BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
ANALISIS TEORITK TENTANG PEMAHAMAN SISWA DALAM
BIDANG STUDI AKHLAK HUBUNGANNYA DENGAN DISIPLIN BELAJAR MEREKA
A. Pengertian Pemahaman
Kata
pemahaman dalam kamus bahasa Arab Al-Munawir (1997:1075) diungkapkan dengan
kata al-fahmu yang berarti faham,
kata ini erat kaitannya dengan kecerdasan seseorang (adzaka). Dalam sebuah
hadits dijelaskan tentang makna pemahaman yang artinya “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, Dia akan memberikan
pemahaman, agama (yang mendalam) kepadanya (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Afifuddin (2005:50), pemahaman merupakan kemampuan memahami arti
atau makna dari sesuatu materi pelajaran, seperti menafsirkan, menjelaskan atau
meringkas tentang sesuatu. Kemampuan semacam ini lebih tinggi daripada
pengetahuan.
Pemahaman muncul pada diri seseorang setelah ia melakukan
penginderaan atas suatu objek yang melibatkan otak dan hati sebagai pemroses
objek tersebut. Pemahamanpun akan muncul dalam bentuk kesadaran dan selanjutnya
dalam perkataan dan perbuatan. Adanya pemahaman yang dimanifestasikan dalam
perbuatan atau perkataan, menunjukkan bahwa pemahaman sebagai bagian dari ranah
kognitif akan berakibat kepada perilaku seseorang (ranah psikomotor). Hal
ini senada dengan yang diungkapkan oleh Muhibbin Syah (1995:65) bahwa jika ada
keberhasilan dalam perkembangan ranah kognitif^ maka besar kemungkinan
dampak positif yang akan ada dalam diri seseorang baik itu ranah
afektifmupun ranah psikomotor.
B. Pengertian dan Definisi Akhlak
1.
Definisi Akhlak
Dari
sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan)
tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai),
at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman),
al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun
akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang
pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan
dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic,
akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak
memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk
menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada
berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M)
yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu
misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.
Definisi-definisi
akhlak tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita
dapat melihat lima
cirri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu; pertama, perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah
menjadi kepribadiaannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat
melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar,
hilang ingatan, tidur atau gila. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Keempat,
bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,
bukan main-main atau karena bersandiwara. Kelima, sejalan dengan cirri yang
keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian
Akhlak
dijelaskan dalam banyak ungkapan di dalam Al-Quran dan As-sunah. Seperti Di
dalam Al-Quran Allah Swt menjelaskan tentang betapa agungnya akhlak Nabi
Muhammad SAW yang harus menjadi contoh teladan bagi seluruh ummat manusia. Hal
tersebut dijelaskan dalm surat
Al-Ahjab ayat : 21,
ôs)©9
tb%x. öNä3s9 Îû
ÉAqßu «!$# îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur
tÅzFy$#
tx.sur
©!$#
#ZÏVx.
ÇËËÈ
Artinya
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
9rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. Sementara dalam sebuah hadis
diungkapkan bahwa Rasul Saw diutus kepada ummat manusia untuk memperbaiki
akhlak manusia. Rasul saw Bersabda yang artinya:
“sesunggunya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad).
Akhlak
dalam kamus besar bahasa Indonesia (1989: 23) diartikan sebagai budi pekerti
atau kelakuan. Budi pekerti merupakan masalah yang pelik, bahkan dianggap
sebagai sesuatu yang abstrak. Dikatakan abstrak karena konsep budi pekerti itu
belum terungkap secara operasional. Oleh karena itu menurut Edi Sedyawati, dkk
(1999: 4-5) menjelaskan bahwa, mengacu pada pengertian bahasa inggris, budi
pekerti diterjemahkan sebagai moralitas. Moralitas mengandung beberapa
pengertian, antara lain adat istidat, sopan santun, dan perilaku.
Secara Bahasa atau etimologis : kata "Akhlaq" berasal dari kata kata "Khuluq" yang berarti : Budi
pekerti; Perangai; Tingkah laku; atau Tabi'at. Secara Istilah / Terminologis : Dari
pengertian etimologi ini, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma
prilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang
mengatur antar manusia dengan Tuhannya dan bahkan dengan alam semesta.
Secara
terminologi, akhlak Menurut Imam Al-Ghazaly (1989:58) adalah : "Akhlaq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan."
Sedangkan
Ibrahim Anis (1975:202) mengemukan bahwa akhlak adalah : “Sifat yang tertanam
dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-mcam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Karena itu, menurut
Muhammad Azmi (2006) menjelaskan bawa definisi yang dikemukakan oleh imam
Gojali dan Ibrahim Anis dapt dipahami
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga akan
muncul secara spontan bilaman diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran dan
peryimbangan lebih dahulu.
Sementara
menurut Muhammad Sholeh Qasim dalam http://www.nu.or.id/page.php
(2009) menjelaskan yang menjadi fokus
pandangan Al-Quran, Apa arti akhlak? Kata Imam Ghazali, akhlak adalah wajah
batiniah manusia. la bisa indah dan bisa juga buruk. Akhlak yang indah disebut
السَّـيِّئُ اَلْخُلُقُ sementara akhlak buruk disebut الْحَسَـنُ اَلْخُلُقُ. Akhlak
yang baik adalah akhlak yang mampu meletakkan ‘Aqliyyah (Kejernihan fikir),
Ghadhabiyyah (Emosi/Kemarahan), Syah-waniyyah (Keinginan-keinginan Syahwat) dan
Wahmiyyah (Angan-angan) secara proporsional dalam jiwa manusia, serta mampu meletakkan
dan menggunakan secara adil dalam dirinya. Manusia yang berakhlak baik adalah orang
yang tidak berlaku ifrath alias eksesif atau melampau batas dalam
menggunakan empat hal di atas, dan juga tidak bersifat tafrith atau
menyia-nyiakan/mengabaikannya secara total. la akan sangat adil dan
proporsional di dalam menggunakan keempat anugerah Ilahi itu. Dengan kata lain
akhlak yang baik adalah suatu keseimbangan yang sangat adil yang dilakukan oleh
seseorang ketika berhadapan dengan empat fakultasnya di atas. la tidak ifrath
di dalam menggunakan rasionalitasnya sehingga mengabaikan wahyu, dan juga tidak
tafrith sehingga menjadi bodoh. la tidak ifrath di dalam menggunakan ghadhab
atau emosinya sehingga menjadi agresor, namun tidak juga tafrith sehingga
menjadi pengecut. la tidak ifrath di dalam syahwatnya sehingga
menghambur-hamburkan nafsunya, namun juga tidak tafrith seperti
biarawan-biarawati. la mampu meletakkannya secara seimbang sehingga ia membagi
secara adil mana hak dunianya dan mana hak akheratnya. Kemampuan itu disebut
dengan al-Khuluqul hasan اَلْخُلُقُ الْحَسَنُ
Sedangkan
menurut Syaikh Mustafa Masyhur (2004:103) menjelaskan bahwa akhlak dan moral
islam itu memainkan peranan penting dalam kehidupan individu. Ia berkaitan erat
dengan segala aktivitas hidupnya, berkaitan dengan tingkah laku dan sikapnya
dengan kerabat, tetangga dan sahabat-sahabatnya.
2.
Sifat-sifat Akhlak
Dalam
pandangan Prof. Dr. Edi Sedyawati, dkk (1999) menjelaskan ada 56 sifat-sifat
budi pekerti luhur (akhlak), dan penulis merincinya hanya 20 poin saja, yaitu:
a.
Bekerja Keras
Sikap
dan prilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku
tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu.
b.
Berani mengambil Resiko
Sikap
dan prilaku yang sampai batas-batas tertentu tidak takut menghadapi akibat apap
pun untuk mempertahankan ketetapan yang telah dipilihnya.
c.
Berdisiplin
Kesadaran
akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri, sesuai dengan tata
tertib yang berlaku dalam suatu ketaraturan secara berkisanambungan yang
diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.
d. Beriman
Sikap
dan perilaku yang menunjukan keyakinan akan adanya kekuatan sang Penciptya atau
Tuhan. Keyakinan ini disertai kapatuhan dan ketaatan dalam mengikuti perintah
dan menjauhi segala larangan-Nya.
e. Berhati
lembut
Sikap
dan perilaku yang menunjukan kehalusan perasaan akan keadaan orang lain.
f. Berinisiatif
Sikap
dan perilaku yang penuh perkasa, yaitu tanpa disuruh atau dinerikan contoh oleh
orang lain, dengan sendirinya sudah melakukan tindakan yang penting. Bahkan,
kalau perlu mendahului orang lain (sebagai perintis).
g. Berpikir
Matang
Sikap
dan perilaku yang menunjukan kemampuan berpikir secara objektif dan mampu
mengendalikan prasangka serta terbuka akan koreksi.
h. Berpikir
Jauh Kedepan
Sikap
dan perilaku yang memandang Sesutu untuk jangka panjang. Apa pun tindakan yang
dilakukan, akibatnya tidak hanya untuk hari ini, tetapi untuk hari esok yang
lebih baik.
i. Bersahaja
Sikap
dan perilaku yang sederhana dan sewajarnya
j. Bersemangat
Sikap
dan perilaku yang selalu dapat bertahan dan bergairah dalam melakuakn Sesutu.
k. Bersikap
Konstruktif
Sikap
dan perilaku yang membina dan membangun kea rah tujuan-tujuan yang positif.
l. Bersyukur
Sikap
dan perilaku yang tahu dan mau berterima kasih kepada Tuhan atas hikmat dan
karunia yang telah dilimpahkan-Nya.
m. Bertanggung
Jawab
Sikap
perilaku yang berani menanggung segala akibat dari perbuatan atau tindakan yang
telah dilakukannya.
n. Bertenggang
Rasa
Sikap
dan perilaku yang mampu mengekang keinginan-keinginan dan kepentingan diri
sendiri dalam keseimbangan dengan memperhatikan kepentingan orang lain.
o. Bijaksana
Sikap
dan perilaku yang dalam segala tindakannya selalu menggunakan akal budi, penuh
pertimbangan, dan rasa tanggung jawab.
p. Cerdik
Sikap
dan perilaku yang mampu melakukan penyesuaian diri atas berbagai tantangan yang
datang dari lingkungan hidupnya.
q. Cermat
Sikap
dan perilaku yang menunjukkan ketelitian, keseksamaan, penuh minat, dan kehati-hatian.
r. Dinamis
Sikap
dan perilaku yang mampu menyesuaikan diri dalam segala keadaan dan lingkungan
serta mampu menjawab persoalan atau tantangan-tantangan yang baru dan mampu
menghadapi perkembangan jaman.
s. Jujur
Sikap
dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa
adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran.
t. Menghargai
Waktu
Sikap
dan perilaku yang mampu memanfaatkan waktu yang tersedia secaraefisien dan
efektif sehingga berhasil guna yang maksimal.
3.
Urgensi Pendidikan Akhlak
Pendidikan
moral dalam pandangan Abdullah Nashih Ulwan (2002:193) mengatakan; yang
dimaksud pendidikan moral adalah serangkaian prinsip dasar moral dan keutamaan
sikap serta watak (tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh
anak sejak masa pemula hingga ia menjadi seorang mukalaf, yakni siap mengarungi
lautan kehidupan.
Termasuk
persoalan yang tidak diragukan lagi, bahwa moral, sikap, dan tabiat merupakan
salah satu buah iman yang kuat dan pertumbuhan sikap keberagaman seseorang
benar.
Masih
Menurut Abdullah Nashih Ulwan (2002) hal ini telah dibuktikan dengan
keberhasilan yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua yang beragama terhadap
anak-anaknya, dan para pendidik terhadap murid-muridnya.
Sementara menurut Ahmad
Tafsir (2006; 121) mengemukan bahwa ada beberapa aliran etika, tetapi pada
aliran manpun toh etika itu tetap norma baik-buruk perbuatan berdasarkan akal. Ada memang, aliran etika
yang berdasarkan agama, nah, yang ini menurut saya adalah akhlak. Adapun akhlak
adalah budi pekerti yang tentukan oleh agama. Dalam arti inilah nabi Muhammad
SAW diutus, untuk memperbaiki akhlak ummat manusia. Akhlak ilah ukuran
baik-buruk perbuatan manusia menurut agama.
1.
Mahatma Ghandi, tokoh pemimpin India
menyatakan. “ Agama dan moral yang luhur adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Agama adalah ruh moral, sedangkan moral merupakan cuaca bagi ruh itu. Dengan
kata lain, agama memberikan makan, menumbuhkan dan membangkitkan moral, seperti
halnya air memberikan makan dan menumbuhkan tanaman”
2.
Kant, seorang filosof mengatakan “ Moral
itu tidak akan tercipta tanpa adanya tiga keyakinan, yaitu keyakinan Adanya
Tuhan, kekalnya roh dan adanya perhitungan setelah mati.
Maka
tidak aneh jika islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari asfek
moral dan akhlak, dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga dalam
membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang tinggi, yang erat kaitannya bagi
perkembangan mereka.
Muhibbin Syah (2006:75)
menjelaskan selanjutnya pendidikan baik yang berlangsung secara formal di
sekolah maupun yang berlangsung secara informal di lingkungan keluarga memiliki
peranan penting dalam mengembangkan psikososial siswa. Perkembangan psikososial
siswa, atau sebut saja perkembangan sosial siswa, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota
masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain.
4. Ruang Lingkup Pengajaran
Akhlak
Menurut Muhammad Azmi
(2006: 61-67) “Secara garis besar akhlak di bagi menjadi dua yaitu Pertama, akhlak kepada Allah (khalik)
dan kedua, akhlak kepada semua
ciptaan Allah (makhluk). Akhlak terhadap makhluk di bagi menjadi dua yaitu
Pertama, akhlak kepada sesame manusia, kedua, akhlak kepada bukan manusia.
Akhlak terhadap manusia dibagi menjadi dua bagian yaitu akhlak terhadap diri
sendiri dan akhlak terhadap orang lain.akhlak terhadap orang lain di bagi
menjadi lima
yaitu : akhlak kepada rasulullah saw, orang tua, karib kerabat, tetangga, dan
masyarakat. Sedangkan akhlak terhadap makhluk di bagi menjadi dua yaitu akhlak
terhadap makhluk Allah yang hidup yaitu tumbuh-tunbuhan dan hewan dan akhlak
terhadap makhluk Allah yang mati yaitu tanah, udara, air dan lain-lain.”
C.
Disiplin Belajar Siswa
1. Pengertian Disiplin
Salah
satu alasan mengapa disiplin diperlukan karena disiplin akan mempengaruhi emosi
anak. Ada
kaitan yang erat antara disiplin dan pengembangan serta penguasaan emosi anak.
Penerapan disiplin yang tidak tepat berpotensi menghambat pemgembangan dan
penguasaan emosi anak.
Namun,
pertama kita akan membahas definisi disiplin itu sendiri. Definisi mendisiplin
anak adalah usaha yang terencana dari pihak orang tua untuk:
“mengendalikan dan menghilangkan
perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan orang tua dan menumbuhkan dan
memertahankan perilaku anak yang sesuai dengan harapan orang tua”
(lihat http://www.telaga.org/ringkasan.php).
Menurut
pandangan Prof. Dr. Edi Sedyawati, dkk (1999:14) menjelaskan bahwa disiplin
adalah :
“ Kesadaran akan
sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri, sesuai dengan tata tertib
yang berlaku dalam suatu ketaraturan secara berkisanambungan yang diarahkan
pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.Ini diwujudkan dengan
prilaku yang konsisten, taat asas menuju pada tujuan tanpa perlu pengawasan dan
dorongan secara terus menerus. Perilaku ini diwujudkan dalam hubungannya dengan
Tuhan dan diri sendiri.”
Muhammad Abdul Halim
Hamid (2001: 62) menjelaskan tentang definisi disiplin atau kedisiplinan adalah
:” mewujudkan pelaksanaan atau tuntutan tugas, atau mengendalikan suatu realitas
atas tuntunan terjadinya sesuatu yang bersifat syar’i atau da’awi. Dengan
demikian kedisplinan bisa bersifat syar’i atau da’awi. Kedsiplinan bersifat
syar’i adalah pengendalian akidah, ibadah, akhlak dan muamalah sesuai dengan
apa yang dibawa islam dlam seluruh asfek tersebut”
D.
Pengertian Belajar
Menurut
Muhibbin Syah (2006:89) mendefinisikan belajar sebagai berikut: “Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat fundamental dalam
setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan”
Ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Masih menurut Muhibbin Syah (2006:89)
“Sebagian orang
beranggapan bahwa belajar adalah semat-mata mengumpulkan atau menghafalkan
fakta-fakta yang terjadi dalam bentuk informasi/ materi pengajaran.Orang yang
beranggapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya
telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi
yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru. Disamping itu, ada
pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti yang
tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacam ini,
biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu
memperlihatkan keterampilan jasmaniyah tertentu walaupun tanpa pengetahuan
mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut
Skiner,
seperti yang dikutip Barlow (1985) berpendapat bahwa “ Belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesusaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif” Skiner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan
hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
Muhibbin Syah (2006:
90) mengutif pendapat Hintzman (dalam buku the
psychology of learning and memory), “Belajar adalah suatu perubahan yang
terjadi dalam diri organism (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman
yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut.” Jadi, dalam pandangan
Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat
dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme
Secara
institusional (tujuan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi”
tau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang ia telah
pelajari. Bukti Institusioanl yang menunjukan siswa telah belajar dapat
diketahui dengan proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar
akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam
bentuk skor.
Adapun
pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh
arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan tercapainya daya
piker dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini
dan nanti dihadapi siswa.
Bertolak
dari berbagai definisi yang telah diuraikan tadi, secara umum belajar dapat
dipahami sebagai tahap perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif.
Menurut
james O. Whittaker ( Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka Cipta;
1999) “Belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman”
Sementara
menurut Howard L. Kingskey (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; Rineka
Cipta; 1999) “Belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui praktek atau latihan.”
Definisi
belajar lainnya dikemukan oleh Slameto (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi
Belajar; Rineka Cipta; 1999) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam
interaksi dengan lingkungannya.”
Belajar
adalah suatu proses didalam kepribadian manusia, perubahan tersebut ditempatkan
dalam bentuk peningkatan kualitas dan
kuantitas.
Definisi
belajar menurut Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). Belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu,
dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecendrungan respon pembawaan kematangan. (lihat sumber http://id.answers.yahoo.com)
Menurut
Gagne dalam buku The Condition of Learning (1977) Belajar terjadi apabila
sesuatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.(
lihat.sumberhttp://id.answers.yahoo.com)
Sedangkan
Morgan memberikan definisi belajar adalah Setiap perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
Wetherington
berpendapat belajar yaitu suatu perubahan didalam kepribadian yang mengatakan
diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
Sedangkan
Drs. M. Ngalim Purwanto, MP memberikan definisi belajar dari beberapa elemen :
a.
Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan
itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman
dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau tidak dianggab
sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
seorang bayi.
c.
Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada suatu
priode waktu yang cukup panjang.
d.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti : perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun
sikap.
Dari
beberapa pengertian belajar dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
pengertian belajar adalah sebagai berikut: Belajar adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baikmelalui
latihan dan pengalamn yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor
untuk memperoleh tujuan tertentu.
E.
Pengertian Siswa/ Murid
Menurut
Ahmad Tafsir (2006:165) mengemukakan bahwa dalam bahasa Indonesia ada tiga
sebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik, dan peserta didik. Salah satu
tesis magister mengenalkan istilah baru yaitu “dinidik” tetapi kelihatannya
istilah itu amat tidak umum bahkan belum banyak orang yang mengenalnya”