istilah yang ambisius. Lebih ambisius lagi ketika istilah ini digunakan oleh orang awam, karena setia yang aneh dan unik itu kreatif, walaupun sesuatu itu tidak bermanfaat bagi orang lain. Para ahli sebenarnya telah mengembangkan pengertian kreativitas dalam bentuk popular dan makna psikologis (Hurlock, 1978).
Ada beberapa makna populer kreativitas di antaranya: P ertama kreativitas menekankan pada upaya membuat sesuatu yang baru dan berbeda, kedua, kreativitas menganggap bahwa sesuatu yang baru dan asli itu terjadi karena kebetulan, misalnya ketika anak kecil menumpuk batu dun berbentuk rumah akhirnya bangunan itu disebut rumah. Ketiga, kreativitas dapat dipahami sebagai apa saja yang telah tercipta sebagai sesuatu yang baru dan berbeda dari apa yang telah ada sebelumnya. Keempat, kreativitas itu merupakan suatu proses yang unik - suatu proses yang diperlukan tidak untuk tujuan yang lain, kecuali untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dan asli. Kreativitas menuntut jenis berpikir yang unik dan divergen,
Kelima, kreativitas sering dianggap sama dengan inteligensi atau kecerdasan yang tinggi. Orang yang ber-IQ yang sangat tinggi itu disebut genius dan orang awam sering mengatakan bahwa orang jenius disebut sebagai orang kreatif, walaupun sedikit bukti bahwa yang ber-IQ tinggi itu juga memiliki kreativitas yang tinggi. Keenam, kreativitas itu merupakan kemampuan bawaan yang tidak ada hubungannya dengan belajar atau pengaruh lingkungan. Ketujuh, kreativitas dianggap sebagai sinonim dengan imaginasi dan fantasi seperti suatu bentuk permainan mental. Galdner mengatakan bahwa kreativitas merupakan suatu aktivitas otak yang yang terorganisasikan, komprehensif, dan imanginatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu  yang orsinil. Oleh karenanya krealivitis lebih dapat dikatakan sebagai suatu yang lebih inovatif, dari pada reproduktif.
Kedelapan,  konsep kreativitas yang lainnya menunjukan bahwa semua orang dapat dikelompokkan secara garis besar menjadi dua kelompok. yaitu "conformer" dan "creator". Conformer diharapkan kedatangannya di tengah-tengah orang lain tidak akan mengganggu atau menyebabkan masalah, namun creator diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa ide-ide yang orisinil, pendapat  yang berbeda, atau cara-cara baru dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
Secara umum kerativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berpikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru  dan tidak bias (unusual) dan menghasilkan  penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
Kreativitas sebagai proses (process). Yaitu bersibuk diri secara kratif  yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpifir.

b.      Teori Krativitas

Keragaman definisi kreativitas yang ada erat seklai kaitannya dengan keragaman teori yang mendasarinya. Didasari bahwa tidak ada satu pun definisi yang sempurna, karena sejauh ini belum ada teori yang dianggap paling komprehensif dan sempurna yang dapat menjelaskan hakekat kreativitas.
Mackler dan Shontz (Kintz dan Bruning, 1970)  mengemukakan bahwa dalam studi kreativitas ada enam teori pokok, yaitu : teori psikoanalitik, assosionistik. Gestalt, eksistensial, interpersonal, dan trait.
1)      Teori Psikoanalisis
Freud merasa bahwa ada tiga alat untuk mengadaftasi kesukaran hidup, yaitu : peralihan minat yang kuat, gratifikasi substansitif  dan substansi yang memabukan. Kreativitas dipandang sebagai pengganti, yaitu alat yang dapat melepaskan dari kesukaran, sehingga dapat mencapai berbagai tingkat kepuasan  dalam waktu yang terbatas. Individu kreatif adalah individu yang lari dari kenyataan, karena dia dapat memenuhi tuntutannya untuk meninggalkan kepuasan intensif, kemudian dia kembali menuju dunia fantasi di mana dia dapat memuaskan keinginannya yang erotik dan ambisius.

2)      Teori Assisiasionistik
Ribot (1960) adalah pelopor assosiasionist modern yang berkenaan dengan kreativitas. Assosiasi adalah proses keadaan mental yang menyatu, sehingga suatu proses cenderung dapat menimbulkan proses lainnya. Sejalan dengan assosiasi, berfikir analogis merupakan hal  yang penting dalam proses kreatif. Aspek kreatif intelektual terdiri dari proses yang saling melengkapi, yaitu asssiasi dan dissosiasi. Teori assosiasionistk berkenaandengan kemampuan berfikir dan menggunakan  sejumlah ikatan assoasiatif yang ada pada diri individu.
3)      Teori Gestalt
Wertheimer (1945) menunjukan kesannya bahwa ada dua pendekatan dalam memahami masalah berfikir kreatif dan produktif. Yaitu teori logika tradisional dan assosiatif.
4)      Teori Eksistensial
Eksistensialisme merupakan suatu teori yang hamper sama dengan teori Gestalt. Kedua teori mencoba menjelaskan pribadi kreatif sendiri dalam momen-momen kreatifnya.
5)      Teori Interpersonal
Pendekatan interpersonal terhadap kreativitas menekankan pada creator sebagai inovator dan orang lain yang mengenal atau mengakui krasinya. Teori ini memandang penting  arti nilai dalam kreatif, karena nilai mengimplikasikan pengakuan dan control social.
6)      Teori Trait
Teori trait berbeda sekali dengan kelima teori sebelumnya. Trait merupakan karakteristik individu dan dapat diteliti melalui suatu pendekatan yang menekankan pada perbedaan individual.

c.       Perkembangan kreativitas Anak

Hurlock (1978) menegaskan bahwa hasil sejumlah studi krativitas menunjukan bahwa perkembangan kreativitas mengikuti suatu pola yang dapat diramalkan. Ada sejumlah variasi di dalam pola ini. Demikian juga ada beberapa factor yang berpengaruh terhadap variasi-variasi tersebut, diantaranya : Jenis kelamin, status sosio-ekonomik, posisi urutan kelahiran, ukuran besar anggota keluarga, lingkungan kota versus desa, dan intelegensi.
Pertama, anak-anak lelakimenunjukan kreativitas yang lebih tinggi dari pada anak perempuan, terutama di masa-masa perkembanan. Di sebagian masyarakat, anak lelaki mendapat perlakuan berbeda dari anak perempuan.
Kedua, anak-anak yang berlatar belakang sosio-ekonomis lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari pada anak-anak yang berlatar belakang rendah. Kelompok pertama diduga mendapatkan perlakuan orang tua  yang lebih demokratis, sementara kelompok keduannya lebih banyak mendapat perlakuan otoriter.
Ketiga, bahwa anak posisi kelahiran berbeda menunjukan tingkat krativitas yang berbeda.
Keempa,. anak-anak  dari keluarga kecil cenderung lebih kreatif dari pada anak-anak dari keluarga besar. Hal ini disebabkan oleh pengasuhan dalam keluarga besar menuntut sikap yang lebih otoriter guna dapat mengendalikan anak yang banyak itu.
Kelima,  anak-anak dari lingkungan kota cenderung lebih kreatif dari pada anak-anank dari lingkungan desa, karena yang pertama lebih banyak mendapatkan lingkungan yang lebih memberikan stimulus dalam pengembangan krativitas.
Terakhir,  untuk anak yang sesusia, anak-anak yang cerdas menunjukan kemampuan kreatif yang lebih dari pada anak-anak yang kurang cerdas. Yang pertama cenderung memiliki ide-ide yang lebih baru dalam mengatasi situasi konflik social dan mampu merumuskan lebih banyak alternative pemecahan terhadap konflik-konflik itu.

d.      Faktor  Kreativitas dan Pengembangannya dalam KBM

Pertama, sikap sosial yang tidak menyenangkan, sehingga menghalangi perkembangan kreativtas harus dikurangii dan dihilangkan.
Kedua, menciptakan kondisi-kondisi yang menyenangkan bagi pengembangan kreativitas anak sejak usia dini dalam hidupnya, sehingga mereka mencapai usia-usia puncak perkembangan.
Ketiga, kendatipun anak berada di jauh dari prestasi sebagaimana yang distabdarkan orang dewasa, anak-anak harus tetap didorong untuk kreatif bebas dari kritik-kritik yang merugikan anak,
Keempat, bahan-bahan di materi-materi yang diberikan kepadanya hendaknya mampu memberikan stimulus anak untuk melakukan eksprimen dan eksplorasi yang memungkinkan dapam mengembangkan kreativitas.
Kelima,  lingkungan keluarga dan sekolah seyogyana mampu menstimul kreativitas anak dengan memberikan bimbingan dan dorongan untuk menggunakan bahan-bahan yang tersedia yang pada akhirnya dapar mendorong kreativitas anak.
Keenam,  orang tua yang merasa tidak terlalu memiliki dan melindungi anak cenderung dapat mendorong anaknya untuk lebih mandiri dann percaya diri. Dua kondisi yang kualitas ini sungguh memiliki kontribusi yang sangat bermakna bagi kreativitas anak.
Ketujuh, pengasuhan anak yang demokratik dan permisif di dalam keluarga dan sekolah dengan dihindarkannya pengasuhan yang otoriter cenderung dapar memelihara  dan mengembangkan potensi kreatif anak. Akhirnya, kreativitas tidak akan pernah berkembang dalam suasana yang vakum. Artinya bahwa semakin banyak pengetahuan yang didapat anak-anak, maka semakin jauh fundasi yang dimiliki anak untuk membangun kreativitas.



BAB III
KESIMPULAN


Secara konvensional  klasifikasi kecerdasan dewasa ini diantaranya: pertama. Retardasi mental yang meliputi idiot dg IQ 30 ke bawah, embisil dengan IQ 31 – 50, debil dengan  IQ 51 – 70. Kedua, slow learner dg IQ 71 – 90. Ketiga, Normal (rata-rata) dengan IQ 91 – 110, Keempat, rapid learner dengan IQ 111 – 130 dan Kelima, gifted IQ 131 ke atas.
Secara umum kreativitas dapat doartkan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan.
  

DAFTAR PUSTAKA

-          R. Semiawan. Conny. (1998), Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. DEPDIKBUD.
-          Soemadi Soerjabrata. Psikologi Pendidikan Cetakan ke-dua, Rake Press. Jogyakarta



Pengunjung