Makalah Fiqih Muamalah

BAB 1
PENDAHULUAN

Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana, penyaluran dana, membeli, menjual dan menjamin atas risiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. Pada perbankan syariah, prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti murabahah, salam dan istishna’.
Pada makalah ini akan dibahas jenis jual-beli “SALAM” saja. Namun sebelum membahas lebih detil, akan dijelaskan dulu landasan kebolehan jual beli secara kredit dan perkembangan akad jual beli di perbankan syariah Indonesia secara umum.
Allah telah berfirman dalam Al-Quran,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah 2:275).
Firman tersebut menjadi dalil bagi kebolehan jual beli secara umum.
Selain itu, para ulama telah membolehkan jual beli secara kredit, di antaranya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu.
Data statistik yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) mengenai laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2004 menunjukkan sekitar 66,3 persen pembiayaan syariah menggunakan akad jual-beli. syariah lainnya juga sangat diminati.


Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Maulana Ibrahim Kendati mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 71,5 persen, hal itu bukan berarti peminat pembiayaan murabahah menurun. Hal ini justru menunjukkan, bahwa produk perbankan
Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin mengungkapkan, masih besarnya peminat perbankan syariah produk pembiayaan murabahah menunjukkan bahwa produk dengan akad jual beli dengan sistem bagi hasil ini diminati oleh nasabah perbankan syariah karena dinilai memiliki resiko yang paling kecil. Sebab pembiayaan dengan sistem murabahah ini, akadnya sangat jelas, barangnya jelas dan keamanannya juga jelas. Karena itu, wajar kalau produk pembiayaan murabahah ini masih banyak diminati.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Syar’i
Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak arti, yang hanya secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal. Yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”. Sedangkan para fuqaha’ menyebutnya dengan al-Mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang tidak ada di tempat, sementara dua pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Jual beli pesanan dalam fiqih islam disebut as-salam sedangkan bahasa penduduk hijaz, sedangkan bahsa penduduk iraq as-salaf. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama, sebagaimana dua kata tersebut digunakan oleh Nabi, sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad bay’salam, beliau menggunakan kata as-salaf disamping as-salam, sehingga dua kata tersebut merupakan kata yang sinonim.
Secara terminology ulama’ fiqih mendefinisikannya : 
بيع اجل معاجل او بيع شيئ موصوف في الذمة اي انه يتقدم فيه رأس المال ويتأخر المثمن لأجله
“menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang cirri-cirinya jelas dengan pembayaran modal di awal, sedangkan barangnya diserahkan kemudian”. 
Sedangkan Ulama’ Syafi’yah dan Hanabilah mendefinisikannya sebagai berikut : 
عقدعلى موصوف بذمة مقبوض بمجلس عقد
“akad yang disepakati dengan menentukan cirri-ciri tertentu dengan membayar harganya terlebih dulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam suatu majelis akad”.
Dengan adanya pendapat pendapat diatas sudah cukup untuk memberikan perwakilan penjelasan dari akad tersebut, dimana inti dari pendapat tersebut adalah; bahwa akad salam merupakan akad pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya diserahkan kemudian, tapi ciri-ciri barang tersebut haruslah jelas penyifatannya.
Dan masih banyak lagi pendapat yang diungkapkan para pemikir dalam masalah ini, sebagaimana al-Qurthuby , An-Nawawi dan ulama’ malikiyah, serta yang lain, mereka ikut andil memberikan sumbangsih pemikiran dalam masalah ini, akan tetapi karena pendapatnya hampir sama dengan pandapat yang diungkapkan diatas, maka penulis berfikir, bahwa pendapat diatas sudah cukup untuk mewakilinya.
Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah
keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-
beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. 
2.2 Landasan Syariah Salam 

Al-Qur'an
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Al-Baqarah 2: 282).
Al-Hadits
1. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata, "Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”
2. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Nabi SAW datang ke Madinah di mana mereka melakukan jual beli As salaf untuk penjualan buah-buahan dengan waktu satu tahun atau dua tahun. Lalu rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu.”

2.3 Operasional Salam
Syarat utama salam adalah barang atau hasil produksi yang akan diserahkan kemudian tersebut dapat ditentukan spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Apabila ternyata nantinya barang yang diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan di awal maka nasabah harus bertanggung jawab dengan cara menyediakan barang sejenis yang sesuai dengan spesifikasi atau mengembalikan seluruh uang yang telah diterima.
Contohnya petani tembakau membutuhkan uang saat ini sedangkan panen belum tiba, maka petani tersebut dapat meminta kepada Bank Syariah untuk membeli hasil panen yang akan datang dan bank akan menjualnya kembali kepada petani tersebut dengan cicilan yang disepakati dalam jangka waktu tertentu. Tentunya Bank Syariah akan menerapkan persentase keuntungan tertentu sesuai kesepakatan.
Contoh lainnya, petani tembakau ingin menjual hasil panennya 2 bulan mendatang kepada pedagang. Dalam hal ini katakan pedagang belum memiliki uang. Maka kedua pihak tersebut dapat pergi ke Bank Syariah dan mengajukan pembiayaan salam.
Bank Syariah akan memberikan uang tunai kepada petani tembakau dan pedagang tersebut memiliki utang kepada Bank Syariah dan sesuai dengan kesepakatan akan dicicil dan dilunasi dalam jangka waktu tertentu. Bank akan menambahkan sejumlah persentase keuntungan yang disepakati.
Ø Rukun Salam
• Muslim (pembeli atau pemesan)
• Muslam ilaih (penjual atau penerima pesanan)
• Ra’s al-mal (harga pesanan atau modal yang dibayarkan)
• Muslam fih (barang yang dipesan)
• Sighat Ijab Qabul (ucapan/akad serah terima)
Ø Syarat salam : 
Secara umum persyaratan dalam akad salam tidak berbeda dengan akad jual beli pada umumnya, yaitu:barang yang dipesan adalah milik penuh muslam ilaih, bukan barang najis dan bisa diserahterimakan. Akan tetapi dalam akad salam, tidak ada persyaratkan bagi muslim (pemesan) untuk melihat barang yang di pesan. Ia hanya disyaratkan untuk menentukan sifat-sifat barang pesanan tersebut secara jelas.
Sedangkan persyaratan secara rinci dapat dilihat dari rukun-rukun salam :
1. Syarat Aqidain: Muslim (pembeli atau pemesan) dan syarat muslam ilaih (penjual atau penerima pesanan)
a. Harus cakap hukum
b. Suka Rela, tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan 
2. Syarat Ra’s al-Mal (dana yang dibayarkan)
a. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai
b. Modal harus diserahkan pada saat akad (tunai): modal dalam bentuk hutang tidak diperbolehkan karena akanmengakibatkan jual beli hutang dengan hutang. Demikian pembayaran salam tidak boleh berbentuk pembebasan hutangyang harus dibayar oleh muslam ilah (penjual/penerima pesanan). Hal ini adalah untuk mencegah praktek riba melalui mekanisme salam.
3. Syarat Muslam Fih (barang yang dipesan)
a. Ditentukan dengan sifat-sifat tertentu, jenis, kualitas dan jumlahnya.
b. Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut, tentang klasifikasi kualitas serta mengenai jumlahnya.
c. Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
d. Tempat penyerahan barang harus disepakati oleh pihak-pihak yang berakad.
1.Para Ulama’ melarang penggantian barang yang dipesan (Muslam Fih) dengan barang lainnya. Penggantian ini tidak diperkenankan, karena meskipun belum diserahkan, barang tersebut tidak lagi milik muslam alaih, tetapi sudah milik pemesan (Fi Dzimmah). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dna kualitas yang sama, meskipun sumbernya berbeda, para ulama’membolehkannya.
e. Satu jenis (tidak bercampur dengan jenis yang lain).
f. Barang yang sah diperjualbelikan.
4. Syarat Ijab Qabul
a. Harus jelas disebutkan secara spesifik dengan siapa berakad.
b. Antara ijab dan qabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
c. Tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang.
d. Akad harus pasti, tidak ada khiyar syarat.
Ketentuan umum salam:
1. Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas "A" dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua bulan mendatang.
2. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
3. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.’’
2.4 Aplikasi Jual Beli Salam di Perbankan Syariah
Kita semua tahu bahwa salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary. Termasuk perbankan syariah, bank-bank ini tidak merasa tertarik dengan proses mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Bank-bank ini hanya menyediakan dana untuk pembiayaan. Lalu bagaimana model jual beli salam dapat diterapkan dalam dunia perbankan syariah?
Jawabannya sebenarnya sangat mudah, hanya memerlukan sedikit keberanian dan kerelaan untuk menanggung resiko agar skema jual beli salam ini bias sukses. Hal ini disebabkan pihak bank harus mempersiapkan diri dengan kerugian-kerugian yang mungkin terjadi dari jatuhnya harga Al Muslam Fiih (barang yang akan diserahkan). Dan tentu saja, jual beli salam tidak dapat diterapkan untuk semua hasil pertanian. Skema jual beli salam yang dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah adalah seperti pada Gambar berikut.
Keterangan:
Koperasi petani mangga harum manis memerlukan bantuan dana untuk mensukseskan panen anggota-anggotanya tahun depan terhitung dari sekarang. 
Untuk itu, koperasi petani tersebut mendatangi bank syariah dan menawarkan skema jual beli salam agar bank syariah tidak rugi dan petanipun dapat panen dengan baik. Maka prosesnya adalah sebagai berikut:
(1) Bank syariah membeli 10 ton mangga harum manis dari koperasi petani buah mangga harum manis dengan harga Rp. 50.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun ke depan.
(2) Bank syariah membayar tunai kepada koperasi tersebut sebesar: Rp.50.000,- x 1000 x 10 = Rp. 500.000.000,- .
(3). Bank syariah menjual kepada pemborong buah mangga harum manis dengan harga Rp.55.000,- per kilogram menggunakan akad jual beli salam untuk 1 tahun kedepan.
(4). Pemborong membayar tunai kepada bank syariah sebesar: Rp.55.000,- x 1000 x 10 = Rp.550.000.000,-.
(5). Setelah satu tahun berlalu, koperasi petani mengirimkan mangga harum manis dengan jumlah dan kualitas sesuai pesanan kepada bank syariah.
(6). Bank syariah kemudian mengirimkan buah-buah tersebut kepada pemborong.
(7). Pemborong menjual mangga harum manis di pasar buah dengan harga Rp.100.000,- per kilogram.
(8). Pemborong mendapatkan keuntungan dari penjualan mangga di pasar buah.
Dari penjelasan dalam skema di atas, terlihat bahwa semua yang terlibat dalam jual beli salam mendapatkan keuntungan mereka masing- masing. Para petani mendapatkan keuntungan berupa panen yang baik dengan hasil yang memuaskan disebabkan keperluan-keperluan mereka dalam mengelola perkebunan tersebut dapat terpenuhi dengan uang tunai   yang dibayarkan di muka oleh pihak bank syariah. Sedangkan pihak bank syariah mendapatkan keuntungan sebesar lima puluh juta rupiah yang merupakan selisih harga jual kepada pemborong dengan harga beli dari petani mangga. Dan pihak pemborong mendapatkan keuntungan dari selisih harga beli dari bank syariah dengan harga jual di pasar buah.
Memang resiko yang ditanggung oleh pihak bank dan pemborong cukup besar, utamanya ketika prospek harga barang tersebut ke depannya tidak terlalu positif. Oleh karena itu, sikap kehati-hatian bank dalam model jual beli ini sangatlah tinggi, dan skema ini pada akhirnya memang tidak dapat diterapkan untuk semua jenis produk atau hasil pertanian, hanya pada jenis-jenis hasil pertanian yang dapat diramalkan bagus.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary. Termasuk perbankan syariah, bank-bank ini tidak merasa tertarik dengan proses mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Bank-bank ini hanya menyediakan dana untuk pembiayaan.
Landasan Syariah Salam : Dalam Al Qur'an “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Al-Baqarah 2: 282). Dalam Al Hadits Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai dengan batas waktu tertentu.” 
Syarat utama salam adalah barang atau hasil produksi yang akan diserahkan kemudian tersebut dapat ditentukan spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.

3.2 Saran

Makalah ini hanya sebagian kecil saja menguraikan tentang Jual Beli Salam. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna banyak sekali kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari penyusunan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca. Akhirnya penyusun mengucapkan Alhamdulillah atas terselesaikannya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Syeb, Sudono. 2006. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Delta Media

Hakim, Ahmad. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: PT Mutiara

Sulaiman, Rasyid. 2000. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Pengunjung